Eightteen: My ALONENESS

96 6 1
                                    

"Lol, lo boleh nyeritain apa yang masih buat lo sakit. Gue tau lo pasti gak bisa nyimpan masalah lo sendiri."

Kulegakan sebentar nafas ku agar bisa bercerita kepada chris. Ku tarik dalam lalu ku hembuskan perlahan.

"Chris, gue gak pengen nuntut banyak. Jujur, gue cuma ingin dia stay dengan gue. Gue.. Gue.." Kuhirup lagi dalam-dalam udara yang ada di antara aku dan chris dengan sekuatku.

"Gue... sebenarnya senang bisa cinta sama dia dengan kesendirian gue chris. Karena... dengan begitu gue dapat lebih lama menatap dia walau hanya dari jauh." Ucapku dengan sesegukan.

Air mataku lagi-lagi mengalir. Kali ini jauh lebih deras dari sebelumnya. Pasti seragam chris sudah basah terkena air mataku.

Semilir angin kian menambah kedinginan dan kebekuan hatiku. Lagi-lagi semua terasa menyedihkan. Seakan-akan sakitku enggan ikut dibawa angin.

"Gue tau lo senang dengan kesendirian lo dalam nyimpen rasa lo ke dia. Tapi apa lo paham perasaan hati lo karena kesendirian lo yang terlalu lama untuk berjuang. Please, don't love him with your ALONENESS. Because it's very very hurting your heart." Kata-kata chris begitu menohok hatiku. Chris benar, hatiku terasa sakit harus memendam ini sendirian.

"Dan lo harus tau satu hal. Ada  hal yang harus lo lepasin, agar tau rasanya lega. Dan ada hal yang harus menghilang agar tau rasanya sesal. Jadi menurut gue, lebih baik lo jauhin romeo, agar dia tau rasanya sesal dan lo bisa rasain rasa lega lo."

"Yaudah. Sekarang kita pulang dulu ya. Besok pagi, gue bakal bawa lo ke suatu tempat biar lo gasedih dan galau lagi. Oke?" Tepukan tangan chris di bahuku seakan menjanjikan sebuah hal. Sebuah hal yang mengatakan aku harus kuat.

Ku anggukkan kepalaku dan ku angkat kepalaku agar tegak.

"Hapus dong air matanya." Kurasakan tangan chris menyapu pipiku dan menghapus sisa air mataku dengan sapuan yang pelan dan, halus.

"Tuhkan mata lo jadi bengkak. Kayak mata panda." Gurau chris.

"Ihhhh kalau itu mah hitam di lingkaran mata chris. Bukan bengkak." Ku pukul pelan bahunya sambil tertawa.

"Gitu dong ketawa. Kan jadi tambah cantik hehe" kata chris sambil mengacak poniku sambil tersenyum manis.

"Yaudah gausah gombal lagi. Yuk ke mobil." Kurasakan wajahku memanas akibat perkataan chris.

"Yuk." Dengan cepat chris mengambil gitarnya dan menggenggam tangan kananku dengan lembut. Dan kamipun berjalan bersama kearah mobil chris.

****

Aku sudah sampai di rumah sejak 20 menit lalu. Rumah tampak sepi karena malam ini papa dan mama sedang pergi ke luar kota. Kakak elvi dan adrian pasti sedang pergi bersama pacar mereka masing-masing.

Rasa bosan yang besar memaksa ku berjalan ke arah VCD ku yang berada di depan tempat tidurku. Ku pilih beberapa kaset yang ingin ku pasang. Sampai akhirnya ku putuskan memasang lagu di flashdisk ku. Ku pasang volume suara kaset dengan suara sedang.

Lagu demi lagu terus berputar. Sekali-sekali aku ikut bersenandung mengikuti irama lagu dan lirik lagu.

Sampai tiba-tiba ku dengar lagu sheila on 7 - lapang dada terputar dari speaker.

Kau harus bisa-bisa berlapang dada
Kau harus bisa-bisa ambil hikmahnya
Karena semua-semua tak lagi sama
Walau kau tau dia pun merasakannya

Lirik itu seolah-olah manyadarkanku. Bahwa KESENDIRIAN tidak selamanya seindah yang ku bayangkan. Mungkin aku harus berlapang dada bahwa aku memang tidak bisa bersama romeo. Dan aku tidak boleh berharap lebih lagi.

Bahwa mungkin bukan harus romeo yang membawa bunga saat aku ulang tahun nanti. Karena kini semua tak lagi sama. Semua telah berbeda.

Dan aku harus mulai melupakan segala cerita antara aku dan dia. Agar rasa sakit tak lagi ada. Walau aku tau pasti hatiku menolak untuk melupakannya.

Kurasakan kantuk mulai menyerang. Perlahan ku pejamkan mataku dan ku matikan lampu kamarku. Ku biarkan musik tetap mengalun dengan sendirinya.

***

"Coklat nya rasanya beda ya chris. Lebih enak heheh." ku lahap ice cream coklat yang berbentuk unik yang di pesan chris dengan semangat.

Sesuai janjinya, chris mengajakku ke cafè baru yang berada tak jauh dari rumah tian.

"gue tau menu yang pasti lo suka. Eh lol, gue ngajak tian ke sini. Gak apa-apa kan?"

"Yaudah kali gausah di tanya ya gue pasti bolehin lah. Nanti malah elo yang galau gak jadi nge-date berdua bareng gue hahaha" candaku pada chris sambil menyendokkan kembali ice cream ke mulutku.

"Ih lo geer banget sih" balas chris sambil tersenyum.

Sungguh, aku ingin lebih lama seperti ini. Bisa merasakan kesenangan tanpa bayang-bayang romeo. Walau mungkin tak bisa, tapi mungkin suatu saat aku harus benar-benar melupakan sosoknya yang membuatku sudah jatuh terlalu dalam.

"Hei? Lol?" Kurasakan seseorang memukul pundakku dari belakang.

"Eh tian?" Ku lihat tian sedang berdiri di belakangku. Tapi, tian tampak tidak sendiri. Ada seseorang yang berdiri di belakang tian. Siapa?

"Lo udah selesai latihan basket? Cepet banget?" Suara chris yang menyapa tian sambil ber-tos ria mengalihkan pandanganku dan ku ubah posisiku menjadi kembali membalikkan badan membelakangi tian.

"Udah. Capek banget cuy!" Kata tian sambil mengambil tempat duduk di sebelah kiriku.

"Eh kak julian ikut juga? Apa kabar?" Sebuah tangan mulai melewati bahuku. Tangan itu tampak bertos ria juga dengan chris.

Tunggu! Julian?! Jangan bilang julian yang kemarin!

Selagi mereka bertos ria, ku angkat kepalaku untuk melihat siapa si pemilik tangan putih ini. Saat ku naikkan kepalaku,...

Shit!

Mataku bertemu dengan mata si pemilik tangan. Mata dengan kacamata di depannya. Mata sipit tapi tampak sinis.

Dengan cepat kutundukkan lagi kepalaku.

"Kenapa harus si cina curut ini?" Umpatku kesal.

ALONENESSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang