Thirty eight : Stab in the back!

62 4 0
                                    

Perkataan romeo pagi tadi membuatku tidak fokus pada pelajaran. Aku selalu melirik kearah tempat duduk keyra yang ada di dekat pintu. Mau apa dia dengan romeo?

"Lol. Jangan bengong mulu. Lo gak makan?" Tanya ivana padaku.

"Enggak. Gue kesana dulu ya." Kataku pada ivana.

Kulihat keyra sedang berjalan keluar kelas. Bersama ina, dia menuju ke pintu keluar kelas.

"Velin. Temanin gue yuk?" Kutarik tangan velin dengan cepat. Dengan binggung dia mengikutiku. Kuikuti keyra dan ina yang kulihat berjalan kearah toilet wanita.

"Mau ngapain sih lol?" Tanya velin heran.

"Sssssttt. Diem aja nanti ketahuan."

Aku dan vielin berlindung ditembok toilet wanita. Tembok sebelah ujung pintu masuk toilet yang bisa menyembunyikan tubuh kami. Walaupun nanti mereka keluar, mereka tidak akan melihat kami.

"Haha lo serius mau deketin romeo?" Kudengar suara tawa ina dari dalam toilet.

"Iya. Gue baru sadar dia ganteng juga. Makanya gue sok modus deh dekatin dia tadi malam."

Dddddaaaarrrrrr

Seperti petir di siang bolong. Aku benar-benar kaget. Dia? Apakah dia menusukku selama ini? Nafasku seketika tercekat. Jantungku memburu.

Suara keyra terdengar jelas di telingaku. Apa? Dia? Shit!

"Eh tunggu! Kan lo tau loly suka sama romeo, terus tadi pagi juga gue lihat mereka ngobrol."

"Gue gak perduli! Gue bakal rebut dari dia. Kalau perlu sih gue musnahin loly. Haha" tawanya terdengar seperti iblis.

"Lo kan teman dia key. Teman macam apaan lo? Gausah lah."

"Gue gak perduli. Ini masalah hati. Dan gue berhak ambil romeo dari dia." Suara keyra terdengar seperti nenek sihir di telingaku.

Ternyata keyra adalah penusuk. Teganya dia menghianatiku. Padahal selama ini aku selalu bercerita tentang romeo kepadanya. Tapi dia?

"Yaudah yuk." Kudengar derap langkah mereka yang disertai tawa mulai mendekat. Kulihat dia berjalan menjauh. Menginggalkanku yang tersungkur tak kuat mendengar kenyataan yang dilontarkan keyra tadi.

"Loly lo kenapa???! Udah jangan sedih. Gue disini," kurasakan pelukan keyra yang menghangatkan. Menghangatkan kembali segala hal yang seakan mati di dalam diriku.

***

Bel pulang sudah berdering sejak setengah jam lalu. Aku terduduk diam di bangku ku bersama keenam temanku yang siap mendengar ceritaku.

"Loly? Lo dah bisa cerita." Kata sisi sambil mengusap bahuku pelan.

"Keyra. Keyra suka sama romeo guys." Tangisku pecah saat aku mengucapkan kalimatku. Tanggis yang sejak tadi ku tahan, keluar begitu saja. Menggambarkan kepiluan yang mendalam. Dan sakit yang begitu kelu. Hatiku patah.

"Lo... Lo... Lo serius lol?!" Tanya angel kaget.

"Gue serius." Kataku dengan suara pilu. Jantungku terasa sesak untuk memompa darah.

"Dia kan tau lo suka romeo?" Tanya march lebih kaget.

"Gue gak tau kenapa dia tega nusuk gue dari belakang. Gue gak nyangka dia sejahat itu," kataku masih dengan isak tanggis.

"Terus lo beneran dengar dia ngomong gitu?" Tanya dona.

"Tadi gue mau ngebuntutin dia sama velin. Terus kita sampai di toilet. Kita berdua dengar semuanya dengan jelas." Kurasakan air mataku tak mau berhenti. Tanggisku semakin dalam. Kutundukkan kepalaku sambil menutup wajahku dengan kedua tanganku.

"Udah lol jangan sedih lagi." Kudengar suara ivana menenagkanku.

Kuangkat wajahku. Pasti saat ini aku tampak kacau.

"Gue gak nyangka aja, orang yang gue anggap teman ternyata tega nusuk gue dari belakang. Orang yang gue sangka baik ternyata busuk banget. Gue gak nyangka. Dengan mudahnya dia Berbicara seolah-olah dia gak tau perasaan gue. Padahal selama ini dia tau semuanya."

"Kadang yang lo anggap teman malah berpeluang menjadi musuh. Bahkan mereka yang paling mudah mematahkan lo." Kata yola diantara kesedihanku.

Detik berikutnya kurasakan mereka memelukku dengan segala kepedihan yang ada. Merangkulku dengan jutaan harapan bahwa mereka tidak akan meninggalkanku. Menghangatkan kebekuanku yang semakin dingin. Dan dengan berjuta keperihan, aku menanggis.

***

"Loly ini teman kamu datang dek. Cepat turun." Kudengar teriakan mama saat aku sedang belajar.

Dengan senyum mengembang, aku menuruni tangga. Berharap tian, julian, romeo, atau keenam sahabatku datang.

Ketika sampai didepan pintu masuk rumahku, senyumku seketika luntur melihat siapa yang datang.

"Keyra? Mau apa lo?" Aku berusaha bersikap biasa saja. Namun aku tak bisa. Kata-kataku terdengar dingin.

"Mama ke kamar dulu ya dek." Kata mama sambil menepuk bahuku beberapa kali.

Tinggal kami berdua yang mematung saling menatap. Aku benci melihat dia ada di depanku. Dia terlihat memuakkan. Sok baik.

"Lol gue mau pinjam buku catatan biologi lo boleh?" Tanyanya dengan wajah polos. Jika aku punya kuku seperti angel, akan ku cakar dia sampai mukanya hancur.

"Maaf gue pakai." Kata ku dengan tenang dan dingin.

"Yahh padahal gue pikir lo kasih," katanya dengan raut sok sedih.

"Maaf. Gue perlu. Jadi lebih baik lo pulang. Udah malem."

"Yaudah gue pulang. Makasih ya." Katanya sambil tersenyum sok baik. Kulihat dia mulai berjalan menjauh. Kulihat dia membuka gerbang rumahku secara perlahan.

"Keyra!" Ku kejar dia kearah luar gerbang.

Dibalikkannya tubuhnya menatapku. Dia membuat raut wajah seolah berkata 'ada apa?'. Dan raut seperti malaikat pencabut nyawa.

"Lo suka sama romeo?" Tanyaku langsung. Aku masih menatapnya dengan dingin. Berharap dia sadar.

Raut wajahnya berubah sadis. Senyum malaikatnya seakan luntur dan berubah menjadi senyum menjengkelkan. Senyum bagai iblis. Dia menatapku seolah aku adalah sebutir debu. Dilipatnya kedua tangannya di depan dada.

Seolah-olah dalam sepersekian detik dia berubah menjadi tokoh antagonis. Raut wajahnya benar-benar berubah 180 derajat.

"Oh. Jadi lo udah tau?" Tanyanya dengan menaikkan alisnya sebelah.

"Lo gak punya otak? Dasar penusuk!" Kataku marah. Darahku sudah benar-benar mendidih.

"Hah? Lo ga sadar udah di tinggal romeo? Jangan mimpi!" Katanya sombong.

"Gue gak nyangka ya lo sepicik ini. Lo jahat!"

"Demi cinta gaada kata jahat! Lo pakai otak dong! Jangan pakai hati mulu! Itu akibat lo terlalu polos! Makanya lo sakit hati mulu. Hah!" Katanya kasar.

"Asal lo tau! Gue gak seperti lo yang murahan! Yang mau jual diri sendiri buat cowok! Yang mau ngerebut barang teman sendiri! Munafik lo!" Kataku dengan lantang.

"Apa?" Kulihat tangannya mulai melayang naik dan bersiap menamparku.

Refleks kututup mataku takut.

Satu detik

Dua detik

Tiga detik

Tak ada tanda-tanda tangan menempel di pipiku.

Lima detik

"Sakit!"

ALONENESSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang