Twenty : Julian.

118 5 0
                                    

30 menit sudah berlalu sejak romeo pergi dari sini. Masih tergambar jelas di benakku wajahnya yang masih ku kagumi sampai sekarang.

Sebenarnya aku tidak ingin munafik. Menunjukkan kebencian pada romeo padahal aku masih mencintainya hingga detik ini. Wanita mana yang bisa dengan mudahnya melupakan, lalu pergi seolah-olah tidak ada kejadian apapun pernah terjadi.

Intinya, aku merindukannya dan masih menyayanginya.

"Ngapain lo bengong?" Sebuah suara yang terdengar datar dan dingin membangunkanku ke dunia nyata.

Julian?! Mau apa dia? Mau bertengkar?

"Gue gak mau perang sama lo. Gue cuma ngerasa lo lagi ada masalah aja. Mana tau lo mau cerita." Dia seperti mengetahui pikiranku. Dan Kurasakan nada suaranya mulai melembut.

Semilir angin kian menambah kebekuanku. Pernyataan julian ku biarkan pergi bersama hembusan angin.

"Hei! Gue paling gak suka di kacangin!" Nada suara julian yang berubah membuatku menoleh kearahnya.

Saat ini dia tak memakai kacamatanya. Keringat memenuhi wajahnya. Bau parfum mint seakan tak membuatnya bau karena keringatnya yang mengalir deras dari pelipisnya. Mata sipitnya tampak jelas sekarang. Dan dia, perfect!

"Gue tau gue keren. Mulut lo gausah sampai nganga juga kali." Kurasakan jari-jari tangannya di lap nya ke wajahku.

"Ih lo! Jorok tau gak tangan lo!" Kutarik tangannya dari wajahku.

"Lo sih, gue udah ngomong lo kacangin. Emang enak? Makan tuh tangan asin!" Candanya.

"Eh chris sama tian mana?" Tanyaku heran.

"Lagi beli minuman." Kata julian dengan nada DINGIN.

Orang yang terlalu labil.

"Julian?" Mulai ku beranikan diriku menyebut namanya.

"Hmmmmp?"

"Kenalin gue loly." Ku ulurkan tanganku kearahnya. Aku baru sadar bahwa kami belum berkenalan satu sama lain.

"Udah tau." Katanya datar tanpa memperdulikan tanganku yang menggantung. Dan tanpa menoleh kearahku sedikitpun. Tatapannya tetap kearah depan.

Dengan emosi. Ku pukul bahunya dengan kasar.

"Lo bisa gak sih gak labil? Kadang dingin, kadang lembut! Dan lo gapernah ya bales tangan orang yang mau kenalan sama lo? Ihhhhhhh najis gue" amarahku sudah pada tahap atas. Julian inii!!!

"Sakit! Lagipula Suka-suka gue lah! Kan lo deluan yang kacangin gue!" Katanya tanpa mengalihkan pandangannya dari lapangan dan tetap mengabaikanku.

"Iya deh sorry" ku tundukkan kepalaku menatap kakiku. Ku goyangkan kakiku tanda bosan.

Beberapa menit berlalu. Hening tercipta diantara kami. Tak ada satupun yang membuka percakapan lebih dahulu. Tian dan chris pun tak kunjung datang.

"Julian? Lo pernah gak ngerasain sakit hati?" Kuputuskan memecah keheningan dengan pertanyaan sedikit, gila.

Beberapa detik tak ada jawaban dari julian.

"Lo bodoh!" Kata itu yang ku dengar keluar dari bibir julian diantara keheningan.

"Gue serius nanya ke lo!" Ku tinggikan nada suaraku dan ku tatap dia yang tetap memandang ke lapangan. Lurus-lurus.

"Lo bodoh. karena lo siap jatuh cinta, tapi lo gak persiapin hati lo buat patah hati. Karena orang yang sedang jatuh cinta harusnya tau, bahwa JATUH itu sakit."

Tuturan julian yang seakan menusuk membuatku patah. Dia benar-benar dingin. Bahkan disaat aku serius bertanya, dia malah masih sempat barkata dengan kata-kata menusuk.

"Iya, lo benar. Gue bodoh. Gue bodoh karena udah jatuh cinta, tapi saat gue jatuh, gue gak mikirin hati gue yang rapuh." Kataku padanya dengan suara parau.

"Lo harus tau, bahwa cinta itu bukan tentang siapa yang mampu tetap bertahan. Tapi cinta itu, tentang siapa yang mampu memperjuangkan sampai akhir. Dan bukan hanya seorang yang berjuang. Tak perduli apapun. Karena hati tak selamanya akan bertahan pada orang yang sama." Sambung julian.

Aku sungguh tak menyangka julian yang tampak Dingin, ternyata tau banyak tentang hati dan perasaan. Dan aku baru mengetahuinya saat ini.

"Heii? Kalian ngapain?" Suara terikan tian menghancurkan kesepian diantara aku dan julian.

"Loly yuk pulang. Panas" uluran tangan chris ku sambut dengan malas. Sebenarnya aku masih ingin disini. Bersama, julian.

Saat aku hendak beranjak pergi, ku balikkan badanku. Ku tatap julian yang juga sedang menatapku. Seketika mata kami bertemu.

"Satu hal yang harus lo tau julian, Bahwa Tuhan nyiptain hati cuma setengah. Dan Tuhan nyuruh kita buat cari serpihan lainnya." Ku berikan senyumku tulus.

Julian hanya membalasku dengan tatapan yang tak ku mengerti. Tatapan yang aneh.

Dan Tatapan tian dan chris yang seakan binggung  akibat perkataanku tadi kepada julian tak ku hiraukan. Dan dengan cepat ku tarik tangan chris agar kami bisa segera pergi.

***

Siang berganti menjadi senja. Waktu terus berlalu tanpa ku pinta. Tak terasa beberapa hari lagi hari ulang tahunku. Tapi, saat ini aku justru membenci ulang tahunku! Bagaimana tidak? Sekarang aku sedang berjauhan dengan orang yang kuharap menjadi pertama.

Ku nyalakan iphoneku. Ku buka line ku.

Huffttt.

"Ini pilihan tepat lol! Lo harus melupakan! Bukan menetap!" Hiburku pada diriku sendiri.

Kuputuskan untuk mem-block romeo dari akunku. Entahlah, kurasa itu yang tepat untuk saat ini. Aku harus menenagkan hatiku. Aku pantas bangkit.

Degupan jantungku terasa mencekat saat aku mencari nama romeo di list temanku. Aku harus melakukan ini!

Dapat!

Ku geser profile romeo ke arah kanan, ku tekan tanda merah bertuliskan block. Setelah ku lakukan itu, ku tekan tombol kunciku.

Kuletakkan iphoneku ke sampingku. Ku tarik dalam nafasku dan ku pandang langit-langit kamarku. Ku tenangkan diriku. Degupan jantungku masih memburu sampai nafasku serasa sesak.

Semengerikan inikah melupakan? Baru menghapus pertemanan saja dadaku sudah terasa sesak dan kelu. Apalagi jika aku nanti harus benar-benar melupakan romeo dari otak ku yang paling dalam. Pasti memoriku akan ikut terhapus.

Dedupan jantungku berpacu dengan nafas yang memburu. Aku merindukan segalanya tentang romeo.

Kurasakan iphoneku berbunyi. Nama julian tertera jelas di layar.

"Halo kak?" Kayaku heran. Dari mana dia mendapatkan nomorku?

"Enggak. Gue cuma mau nanya aja lo masih sedih atau enggak?" Tanyanya dari sebrang dengan suara yang masih sedikit datar.

"Enggak lagi kok. Btw, makasih ya kak buat hari ini." Kataku sambil tersenyum. Walau aku tahu dia tak akan melihatnya.

"Yoi."

"Eh iya, kakak dapet nomor gue dari mana?" Tanyaku penasaran.

Tut tut tut

Sialan! Dia mematikan telfon? Tidak bisakah dia bersikap manis sekali saja? Dasar julian!!!!

ALONENESSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang