Bau obat-obatan pun menyeruak di hidung mancung Natha. Matanya menatap dinding dengan cat warna putih yang mendominasi di hadapannya. Dirinya kembali lagi mengunjungi tempatdimana biasanya ia menunggu Dilla maupun, namun kali ini berbeda, bukanlah Dilla ataupun Dea yang ia antar untuk cek up di rumah sakit melainkan dirinya.
Dua bulan yang lalu, Natha begitu kacau, keputusannya menjauhi Dira ternyata memberikan Dampak yang begitu besar bagi hidupnya. Perlahan demi perlahan hidupnya berantakan. Club malam selalu menjadi tempat tujuannya untuk melepaskan penat. Tiada hari tanpa menghabiskan minuman berakohol. Hanya alkohol yang dapat mengerti ia. Menghadirkan sosok wanita yang sangat ia rindu meskipun hanya hayalan fana, setidaknya dengan alkohol ia bisa melepas rindu dengan sosok wajah wanita yang selalu mengusik otaknya. Bahkan bukan hanya alkohol, rokoknya pun sudah tak terkendali dalam sehari ia bisa menghabiskan 3 bungkus rokok. Pernah sesekali Dimas membuang bungkus rokok Natha dan berakhir Dimas habis babak belur di hajar oleh lelaki tersebut. Bersyukur Natha tidak sampai menggunakan obat terlarang. Natha kembali menjadi Natha si anak club, Natha yang begitu rapuh dan hanya Dira lah obatnya.
Malam itu Natha datang kerumah Dea dengan keadaan dirinya yang telah mabuk berat. Tubuhnya berjalan sempoyongan. Matanya menyorotkan kesedihan yang mendalam. Senyumnya hanya fana. Tubuhnya memeluk erat Dea, bibir manisnya tiada henti menyebutkan nama Dira. Pelukanya makin mengerat, seakan ia tidak ingin kehilangan wanita yang berada di dekapnya tersebut. Dea hanya terdiam kaku dalam hangatnya pelukan Natha. Matanya terpejamkan, Napasnya sesak. ia menghancurkan hidup lelaki tersebut Ia tidak tahu harus merasa bagaimana. Natha bahkan tidak pernah memintanya menjadi pacar, karena dirinya yang meminta terlebih dahulu. Ia yang memintanya menjadi sepasang kekasih, memanfaatkan janji yang telah Natha berikan kepadanya. ia tidak ingin melepas Natha. Ia mungkin memiliki tubuh Natha, namun tidak dengan Hatinya. Namun rasanya tidak peduli, asal Natha selalu bersamanya.
Tak lama, pelukannya mengendur. Berkali-kali ia mendengar Natha mencoba menghirup nafas. Tangannya memeras sweater tepat di depan dadanya dengan keras, seakan merasaka sakit yang luar biasa dan tak lama tubuh Natha hilang kendali dan terjatuh. Dea panik, ia segera mengecek denyut jantung kekasihnya tersebut. Detak jantungnya pun tak beraturan, tangan dan kakinya terlihat bengkak dan hidungnya mengeluarkan darah.
Malam itu ia membawa Natha kerumah sakit dengan bantuan bibi yang berkerja di rumah untuk mengotong Natha kedalam mobil honda jazz miliknya. Dokter menjatuhkan fonis bahwa jantung Natha bocor. Satu kata yang mampu membalikan perasaannya. Tubuhnya seketika lemas tak berdaya
"apalagi hidup dengan satu ginjal dengan gaya hidup tak sehat seperti ini makin membuat kinerja ginjal melemah, makan makanan sehat dan hindari alkohol, kalau tidak saya tidak bisa menjamin. Belum lagi jantung pasien bocor yang memberat kinerja ginjal dan harus rutin cuci darah karena sudah sebulan pasien membolos cuci darah"
Dea memejamkan matanya, dadanya semakin sesak. Penjelasan dokter tersebut sangat menghantam tubuhnya ke dinding. Air matanya menetes membahasi pipi chubby nya. Dea membuka mata perlahan, tangannya dengan lembut menarik telapak tangan Natha dan menggenggamnya.
Dea benci hidupnya. Ia benci kenyataan bahwa lelaki yang ia cinta ternyata terkapar menderita penyakit parah. Natha tak pernah memintanya menjadi seorang pacar. Dea yang memintanya terlebih dahulu. Dea yang menggungkapkan lebih dulu dan ia sadar, Ia memiliki Natha namun tidak dengan hatinya, hanya sekedar bayangan Natha. Tak bisa kah Natha berbagi dengannya? Layaknya sepasang kekasih yang saling mencoba melengkapi. Mensupport satu sama lain, dalam duka maupun suka. Tak bisa kah Natha mencoba belajar mencintainya? Bukan kah cinta datang karena terbiasa? Ia juga ingin mendengar keluh kesah Natha, mensupportnya sembuh, membantunya melewati masa sulit, namun yang terpenting saat ini adalah natha sembuh.
***********************
Hari ini adaah hari terakhir try out ketiga bagi siswa kelas dua belas. Waktu mengerjakan soal baru saja berakhir sepuluh menit yang lalu. Dira merebahkan kepalanya di atas tas sekolah miliknya, otaknya terlalu panas mengingat betapa ia berusaha keras mengisi soal-soal ujian yang tak mudah. Kini saat lengang seper ini, otaknya kembali memikir kan Natha. Entah wajah Natha rasanya ada dimana-mana setiap dirinya lengah. Di kursi sampingnya, di dekat papan tulis, di pintu kelas bahkan di layar handphonenya. Segala kebersamaan yang telah terjalin tiga tahun, bukan hanya satu ataupun dua moment mereka habiskan bersama membuat Dira tak mudah melupakan Natha. Ia sudah terbiasa bersama Natha.
Suasana sekolahan tidak terlalu ramai, rata-rata hanya anak-anak berkumpul ke kantin menghabiskan waktu menenangkan diri dengan makan bersama teman-teman. Ini minggu kedua Natha tidak hadir ke sekolah. Dira tidak tahu kemana Natha pergi selama dua minggu ini. Mereka juga sudah memutuskan hubungan semenjak kejadian di taman malam itu. Sering kali Dira menghabiskan waktu di kantin dan berjalan melewati todis untuk mengecek keberadaan Natha ataupun menguping kabar lelaki tersebut.
Entah semenjak jauh dari Natha ia kehilangan semangat untuk sekolah, belum lagi dua minggu ini Natha hilang tanpa kabar. Kini langkah kakinya berjalan menuju pangkalan ojek depan sekolah. Rasa cemasnya tak dapat di bendung lagi, ia khawatir sesuatu menimpa Natha. Dua minggu kedepan ujian Nasional akan di mulai, ia cemas memikirkan nasib lelaki tersebut. Kini Dira dengan menggunakan ojek menuju rumah Natha. Ia hanya ingin mengecek apa terdapat mobil dan motor kesayangan lelaki tersebut. Setidaknya motor dan mobil tersebut merupakan tanda bahwa lelaki tersebut berada di rumah bersama ibu dan adiknya. Setidaknya ia sedikit lega kalau sesuatu terjadi menimpa lelaki yang ia cinta masih ada ibu Natha yang berada di sisinya dan hal tersebut mengurangi rasa cemas di dirinya.
"berhenti di depan pager hitam pak"
Tak lama motor ojek nya berhenti di depan rumah Natha. Rumah dengan design minimalis dengan warna putih dan abu-abu mendominasi. Tak lupa dengan pagar hitam tinggi dan post satpam di depan rumahnya.
Dira berjalan mendekati pagar rumah Natha, tampak tak ada kendaraan kesayangan lelaki tersebut. Rumah Natha tampak sepi. Hingga sebuah suara mengagetkan Dira
"eh neng Dira, nyari den Natha ya?" tanya Satpam yang biasa di panggil Babe.
"eh babe, iya Natha nya ada?"
"den Natha udah seminggu ga keliatan dirumah semenjak pulang dari rumah sakit, dirumah juga sepi "
"Natha sakit? Sakit apa be?" tanyanya cemas.
"aduh babe ga tau deh, pokoknya dua minggu lalu den Natha dirawat di rumah sakit sehabis pulang dari club"
"eneng mau masuk kedalem?" ujar satpam sambil membuka pintu untuk Dira.
"gausah deh be, Dira pulang aja.oiya jangan bilang Natha ya kalau Dira kesini"
"alah, alah eneng malu ya. Aduh anak muda yang sedang jatuh cinta. Iye, nanti ga babe bilangin"
"makasih ya be, Dira pulang dulu. Assalamualaikum"
"walaikumsalam"
Dan kini dirinya makin cemas. Dimana Natha sekarang? Apa Dea ada disana disaat sulit seperti ini?
Kamu dimana Nat???
segini dulu yaaaa, karena aku udah mulai kuliah jadi aku pending dulu lanjutinnyaaa tapi kalau nanti banyak yang ngevote dan comment lanjut inshaallah aku usahain sebisa aku aku kelarinnn, okeee:)
2 maret 2017
KAMU SEDANG MEMBACA
Adira [ COMPLETED]
Novela JuvenilSebagian cerita di PRIVATE jadi di saran kan untuk memfollow dulu agar tidak ter skip, enjoy reading😊 [awalnta berjudul "adira" pernah saya ganti menjadi "why me?! " dan sekarang kembali lg menjadi "adira"] Aku pernah merasakan indahnya jatuh cinta...