Rose berada di ruang tunggu VIP keberangkatan penerbangan pribadi. Dia sudah berada disana hampir semalaman. Sudah semalaman juga dia menangis hingga kini kedua matanya terlihat sangat sembab.
Dia masih duduk menunggu panggilan penerbangan dengan tatapan yang sangat kosong. Pikirannya masih saja pada yang sudah terjadi semalam. Dalam benaknya, timbul berbagai macam pertanyaan.
Mengapa, kenapa dan bagaimana mungkin semua itu terjadi?
Apakah memang Alexander sudah tidak mencintainya lagi?
Semudah itu kah rasa cinta itu hilang?
Walaupun sudah sangat berusaha cukup keras untuk tidak memikirkannya tetapi tetap saja pikirannya tidak bisa di alihkan.
Memori setiap kenangan manis berputar seperti slide show di kepalanya.Semua hanya akan menjadi kenangan.
Gumamnya sedih.
Air matanya kembali berjatuhan setelah sempat berhenti. Dia mengusap air mata itu dengan punggung tangannya. Matanya terus melirik ke arah layar yang berisi jadwal penerbangan.
Sial, kenapa lama sekali!
Udara terasa sangat menusuk walaupun dia sedang berada di dalam ruangan yang hangat. Dia melupakan jaketnya di Pent House. Ketika melirik waktu pada jam tangan, dia teringat pada siapa yang sudah memberi jam tangan tersebut dan tanpa ragu mengangkat tubuhnya, berjalan menuju tempat sampah terdekat. Sebelum membuangnya, dia menyempatkan diri untuk memandang jam cantik itu, menghela nafas panjang kemudian membuangnya begitu saja. Setelahnya, dia kembali ke tempat duduk.
Dalam perjalanan menuju Bandara, Rose menghubungi Clark. Suaranya yang parau dengan isak tangis membuat Kakak laki-laki satu-satunya itu menjadi sangat khawatir. Dia tidak tahu harus meminta tolong pada siapa selain Clark.
Hanya Clarklah harapannya.
Tabungannya tidak akan cukup untuk menyewa jet pribadi tersebut.
Rose belum menceritakan tentang apa yang sedang dihadapinya walaupun Clark terus saja mendesaknya. Dia berjanji akan menceritakannya ketika tiba di London.
Baginya, hal terbaik untuk di lakukan sekarang hanyalah menghilang dengan cepat dari New York.
Hanya itu.
Dia pasti belum bangun saat ini.
Tawanya Frustasi.
Dia memegang perut kecilnya.
Hanya akan ada kita berdua, Sayang.
Tersenyum dengan air di sudut matanya.
Dalam diam, hanyut dalam kesedihan dengan kenangan-kenangan bahagia yang tiba-tiba saja terlintas bersama rasa penyesalan atas sikap keras kepalanya, seorang wanita dengan kostum yang rapi datang menghampiri.
" Nona Nolan, benar?"
Tanya perempuan itu.
Wanita dengan rambut yang di sanggul kepang itu ternyata adalah salah satu pramugari yang akan menemani dan melayaninya selama dalam penerbangan. Dia memberitahunya bahwa pesawat pribadi yang akan membawanya terbang ke London sudah siap. Dia meraih tasnya dengan cepat kemudian beranjak dari posisi duduknya. Dia berjalan di belakang perempuan itu mengikutinya.
Rose berjalan melewati pintu dimana mobil sudah menunggu untuk membawanya ke landasan pacu. Dia menatap ke sekitarnya, menghentikan langkah untuk menikmati detik-detik terakhir menghirup udara di kota New York, kota yang sesuai janjinya tidak akan pernah dia kunjungi lagi. Lamunannya buyar ketika Pramugari itu menghampirinya dan berkata mereka harus cepat.
KAMU SEDANG MEMBACA
IMPULSIVE BOSS
RomansRose Elizabeth Nolan adalah gadis cantik dari kalangan menengah keatas yang berasal dari Inggris. Dia diterima bekerja di sebuah perusahaan raksasa bernama Thorn Company yang berada di Newyork dan memutuskan untuk pindah ke Amerika demi mengejar cit...