Sepanjang perjalanan hanya ada diam yang mengisi keheningan diantara aku dan Natha. Aku lebih memilih diam begitu pula dengan dia. Suasana canggung yang membuat aku seperti di bungkam oleh beribu tangan tak kasat mata. Bibir ini ingin sekali berucap tapi apalah daya tak sampai. Dia hanya diam dan beberapa kali menengok ke arah ku. Aku dan Natha sempat saling memandang sejenak.
Padahal jelas-jelas kemarin baru saja kita menghabiskan waktu berdua, jelas-jelas kemarin baru saja dia merangkul ku. Tetapi kenapa pula hari ini kami terasa asing. Diam dengan dunia masing-masing. Dia asyik dengan menyetir dan aku asyik sendiri menikmati diam nya dia. Aneh. 10 menit dalam diam, rasanya aku ingin mati perlahan.
Apakah aslinya dia seperti ini? Tapi kemarin sikapnya biasa saja. Seperti Natha yang aku kenal dari awal. Ya meskipun wajahnya dari awal tak banyak ekspresi tapi perilakunya malah membalut hati ku dengan beribu hangat. Mengapa rasanya dia sangat berbeda, seperti ada pribadi lain yang berperan dalam dirinya. sikapnya sangat dingin, hingga aku susah membedakan, dia itu orang atau es balok sih?
Tak lama mobilnya pun sampai di depan rumah ku. Natha turun masih dengan muka yang tak biasanya membukaan pintu mobil untuk ku. Dia menatapku hangat, tak biasanya dia begini. Sepi, sunyi entah ada apa dengannya. Aku tak suka dengan dia yang seperti ini. Aku takut.
"jangan deket sama orang lain" dibawah rindangnya pohon yang melindungi kami dari tangisan langit yang enggan berhenti. untuk pertama kali suara itu memecahkan keheningan. Entahlah kami enggan untuk saling bersuara, hening, itulah yang terjadi dari tadi diantara kami. Tak ada kata yang di ungkapkan namun kami saling mengerti tentang hal yang sebenarnya tak di mengerti. Bagaimana itu dapat dimengerti jika tidak ada yang saling bersuara, tapi dengan hanya menatap sebenarnya kami saling bercakap. Pandangan kami jatuh bersama air yang menetes, terpaan angin membawa ribuan angin itu menyerbu seolah menampar kebekuan yang membelenggu.
Tetap dengan keadaan yan tak jauh berbeda, sunyi. Dingin yang semakin menyengat, menusuk hinga tulang-belulang. Air mata ku pun kini tak bisa terbendung lagi. Aku sudah tak kuat menahan. Suasana dari tadi seakan mencengkram ku. Aku tak suka.
Dia melingkarkan tanganya pada pundakku. Dan kemudian dengan perlahan kami saling mendekat hingga bahuku menyentuh dada bidangnya. kepala ku tepat bersender pada dada bidangnya. Aroma tubuhnya pun tercium pekat di hidung ku. Tanganya pun melingkar di pinggang ku. Tangis ku pun jatuh di tubuhnya. Ia pun makin mengeratkan pelukannya.
"jangan begitu, aku takut" ujar ku. Tak kuat aku menahan diam nya.
"maaf "
tangannya pun mengelus rambut ku. Aku pun melepas pelukannya. Ku balas dengan anggukan kepala. Sungguh mulut ku terasa bungkam. Tak banyak kata yang dapat ku ungkapkan.
"udah masuk gih. Nanti masuk angin, gue balik dulu ya. " tanganya pun mengacak rambut ku. Lagi-lagi hanya aku balas dengan anggukan. Ia pun membalas dengan senyuman. Kini mobilnya pun melaju pergi
HOHOHOHOOH MAAP SANGAT PART INI SANGAT DIKIT KEHABISAN KATA KATA:( semoga kalian suka ya sama ceritanya. jangan lupa vote dan comment yaa
KAMU SEDANG MEMBACA
Adira [ COMPLETED]
Teen FictionSebagian cerita di PRIVATE jadi di saran kan untuk memfollow dulu agar tidak ter skip, enjoy reading😊 [awalnta berjudul "adira" pernah saya ganti menjadi "why me?! " dan sekarang kembali lg menjadi "adira"] Aku pernah merasakan indahnya jatuh cinta...