Thirty four : shit!

65 5 0
                                    

Kurasakan iphoneku bergetar lagi. Kulihat romeo terus menerus berusaha menghubungiku. Di beranda chatku ku lihat dia berkata 'izinin gue buat minta maaf sama lo loly. Gue mohon."

Kuabaikan chat romeo. Aku tak ingin kembali membuka luka yang perlahan-lahan sudah sembuh.

Aku masih mencintainya. Aku masih mencintainya. Kata itu terus berputar di benakku. Singkatnya, aku tidak bisa menolak untuk terus mencintainya.

Dialah jawaban dari semua doaku. Aku mengira dialah yang akan tetap tinggal, hingga setiap doaku selalu terselip namanya, hingga setiap jantungku mendenyutkan namanya. Namun, nyatanya? Dia pergi begitu saja, meninggalkanku dengan kebekuan dan menganggapku sama seperti perempuan lainnya, memposisikan aku sebagai pemuja, bukan pencinta.

Padahal, saat aku dulu masih mengharapkannya ada, aku selalu menatap ponselku. Berharap dia akan memberi kabar padaku. Tapi apa?

Dan Tahukah dia rasanya menjadi seorang perempuan yang setiap hari menatap ponselnya hanya untuk menunggu chat yang tak pasti? Tahukah dia rasanya jadi seseorang yang diam-diam memperhatikan seluruh sosial medianya hanya untuk mengobati perih dan sakitnya rindu? Tahukah dia betapa menderitanya jadi seorang gadis yang hanya bisa berprasangka, hanya bisa mengira, hanya bisa menerka bagaimana perasaannya padaku selama ini? Tahukah dia begitu tersiksanya hidup menjadi orang yang selalu bertanya-tanya, ke sana ke mari, mencarinya ke mana-mana, sementara dia melenggang seenaknya seakan tidak terjadi apa-apa di antara kami? Tahukah dia perihnya menahan diri untuk tidak menghubunginya lebih dahulu karena aku begitu tahu diri bahwa kami tidak pernah ada dalam status dan kejelasan? Tahukah dia lelahnya menjadi orang yang terus berharap, terus berkata dalam hati, begitu percaya bahwa suatu hari dia akan kembali?

Andaikan dia datang dan memberi tahu aku bahwa, aku selama ini terlihat agresif untuk mendekatinya, terlalu terbawa perasaan selama didekatnya. Pasti aku sudah pergi saja dan tak perlu lagi berjuang.

Dadaku terasa sesak lagi, mengingat semua tentang dia membuatku ingin menanggis. Dan jantungku terasa seperti kembali diremuk hingga hancur.

Padahal dia yang kusayang bukan seperti ini sebelumnya. Aku menyukainya dalam kepolosannya, dalam semua hal yang ada di dirinya. Tapi sekarang? Dia tampak seperti orang keji bagiku. Meremukkan segalanya. Dan pergi seenaknya. Dan juga kembali sesukanya.

Ya. Aku hanya wanita bodoh yang berkali-kali telah di jatuhkan dan di remukkan, tapi tetap bertahan dengan cinta yang membuatku gila.

***

Pagi datang dengan cepatnya, sebenarnya aku sedikit malas harus bersekolah hari ini.

Kulangkahkan kakiku untuk menaiki tangga. Tanpa ku sadari seseorang menarik pergelangan tangan kiriku. Ku balikkan badanku melihat siapa yang menarikku.

Chris.

"Aduh. Apaan sih chris? Buat kaget tau gak!" Kataku.

"Semalem gue belum selesai bicara dan lo mutusin telfon gitu aja?" Wajahnya tampak menyiratkan kemarahan.

"Apaan sih chris? Lo berlebihan tau gak." Kuhempaskan pergelangan tanganku dengan kasar.

"Lol, gue---"

"Gue gak perduli ya chris. Mau lo marah. Mau lo jambak gue. Mau lo teriak-teriak ngajak gue bareng sama lo, gue tetap gak mau. Gue gak suka ngingkar janji. Dan Gue gak mau debat sama lo. Ini sekolah! Gue kekelas." Kupotong ucapannya. Dan dengan cepat aku menaiki tangga. Aku mengabaikannya yang terus memanggilku dari tempat tadi.

***

"Muka lo ketat banget lol! Kaya sempak masih di kotak!" Kudengar celetukan tian saat aku duduk di bangku ku.

"Gausah samain muka gue dengan sempak!" Kataku dengan nada tinggi.

Kulihat dia duduk di kursi depanku dan bertopang dagu di mejaku.

"Habis lo masih pagi udah datar. Lagi Mens ya?"

Mendengar penuturan tian membuatku membulatkan mata. Tian dan mulutnya memang tak bisa diam.

Ku jitak kepalanya dengan tanganku. Kulihat dia meringis sambil mengelus kepalanya.

"Beneran lagi PMS nih lo." Katanya lagi.

"Lo bisa diem gak sih tian?"

"Habis lo tiba-tiba aja----"

Ku diamkan dia berbicara sendiri di depanku.

***

Hari ini kami sedang belajar biologi. Guru kami bu riska sedang menjelaskan di depan tentang sistem reproduksi. Dan... Kalian pasti tau apa yang didalam pikiran kami. Ditambah lagi bu riska menayangkan video yang membuat otak kami semua semakin ngeras.

"Video ini adalah sistem reproduksi laki-laki dan perempuan. Ibu mau kalian memperhatikan dengan baik."

Dan mulailah videonya.

"Woi tegang woii!" Kudengar teriakan josua heboh. Sontak semua kelas tertawa.

"Ih gila! Huh huh." Kini giliran rafael yang berekspresi seperti melihat hantu.

"Hei kalian diam!" Suara bu riska terdengar garang.

"Masa titit nya gaada bulu sih bu? Gak kaya punya kita yakan?" Celetuk josua lagi.

Sontak pikiran ku langsung kotor sekali. Gila. Apalagi pelajaran ini akan di bahas selama 2 minggu. Dan 1 minggu dua kali pertemuan. Bisa-bisa setiap pulang sekolah hari selasa kamis aku harus ke tempat doorsmeer agar mencuci otakku.

"Udah bu matiin aja. Otak saya jadi nethink nih bu." Kata tian dengan muka memelas. Dia mulai ngawur.

"Ini pelajaran biologi! Sebagai anak ipa kamu harus tau ini! Kamu juga harus tau punya kamu yang di bawah itu! Jaga!" Kata bu riska lagi.

"Gini ya bu, saya punya kata mutiara. Cinta itu kaya sistem reproduksi. Ketika ada satu sperma yang menyakiti sel telur, tenang aja. Masih ada berjuta-juta sel sperma yang masih mau mendekati sel telur. Dan makanya kita gausah sakit hati kalau patah hati bu." Celetuk tian.

Sontak kami sekelas tertawa. Dan ku lihat ke arah tian. Tanpa sengaja aku melihat chris di sebelah tian yang ternyata juga sedang melihatku. Wajahnya tampak kaget saat aku juga menatapnya.  Apalagi dalam sepersekian detik mata kami bertemu. Senyumku surut. Jantungku berdesir. Seketika nafasku tercekat. Dan ku alihkan pandanganku gugup.

***

ALONENESSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang