"Lolyyyyy?" Kulihat romeo berjalan mendekatiku. Aku menatapnya dengan tatapan sedih. Rasanya ingin aku memukul dadanya berulang kali dan meneriaki dia tentang semua perasaan sakit yang aku rasakan.
Dia tepat berdiri di hadapanku. Senyumannya masih sama. Mengembang. Polos.
"Gue pengen lo gaada di hidup gue lagi, Rom." Ku desiskan kalimat itu di hadapannya. Kulihat tatapannya berubah binggung.
"Maksud kamu?"
Kurasakan seketika sebuah tangan menggenggam tanganku. Dan aku tahu itu pasti bukan tangan Romeo. Karena masih ku lihat kedua tangannya berada di sebelah tubuhnya.
"Gue gak ngerti maksud lo apa."
"Gue gak perlu jelasin lagi kan ke lo permasalahan utamanya apa? Lo pasti tau, Rom."
Ku tepiskan tangan yang sejak tadi memegangku. Aku membalikkan badanku dan berjalan secepat mungkin. Ku hapus beberapa tetea air mata yang sudah kutahan sejak tadi dan ia jatuh sejak aku memutuskan pergi.
Terkadang, pergi adalah jalan terbaik dari menyembuhkan luka. Karena jika kau menetap, kau tau lukanya akan semakin melebar. Dan ini keputusanku. Aku, pergi.
***
Aku berhenti di tempat yang sepi. Pantai dengan pasir putih ini menjadi saksi bisu tangisku yang semakin menderas.
Kuremas dadaku akibat sakit yang teramat dari jantungku. Ku tutup mulutku dengan tanganku agar isakanku tidak terdengar mengerikan bagi orang lain.
Kakiku yang melemas membuatku terduduk dengan posisi kedua betis di lekukan kearah belakang dan lututuku yang menjadi tumpuanku.
Aku menutup wajahku sambil menunduk. Semua terasa menyakitkan dan mengerikan. Semua terasa sakit untuk kembali ku ingat. Permainan hati yang di lakukan romeo memang benar-benar mampu membuatku merasa bodoh. Tapi sungguh, aku masih mencintainya.
Aku hanya seorang wanita bodoh yang telah di sakiti berkali-kali namun enggan untuk pergi.
Aku masih saja mengharapkan dia ada, padahal dengan jelas aku tahu dia memilih tiada.
Kurasakan bahuku bergetar akibat tangis ku. Sungguh, kenapa aku bisa mengira romeo membalas perasaanku? Apa aku yang terlalu mengharapkannya? Dan kenapa perasaan ini tidak bisa hilang? Kenapa dia terlalu tega?
"Loly. Lo disini rupanya. Gue nyariin lo"
Ku lihat kearah suara itu. Kulihat ke arah kananku. Chris? Dia berlutut disini, disebelahku, dengan Muka yang tampak memerah dan cemas. Dia pasti baru saja berlari. Itu jelas terlihat dari keringat dan deru nafasnya yang terdengar sangat cepat.
"Lo mau kan Ly cerita ke gue kenapa lo marah sama romeo?" Kurasakan dia mengusap bahuku pelan sambil menatapku dengan tatapannya yang teduh.
Dengan gerakan cepat, aku memeluknya. Aku menangis di dalam pelukannya. Aku melpaskan segala beban yang seakan menjeratku.
Kurasakan angin pantai mulai berhembus pelan. Meniup rambutku yang tergerai. Tanggisku masih saja enggan berhenti. Pelukan chris yang menghangatkanku sedikit membuatku merasa ada dan dipahami. Beberapa kali dia merapikan rambutku yang berantakan akibat angin.
"Gue tau. Lo pasti sayang banget sama romeo. Gue tau kalau lo gak bakal bisa ngelupain dia semudah itu. Rasa cinta lo ke dia itu besar. Dan Sekeras apapun lo coba buat ngelupain dia, lo gabakal bisa. Gue paham itu, Ly."
"Chris, gue.. gue cuma pengen jadi wanita yang bisa happy ending sama pangerannya. Yang bisa dapet kasih sayang yang gak gue dapat dari orang lain. Yang mampu membuat gue merasa ada dan utuh karena dia yang melengkapi gue. Tapi, Mungkin gue emang bodoh, gue masih sayang dia chris sampai saat ini. Walaupun dia udah bohongin gue. Gue..."
Kupendam wajahku ke dadanya. Aku tidak kuat. Ini terlalu menyakitkan untuk ku kenang lagi.
"Gue cuma ingin balik ke titik awal. Awal dimana gue gak kenal dia. Titik dimana gue belum sayang sama dia. Dan titik di mana gue gak jadi dekat sama dia seperti kemarin.. gue bodoh banget biarin dia megang tangan gue, biarin dia bawa hati gue, biarin dia meluk gue. Tapi apa yang dia pikir? Dia berpikir kalau gue seorang cewek agresif yang pengen kasih sayang dia.."
Ingatan-ingatan masa laluku tentang romeo pun mulai terputar tanpa terputus. Selayaknya film biaskop yang terus berputar tanpa ada iklan, semua kenanganku dan Romeo terputar begitu saja.
Saat dimana aku mulai mengagumi sosoknya. Mencintai dia dalam diam. Melihatnya dari depan kelasku. Menunggu kedatangannya. Memastikan apakah dia datang ke sekolah atau tidak. Saat dulu temannya mendorongnya ke arahku saat aku dan ivana ingin pulang. Saat aku ke kelasnya ingin bertemu dengan Lory teman sekelasnya, namun aku melihatnya sedang malu menatap entah kemana. Saat dimana dia memberi botol minumku. Saat dia membalas senyumanku. Saat dia menatap sinis kepadaku. Semua terputar begitu jelas.
Ku pererat pelukanku kepada chris. Kuceritakan kejadian di taman kemarin kepadanya. Saat aku mulai mengetahui segala kebusukan romeo.
Saat aku tahu bahwa tidak semua pria yang di cintai bisa membalas perasaan yang tulus. Dan saat itu juga aku tau bahwa, perjuangan dan cinta tidak selamanya berakhir dengan kebersaman.
Setelah semuanya ku ceritakan, chris menatapku dengan tatapan sama teririsnya. Dia juga mengerti kesakitan yang kurasa.
"Gue, gue gak tau harus berbuat apa Ly. Tapi satu hal yang gue pengen, Lo HARUS JAUHIN ROMEO. Sakit yang lo rasa udah terlalu mengerikan. Tolong lol, tolong lo dengerin gue. Gue pengen lo gak kacau seperti ini lagi. Lo harus balik ke titik awal lo." Ucap chris sambil mengelus pelan rambutku.
Chris benar. Tapi apa aku bisa? Aku tidak tahu. Tapi yang kumau sekarang, aku hanya ingin romeo pergi jauh dariku.
"Tak perduli apa harus bagaimana. Lo harus buat dia gak tidak menoleh lagi ke elo. Tidak mendekati lo lagi seolah-olah lo masih punya rasa yang nyata dan sama ke dia. Dan lo harus buat dia pergi sejauh yang dia bisa. Lo mau kan janji sama gue? Lo gadis terkuat yang gue kenal. Gadis yang suka joget dangdut dan punya ketawa nyaring. Yang di depan gue ini bukan sosok Lolly yang gue kenal. Lo paham kan maksud gue?"
^^^
Maaf gusyy buat part ini yang mungkin terlalu pendek. Author lagi sibuk sama kuliahan yang semakin perlahan mulai membunuh._.
Tapi tenang aja, cerita bakal tetap di revisi kok💋😍
KAMU SEDANG MEMBACA
ALONENESS
Teen FictionAku tak pernah merasakan apa arti CINTA. Yang aku tahu itu hanya sekumpulan bahagia sementara yang berakhir dengan sakit. Dia, orang yang ku perjuangkan. Tanpa kata. Tanpa banyak berucap. Aku hanya ingin dia. Walau aku tak pernah menatap matanya. Wa...