Hari kedua di kota New York. Dia belum merindukan ayah dan ibunya tidak seperti biasanya. Ini untuk pertama kalinya dia berada jauh dari keluarganya. Hal yang membuatnya takjub sejauh ini adalah mimpinya untuk bisa mandiri akhirnya terwujud.
Jam dinding diatas pintu menunjukkan pukul 9 pagi waktu New York. Sebenarnya tubuhnya masih terasa sangat lelah tetapi akhirnya terbangun secara otomati. Jika dicocokkan dengan waktu di Inggris, ini pasti sudah jam 2 siang waktu Manchester. Kepalanya terasa pusing. Bukan pusing yang intens. Mungkin itu efek samping obat antidepresan yang sudah dia konsumsi empat bulan belakangan ini. Obat itu membuatnya tertidur seperti orang mati.
Rose mengusap kedua matanya kemudian menepuk-nepuk kedua pipinya. Menarik tubuhnya untuk duduk dan mengejap-ngejapkan mata agar tidak kembali tertidur. Semalam adalah permulaan baik. Tidak ada mimpi buruk ataupun mimpi tentang perpisahan itu.
Senyum mengembang diwajahnya. Dia semakin merasa optimis.
Dengan baju tidur putih itu dia membangunkan diri dari tempat tidur. Tubuhnya masih ingin menghabiskan waktu berbaring diatas kasur empuk itu tetapi tidak dengan pikirannya yang sudah dipenuhi program tersusun.
Dia punya banyak rencana untuk dilakukan.
Bergegas pergi ke kamar mandi menanggalkan seluruh pakaian itu. Mulai membasuh seluruh tubuhnya dengan bodygel beraroma lavender yang sangat menenangkan. Aroma yang menjadi favoritnya sejak malam itu, malam yang akhirnya menghantui hidupnya hingga sekarang. Dia mengusap beberapa kali wajahnya.
Ingatan akan pria asing yang membuatnya jatuh cinta itu kembali hadir. Rose mulai menangis lagi.
Ya Tuhan bagaimana caranya menghilangkan dia dari pikiran ini?
Aku merindukannya dan ini semakin membunuhku!
Bicaranya sedih dalam hati.
Dia terus menerus menghela nafas panjang dengan air yang mengguyur kepala hingga ujung kakinya.
Setelah menyelesaikan mandinya, dia melirik dua botol antidepresan itu. Satu butir dari masing-masing satu botol obat. Entah berapa lama dia harus menjalani pengobatan itu. Tidak terlalu banyak perubahan walaupun rasa ingin bunuh diri itu akhirnya berangsur-angsur hilang. Dua pil berbeda itu ditegak olehnya.
Dia membuka lemari pakaian yang sudah dirapikan sejak semalam dan memutuskan menggunakan long dress berwarna gradasi cokelat dengan kombinasi putih.
Kembali membuka jendela kamar. Korden yang sempat dia buka semalam mengganggu dan membuatnya sulit untuk pergi tidur. Pikirannya terganggu seolah-olah ada ribuan pasang mata yang sedang menatapnya. Jadi dia memutuskan untuk menutupnya lagi semalam.
Cuaca hari ini sangat cerah. Matahari sudah agak tinggi. Dia membuka kembali dengan lebar korden itu. Sinar matahari menelusuk masuk kedalam kamarnya. Dia berniat membiarkan terbuka sampai nanti sore.
Kini dia berdiri di depan sebuah kaca berkaki yang tingginya hampir setinggi tubuhnya. Kaca dengan pinggiran kayu. Pandangannya berada dalam kaca itu. Menatap setiap sudut tubuhnya yang semakin mengurus. Dress yang berpotongan rendah itu memperlihatkan tonjolan tulang di leher dan dadanya. Dia meraba setiap tonjolan yang terlihat. Tubuhnya semakin mengering. Dia seperti skeleton hidup.
Aura wajahnya meredup. Wajah yang luar biasa cantik itu memancar aura tersiksa. Sorot matanya yang kosong hingga pipinya yang mengempis.

KAMU SEDANG MEMBACA
IMPULSIVE BOSS
RomanceRose Elizabeth Nolan adalah gadis cantik dari kalangan menengah keatas yang berasal dari Inggris. Dia diterima bekerja di sebuah perusahaan raksasa bernama Thorn Company yang berada di Newyork dan memutuskan untuk pindah ke Amerika demi mengejar cit...