44

2K 70 3
                                    

 Seminggu sudah aku mengurung diri di kamar. Aku lebih memilih tiduran di kasur sambil memeluk bonka dari Natha bersama tangisan yang memecahkan sunyi.

Ah.. aku ingin Natha bukan boneka yang tak dapat menghangatkan hati ku yang panas ini.

Sering kali bunda datang mengecek keadaaan ku sambil membawa berbagai macam buah dan vitamin namun tak kuhiraukan kehadirannya. Maaf kan aku bunda, bukan aku ingin menjadi anak durhaka namun aku sedang ingin sendiri hingga tuhan lelah dan mengembalikan Natha ku.

Tari,khansa dan mawadah juga datang mencoba menghiburku. Namun yang aku butuhkan bukan hiburan melainkan Natha sembuh dan kembali. Tak peduli walaupun bukan aku yang ada di hatinya. Persetanan dengan hati. Asal kamu sembuh dan aku bisa terus ada di dekat mu walaupun kamu tetap bersama Dea aku tak peduli.

Tubuh ku terasa sangat lemas. Maaf kan aku wahai tubuh, karena kesedihan ku membuat kamu tak dapat tidur dengan nyenyak dan membiarkan mu hanya tidur 3 jam sehari bahkan terkadang tidak sama sekali.

Hampir setiap pagi aku berkunjung kerumah Natha. berharap ada sosoknya disana namun kenyataan yang kudapat tiap harinya hanyalah Pak Budi dan Babe yang ada dirumah. Rumah itu sangat sepi, layaknya rumah tak berpenghuni. Tante Mira juga berada di singapore menemani kekasih ku yang kini terbaring tak berdaya. Ah lupa, Natha bukan kekasih ku, namun kekasihnya Dea.

Ah persetanan dengan Dea.

Aku masih ingat jelas obrolan pagi tadi dengan babe.

'Den Natha udah 3 bulan ini bolak balik rumah sakit cuci darah non. Bahkan dua bulan den Natha full dirumah sakit'

'cuci darah be? Natha emang sakit apa?'

'iya non cuci darah, makanya ibu jadi jarang ada di rumah gantian dirumah sakit sama Non Dea jaga Natha di sana. Jantung den Natha bocor non'

'babe bercandanya ga lucu. Natha sakit apa be?'

' Ih atuh babe ngapain bercadain begituan, masa doain anak bos babe jadi sakit parah begitu. Belum lagi nih ya non, den Natha itu cuman hidup satu ginjal. Satu ginjalnya den Natha donorin buat Non Dilla 3 tahun yang lalu.'

Hati ku hancur berkeping-keping. Ah mungkin sudah bukan berkeping-keping bahkan lenyap hilang. Pernyataan babe tadi pagi sangat menghantam jiwa ku hingga hancur remuk tak berbentuk. Aku rasa jiwa ku bahkan sudah mati. Hati siapa yang tidak hacur melihat lelaki yang dicintainya kini sakit keras terbaring tak berdaya dan aku tak tahu soal itu, bahkan sekarang Natha sedang koma. Setidak penting itukah diriku ?

Kini bantal dan kasur ku sangat amat basah layaknya rumah terkena banjir. Tangis ku makin menjadi se jadi-jadinya. Mungkin kalau aku tampung semua air mataku sudah cukup untuk membuat waduk buatan di depan rumah. tak peduli dengan janjiku untuk tidak peduli segala macam mengenai Natha. seburuk apapun sikapnya,Natha tetaplah seseorang yang akan selalu ku rindu dan ku nantikan.

Mengingat Dea membuat darah ku kian panas dan naik. Sialan. Aku juga ingin merawat Natha, aku juga ingin berada di sampingnya membantunya hingga sembuh. Aku juga ingin ada disana mendengar keluh kesahnya. Aku juga ingin menggengam tangannya dan meyakinkan bahwa ia akan sembuh. Aku juga ingin ada disana, menemani Natha hingga sosok ngeselinnya kembali. Aku rindu muka tengilnya. Aku rindu wangi maskulin dari tubuhnya. Aku rindu tawanya. Aku rindu Natha ku. Aku juga ingin bersamanya tuhan. Kenapa? Kenapa harus Dea? bahkan aku tak dapat mengetahui kabar Natha. bagaimana bisa aku tak iri.

********************************************

Hari ini, tepat tiga bulan sudah Natha belum sadar dari komanya. Tiga hari yang lalu aku terbang ke singapore, aku sudah tidak tahan menahan rindu. Natha masih sama, belum ada perubahan. Aku masih duduk disamping tempat tidur dimana Natha terbaring sambil menggenggam tangannya dan sesekali aku kecup. Air mata ku sejak kemarin tak henti keluar melihat tubuh Natha di penuhi oleh berbagai macam alat medis yang terpasang di tubuhnya. Sampai kapan ini semua akan berakhir?

"Nat, bangun. Bangun Nat. Jangan tidur terus. Ini ada gue Nat, lu ga mau nyapa gue apa? Gue jauh-jauh dari Indonesia kesini ketemu lo tapi lo nya lebih milih tidur. "

"Nat, lo Gak cape apa tidur terus? Gak kangen apa sama gue ? segitu ga mau nya lo ketemu gue? Bangun Nat, bangun." ah air mata ku kembali menetes deras. Sebisa mungkin aku tahan, namun tetap saja terasa sulit.

"Lo lupa Nat, Tiga hari lagi ujian SBM. lo udah janji ke gue bakal masuk ITB teknik perminyakan.. Katanya lo mau jadiin gue bahan percobaan karena muka gue berminyak. Katanya lo mau pake muka gue buat di peres minyaknya. Gue ngizinin kok Nat. Makanya lo harus bangun Nat, bangun! Lo kan udah janji" tangis ku makin jadi. " Ayo Nat bangun, ayo ikut gue hari ini ke Indonesia. Gue janji bakal traktir lo apapun yang lo mau. Gue janji ga bakal ceroboh lagi saat nyebrang. Gue janji. Nat, ayo pesawat kita nanti jam 4 takeoff, lo harus bangun mandi trus siap-siap Nat kalau lo tidur terus nanti kita ketinggalan pesawat"

Tante Mira datang dan mengelus pundak ku, ku lihat matanya jauh lebih bengkak dari pada mataku. Wajar saja, pasti Tante Mira lebih terpukul daripada ku.

"tante mau ngomong sama kamu bisa?"

Aku pun mengelap air mata ku kemudian mengangguk. Sebelum aku berjalan keluar, aku kecup punggung tangan Natha. "sebentar ya, gue cuman kedepan kok" lalu aku berjalan keluar kamar.

Di depan kamar, ku lihat Tante Mira makin nangis sejadi-jadinya. Aku pun memeluk, aku tau pasti rasanya sulit bagi seorang ibu melihat keadaan anaknya seperti ini. Aku coba menahan air mata ku, mencoba untuk kuat. Pundak Tante Mira tampak bergetar. Kini tante Mira melepas pelukan kami.

" ada satu hal yang tante gak ceritakan kesiapapun. Dua hari tepat 3 bulan Natha koma" suaranya tampak terisak. Aku pun mengangguk " Iya tante Dira ingat"

"Dua hari lagi dokter akan mencabut segala macam alat di tubuh Natha. ini sudah keputusan rumah sakit dan dokter disini. Semua alat itu akan di lepas kalau selama dua hari ini tidak ada perubahan terhadap kondisi Natha" suaranya makin tercekat, aku pun memeluk kembali Tante Mira, dagunya ia letakan di pundak ku, aku pun mengelus punggung tante mencoba menguatkannya.

"Natha pasti bangun Tante. Gausah khawatir, Natha pasti akan bangun. Pasti." sebisa mungkin aku meyakinkan dan mengelap air mata ku yang akan jatuh membasahi pundak Tante Mira.

Kamu harus bangun Nat. Harus.

Adira [ COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang