Pagi datang dengan cepatnya. Matahari terik begitu panas. Menembus kulit tanpa permisi.
SENIN!
Siapa yang tidak membenci senin? Saat dimana harus berpanas-panasan ria di lapangan sambil mendengarkan ceramah yang diulang setiap minggunya.
Di tambah lagi cahaya matahari yang menusuk kulit hingga pori-pori. Satu kata untuk mendeskripsikannya, Tragis!
Saat ini sedang pengibaran bendera. Para pembawa bendera saat ini adalah 3 perempuan.
"Gak kelihatan woi. Gelap."
Kudengar desisan di sebelahku.
Rafael dan josua sedang heboh melihat ke arah rok pengibar yang sedang jalan di tempat.
Gila. Mereka pasti sedang mengintip rok para pengibar.
"Gelap euy. Gak nampak." Katanya lagi.
"Ga beruntung nih. Curut dah." Kata rafael lagi.
"Yah udah ngadep tiang." Kata josua dengan nasa kesal.
Aku yang mendengarnya hanya bisa geleng kepala saja sambil tersenyum.
Dan tibalah saat amanat. Saat yang paling menakjubkan!
"Lol." Kurasakan seseorang menyolek bahuku pelan dari arah barisan sebelahku.
Tian.
"Apaann? Lo dengerin tuh bokap lo lagi berkoar-koar" ku tunjuk pak jordan yang sedang bersemangat memberi amanat di depan dengan daguku.
Gaya bapak itu berbicara seolah-olah bung karno yang sedang memberi semangat perjuangan. Dia menunjuk-nunjuk langit dengan semangatnya.
Hufffttt.
"Gila lo! Dia mah bukan bokap gue!" Balas tian dengan suara mendesis pelan.
"Heheh. Maap bung!" Kataku asal.
"Eh lol, semalem lo cantik deh. Wangi. Perfect laaahh!" Lelucon tian kini semakin mengaur.
"Udah dulu deh tian gila nya. Lagi upacara nih." Desisanku terdengar pelan. Aku takut guru akan menegur kami nanti. Aku tidak ingin namaku akan terpampang nyata dan tebal di buku hitam! Itu bukan impianku!
"Lo nanti pulang ikut gue ya? Lo udah lebih sering sama chris ih. Sesekali sama gue kek. Gantengan gue dari pada dia!" Kata-kata Tian mampu membuatku merasa gila. Cerewetnya kambuh disaat yang tidak tepat.
"Iyaaaa. Sekarang lo diem ya. Gue takut ntar ditegur sama guru." Ku berikan tatapan memohon kepada Tian. Dan dia membalasku dengan senyuman menjijikkannya.
***
Peluit pak robi guru olahraga kami terdengar nyaring sejak tadi. Hari ini kami disuruh berlari mengelilingi lapangan futsal sebanyak 3 kali. Panas matahari terasa membakar kulit kami. Beberapa orang tampak mengibas-ngibaskan tangannya tanda kegerahan sambil tetap berlari.
"Sekarang kalian boleh istirahat. Duduk di pinggir lapangan aja udah cukup. Ingat! Kaki jangan di tekuk!" Suara pak robi terdengar nyaring saat kami kembali berbaris setelah berlari.
"Loly!"
Kudengar Tian memanggilki saat aku hendak berjalan menuju pinggir lapangan bersama ivana, yola, march, dona, angel dan sisi.
"Sebentar ya." Kataku kepada mereka dan mereka balas dengan anggukan.
Dengan derap langkah gontai aku berjalan ke arah tian yang ada di tengah lapangan.
"Apaan?" Kataku saat aku sudah berdiri didepannya.
"Cuma mau bilang jangan lupa nanti! Hahah" jawab tian sambil memberi senyuman mengejek.

KAMU SEDANG MEMBACA
ALONENESS
Fiksi RemajaAku tak pernah merasakan apa arti CINTA. Yang aku tahu itu hanya sekumpulan bahagia sementara yang berakhir dengan sakit. Dia, orang yang ku perjuangkan. Tanpa kata. Tanpa banyak berucap. Aku hanya ingin dia. Walau aku tak pernah menatap matanya. Wa...