Thirty seven : CHRIS!

61 3 0
                                    

Hari ini hari terakhir libur. Setelah dua hari bertapa di rumah, akupun memutuskan jalan bersama Tian. Sahabatku yang lain berkata mereka sibuk. Jadi mau tak mau aku mengajak Tian makan bersama.

"Lo serius masih berantem sama chris?" Tanyanya sambil menyeruput jus yang dia pesan.

"Ya kan bukan salah gue ian. Gue gaada ganggu dia. Eh dia malah ngomong seenak jidatnya." Kuaduk ice cream latte ku sambil bertopang dagu.

"Caelah! Semangat dong!!! Galau mulu lo." Katanya sambil memukul pundakku.

"Selo kali bro. Sakit!" Kataku sok marah.

"Eh, lo dekat lagi sama romeo emang? Jaib banget dia yak,"

"Iya ian. Gue ngerasa senangggggg banget kemarin pas jalan berdua sama dia ke pantai. Seru!" Kataku heboh.

"Gini ya loly..., gue rada takut ngomongnya."  Katanya agak gugup.

"Apaan sih lo? Cerita aja kali gue gak bakal marah." Kataku sambil menyolek bahunya.

"Gue mau bilang lo harus jaga hati lo. Jangan patah lagi. Kemarin aja lo kacau banget karena dia ninggalin lo demi aurel. Pas lo udah lupain dia, dia balik. Jangan terlalu di baperin ya." Katanya hati-hati.

"Caelah ian. Iya gue tau kok. Gue hanya pengen tau seberapa besar lagi rasa sayang gue. Tapi pas kami berduaan kaya kemarin, degupan jantung gue sih emang kencang. Tapi hati gue kaya biasa aja." Kataku panjang lebar.

"Lo tau satu hal gak lol?" Tanya tian dengan raut muka serius.

"Apaan?" Tanyaku heran. Aku benar-benar penasaran.

"Chris suka sama lo." Perkataan tian seakan mimpi bagiku. Bagaimana bisa? Mataku terbelalak kaget dengan sempurna. Kata-kata tian seperti slow motion di telingaku.

Kutampar pipiku pelan memastikan ini tidak halusinasiku. Mana tahu di dalam ice cream tadi ada narkoba sehingga aku bisa saja berhalusinasi.

"Lo gak bohong kan ian? Jangan bercanda deh!" Kataku sambil menggerakkan tanganku tanda tak mungkin.

"GUE SERIUS!" Tian menekan setiap kata-katanya menandakan dia tidak berbohong.

Beribu pertanyaan muncul di benakku. Jantungku terasa mau lepas dari rongganya. Chris? Dia?

"Lo... Lo se-rii-uss?" Tanyaku gagap. Nafasku seakan susah mengucapkannya. Wajah chris seakan berputar-putar di kepalaku.

"Chris udah lama cerita ke gue lol. Dia khawatir sama lo. Dia suka sama lo dengan kesendirian dia. Kaya lo suka sama romeo dulu. Dia cerita kalau misalkan dia udah berada ditahap lelah. Makanya kemarin dia marah gak jelas gitu. Itu karena dia sayang sama lo." Penjelasan Tian seakan membuatku takut.

Bagaimana bisa orang yang selama ini mengetahui segala perasaanku kepada orang lain, malah menyimpan perasaan padaku?

Chris yang membuatku merasa ada saat aku kehilangan romeo, malah merelakan hatinya patah melihatku selalu menanggisi orang lain yang membuatku patah hati tepat didepannya. Dia yang memelukku saat aku patah hati dan terluka. Dan apakah dia juga merasakan hal yang sama saat aku menanggis di depannya karena pria lain? Ini benar-benar sulit ku mengerti. Membuat kepalaku seakan ingin pecah.

***

Aku terduduk di pinggir tempat tidurku dengan keadaan kacau. Perkataan tian tadi masih terputar di kepalaku.

Chris suka aku. Chris suka aku. Chris suka aku.

Aku tidak paham apa arti semua ini. Bagai petir yang datang tanpa badai. Semua membuatku merasa gila.

Memang, aku sempat terbawa perasaan akibat tingkah chris yang terlalu perhatian. Dia membuat jantungku berdesir halus saat dia menggenggam tanganku, saa dia mengacak rambutku, saat dia mengelus pelan rambutku. Dia membuatku merasa ada dengan sosoknya. Senyumnya yang membuatku harus berpikir seratus kali agar tidak terlalu baper. Karena terlalu meluluhkan.

Memang aku merasakan desiran halus saat aku bersama julian ataupun romeo. Tapi saat aku bersama mereka, desiran itu berbeda. Bahkan tak sama antara satu dan yang lain. Dan chris? Dia membuatku merasakan bahwa seperti ada kupu-kupu didalam perutku saat aku bersamanya.

Tapi aku tahu pasti. Perasaan ku masih tetap untuk romeo. Perasaan yang masih nyata untuk orang yang sama.

Iphoneku yang ku letakkan di sebelahku berbunyi kuat. Menyadarkanku dari lamunanku.

Nama julian tertera di layar ku. Kuangkat telfonnya dengan cepat.

"Halo?" Tanyaku.

"Eh hai! Kamu belum tidur?" Tanyanya dengan lembut.

"Belum kak. Kenapa ya? Oh iya gimana ujiannya?" Tanyaku basa-basi.

"Lancar kok. Aku cuma pengen ngajak kamu jalan aja lusa. Ada yang mau aku omongin. Penting." Katanya dengan nada serius.

"Gak bisa dari sini aja kak?" Tanyaku heran.

"Gak bisa. Yaudah aku jemput kamu lusa. Disitu lagi libur. Kan disitu sabtu." Jelasnya lagi.

"Oh yaudah kak." Kataku mengerti.

"Yaudah deh. Tidur gih udah malam. Aku tutup ya. Daaaa."

Diapun menutup telfon dari sebrang. Dan menginggalkan bunyi tut tut yang panjang. Dan dia juga menginggalkanku yang binggung memikirkan hal penting apa yang ingin dia bicarakan.

***

"Hi!" Ku lihat romeo berdiri di sampingku saat aku sedang berjalan menyelusuri lorong kelas 3 pagi ini.

Hari ini kami di pindahkan ke lantai dasar lagi karena kami harus menempati kelas 3 yang sudah kosong. Dengan berat hati, kami harus menginggalkan kelas kami yang baru kami tempati.

"Hai." Jawabku sambil tersenyum kearahnya. Dan untuk kesekian kali setelah beberapa lama, mata kami bertemu.

"Lo butuh bantuan gue gak?" Tanyanya tulus sambil tersenyum.

"Gausah rom. Hehe. Eh iya lo mau ngapain nyamperin gue? Tumben?" Tanyaku heran.

"Oh iya gue mau nanya, teman sekelas lo ada yang namanya keyra?"

"Ada. Emang kenapa?"

"Dia tadi malam nge-chat gua gitu. Gak tau deh mau buat apa. Kaya nanya basa-basi gitu."

"Terus? Dia nanya apa?" Tanyaku, kepo.

"Lolyyy!!!" Ku dengar suara vielin memanggilku dari belakang.

Kulihat kearahnya yang sedang berlari mengejarku.

"Bu anita udah mau masuk. Yuk buruan." Ditariknya tanganku menuju ke kelas.

"Rom gue deluan!!" Teriakku pada romeo yang masih berada di tempat tadi.

"Nanti gue telfon!" Teriaknya dari tempatnya tadi.

ALONENESSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang