Sudah hampir empat minggu mereka tidak bertemu. Rose sibuk dengan pekerjaannya di Afrika Selatan begitupun Alexander yang memfokuskan diri pada pekerjaannya yang sempat terbengkalai beberapa waktu yang lalu. Dua minggu tanpa gairah yang harus dijalani dengan absennya Rose di sisinya. Dua minggu penuh penyiksaan batin dengan pikiran bercabang antara pekerjaan dan dia yang jauh di sana.
" Bagaimana mereka bisa menjalaninya, Max?"
Tanya Pria itu tiba-tiba.
Max yang berdiri tepat di sebelahnya merasa bingung. Dia menatap Pria itu dengan menuntut sebuah jawaban dan pertanyaan yang jelas-jelas tidak bisa di mengerti maksudnya. Tatapan sudah tidak mengintimidasi lagi. Wajah kebingungan membuatnya yakin bahwa apa yang sudah di bicarakannya kurang bisa di mengerti.
Dia kembali menghela nafas.
Akhir-akhir ini memang bicaranya menjadi kurang jelas.
" Maksudku bagaimana mereka bisa menjalani long distance yang sungguh sangat menyiksa seperti ini?"
Ungkapnya sembari menandatangani dokumen yang berada di hadapannya.
" Tuan Thorn, kurasa sebaiknya anda membaca semua laporan itu terlebih dahulu sebelum menandatanganinya."
Ucap Max mengingatkannya.
Dia kembali menghela nafas ketika menyadari sikap ceroboh yang tidak biasa itu. Baginya, semua ini sudah bukan jati dirinya dulu ataukah mungkin ini sudah menjadi jadi dirinya sekarang?
Dia hanya hanya menatap tumpukan dokumen yang berada dihadapannya dengan mulut yang menekuk.
Ini jelas-jelas bukan dirinya. Dia bukan orang yang ceroboh dalam pekerjaan. Itu yang membuatnya mendapatkan yang terbaik dari yang paling baik dalam karir ini dan semuanya berubah sejak hatinya tertambat pada calon istrinya.
Cinta memang membuat dirimu lupa siapa dirimu yang sebenarnya, gumamnya dalam hati.
" Nona Nolan tidak akan menyukainya, Tuan."
Ucap Max dengan memberanikan diri.
Sejak Bosnya melunak, dia jadi lebih berani untuk mengatakan pendapatnya. Di luar itu, pesan Nona Nolan terdengar lembut namun tegas membuatnya merasa harus menurutinya.
" Ya tentu saja dia bisa marah-marah padaku seharian."
Senyumnya tipis.
" Dia sama saja denganku."
"......... semuanya harus sempurna seperti apa maunya."
Ucapnya bergumam kembali tersenyum.
Dia kembali mereset dirinya untuk kembali fokus di mulai dari membaca ulang semua laporan dan dokumen lain yang berada di hadapannya itu. Beruntung ada beberapa hal yang harus di pertanyakan dan dia merasa bersyukur karena Max sudah mengingatkannya.
" Apa yang bisa aku lakukan tanpamu, Max."
Gumamnya dengan lirikan penuh terima kasih.
" Saya hanya menjalankan tugas saya saja, Tuan."
Ucapnya sebelum memohon diri.
Pemandangan dari atas sini sangat indah. Dia memberikan waktu untuk menyegarkan matanya memandang ke luar sana. Dengan segelas kopi hangat yang dia pesan dan satu butir chocolate chip cookies.
Dia terus menerus melirik ponselnya sejak tadi dengan harapan Rose memberikan kabarnya untuk hari ini. Hari ini Rose sama sekali belum menghubunginya dan itu membuatnya tidak tenang. Afrika Selatan bukanlah kota yang aman apalagi untuk seorang wanita. Di tambah Rose yang bersikeras untuknya tidak menghubungi David membuat semua menjadi lebih sulit. Dia mengacak-acak rambutnya kesal. Di tambah perbedaan waktu tujuh jam yang membuat waktu semakin singkat.
KAMU SEDANG MEMBACA
IMPULSIVE BOSS
Roman d'amourRose Elizabeth Nolan adalah gadis cantik dari kalangan menengah keatas yang berasal dari Inggris. Dia diterima bekerja di sebuah perusahaan raksasa bernama Thorn Company yang berada di Newyork dan memutuskan untuk pindah ke Amerika demi mengejar cit...