Selama 3 hari sudah Natha selalu bolak balik ke rumah sakit menengok keadaan Dea, hingga saat ini Dea masih belum tersadar dari koma nya. Ia setia menunggu Dea dari pulang sekolah hingga terkadang ia harus mandi dan siap-siap berangkat sekolah kembali. Yang ibu nya Natha tau ia tinggal di apartement nya sehingga memudahkannya menggurus Dea yang masih koma. Ia berjalan menulusuri lorong rumah sakit hingga ia masuk ke ruangan VIP nomer 30. Ia pun masuk ke dalam ruangan dan duduk di bangku menatap Dea yang masih terbaring di kasur. Sudah genap 3 minggu Dea tak sadar dari koma nya dokter sudah berulang kali masuk mengecek ke adaan namun hingga sekarang belum ada perubahan.
Hari ini Natha datang membawa bunga mawar segara, ya ruangan ini terlalu sepi hanya ada dia dan Dea sehingga ia menambahkan bunga mawar agar merubah suasana menjadi lebih segar dan cantik.
"hai Dea gue bawain bunga mawar nih buat lo biar udara disini setidaknya lebih sejuk, oiya lo bangun dong udah 3 minggu lo gak sadar-sadar emang lo gak kasihan sama orang tua lo?? Pasti mereka nyariin lo sekarang gue sama polisi udah berusaha mencari info keluarga lo tapi sampe sekarang belum dapet infonya nih maaf ya gue gak bisa bawa keluarga lo kesini. Bangun dong gak cape apa tidur mula selama 3 minggu?" sungguh Natha tidak tahu lagi harus berbuat apa. Sampai kapan ia harus menunggu seseorang kembali ke kehidupan nyata sedangkan tanda-tanda ia kembali ke kehidupan nyata belum juga ada.
Natha menggenggam tangan Dea membisikan sesuatu siapa tau ia bisa dengar di alam sana.
"gue Natha yang nolongin lo waktu itu. Tolong Dea lo bangun jangan tidur terus gini. Lo harus lawan, lo kuat ayo keluar dari alam sana Dea bangun. Keluarga lo pasti mencari lo. Ayo dea gue yakin lo denger kan? Bangun jangn terus tidur gini " ia pun melepaskan gengamannya dan berdiri dari kursi. Baru saja ia hendak melangkah namun matanya menangkap sesuatu. Jari kaki Dea pun bergerak seakan mengisyaratkan dirinya kini tersadar. Badan Natha mendadak kaku, hanya bisa berkedip untuk memastikan bahwa ini semua bukan hanya khayalannya semata. Dan benar, jari kakinya bergerak.
Seketika Natha langsung memencet tombol emanggil otomatis. Kini jari tangannya pun ikut bergerak. Tak lama suster dan dokter pun masuk ke dalam ruangan. "ada apa?" tanya sang dokter. "tangan dan kakinya tadi gerak dok. Tolong tanganin dia dok" jawabku gelagapan. Dokter itu pun dengan cekatan memeriksa kondisi Dea. "adik boleh keluar sebentar" kata salah satu suster kepada Natha yang masih berdiri di samping Dea
Natha pun berdiri menunggu di depan ruangan Dea, harap-harap cemas. Tak lama dokter pun keluar kamar dan diikuti oleh suster. Natha pun langsung menghampiri dokter.
"gimana keadaan teman saya, Dok?"
"selamat, teman anda sudah sadar namun benturan keras di kepalanya membuatnya amnesia dan jahitan di perutnya juga belum kering namun selebihnya oke. Silahkan masuk tetapi jangan ajak dia bicara terlalu banyak. Karena kondisinya belum pulih dan masih butuh banyak istirahat" penjelasan dokter membuatnya setidaknya sedikit lega, setidaknya kini Dea sudah sadar. Dea sudah sadar, bukankah itu pertanda baik sekaligus buruk? Ia mengidap amnesia, bagaimana Natha bisa mengembalikan hidupnya kembali kalau Dea sendiri amnesia? Bagaimana jika Dea tidak suka dengan kedatangan Natha karena merasa asing? Bagaimana kehidupan dia selanjutnya? Yang ia miliki hanya Natha sekarang. Dengan ragu Natha pun masuk kedalam ruangan menemui Dea.
Wajah cantik Dea sedang menatap jendela dengan tangannya yang di infus dan selang oksigen di hidungnya. Natha pun berjalan menghampiri Dea yang terbaring di kasur rumah sakit. Natha pun duduk di kursi yang terletak di samping ranjang dea. "elo siapa" tanya Dea yang kini menghadap Natha dengan bingung. "aw." Jeritnya saat mencoba mengerakan tubuhnya untuk duduk.
Dengan siggap ia memegang pundak Dea "jangan banyak gerak dulu, jaitan di perut lo belom kering kalau lo banyak gerak nanti jaitannya kebuka lagi" ia pun kembali duduk di bangkunya "gue Natha, gue waktu itu nolongin lo dari penjahat yang mau lo dan lo ditusuk dan gue bawa lo kerumah sakit. Polisi udah bantu gue mencari info keluarga lo namun sampai sekarang belum dapet jadi gue yang ngurus lo selama lo koma dirumah sakit"
Dea memandangi Natha yang duduk di sampingnya
"sudah berapa lama aku disini?" tanyanya berusaha mengingat. " Maaf gue gak inget apa-apa, bahkan gue gak inge nama gue siapa, oiya makasih Nath"
"sudah 3 minggu lo disini. Nama lo amira deandra gue nemuin nama lo di baju sekolah yang lo pakai. Iya lo amnesia tenang aja suatu saat ingetan lo bakal pulih kok. Gue panggil lo Dea ya" Balas Natha dengan lembut.
Dea pun mengangguk, tubuhnya terasa sakit dan masih lemas. "yaudah lo istirahat biar cepat pulih" Natha pun pergi keluar meninggalkan Dea sendiri di kamar. Dea butuh banyak istirahat ia baru saja pulih. Setidaknya melihat Dea sudah sadar membuatnya lebih lega.
*************
Hari ini sekolah berjalanan seperti biasa, sangat membosankan. Pelajaran bu Iyam membuat waktu berjalan sangat lama, sungguh membosankan!!. Dira pun hanya menccoret-coret dikertas, merasa bosan ia pun izin ke toilet. Ia pun berjalan menelusuri sekolah , sungguh entah sejak kapan ia berani untuk cabut dalam pelajaran. Pikirannya pun mengarah ke rooftop. Ya, rooftop bagaikan rumah Natha, ia selalu kesana sekedar untuk merokok atau pun cabut menikmati kesendiriannya. Kaki Dira pun melangkah menuju rooftop di lantai 5 sekolahnya, dari sana ia bisa memanjat tembok dan melihat jelas sekitaran belakang sekolah. Sesampainya di rooftop benar saja ia menemui Natha sedang duduk sendirian menatap sekitar dengan rokok di mulutnya. Ia pun duduk di samping Natha, namun Natha tak menyadari kehadirannya.
" kadang kita cuman butuh waktu sendiri, di tempat yang tenang buat ngelupain semua hal yang ngebebanin" ujar Dira, dirinya sudah duduk terdiam disitu namun Natha tak kunjung sadar akan kehadirannya hingga ia membuka percakapan. Menyadari ada seseorang di sampingnya Natha pun menoleh ke arah sumber suara tersebut. Dira duduk sejajar dengannya namun ia tak menyadari itu, mungkin ia terlalu fokus dengan pikiran di otaknya.
"udah lama duduk disini?" tanya Natha, ia pun menjatohkan dan menginjak rokoknya. Dira menatap lurus dan mengganguk. "kenapa di matiin rokoknya?" ia emang tak suka dengan asap rokok namun ia tak pernah mengutarakan itu ke Natha, ia pun tak pernah melarang Natha untuk berhenti merokok.
" karena dampak rokok berbahaya dan gue ga mau lo kena dampaknya. Ntar kalau lu mati gue jadi gak punya jodoh dong" dengan nadanya yang mengajak bercanda.
Dira menyenggol Natha dengan sikutnya sambil berdengus "gombal". Pipinya memerah, bibirnya pun melukis senyum sulit sekali ia sembunyikan rasa senangnya padahal ia sudah mencoba namun tomat merah di pipinya pun tetap saja keluar.
Natha pun yang sadar akan perubahan di pipi Dira malah membuatnya makin senang. Natha pun malah meletakan tangannya di pundak Dira. Sungguh tak tahu kak dirinya, sikapnya ini makin membuat jantung Dira berdisko, darahnya memuncak mukanya makin memerah. Bagaimana Dira bisa mengatasi rasa bapernya kalau Natha terus-terusan begini??
**********
![](https://img.wattpad.com/cover/61141446-288-k606579.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Adira [ COMPLETED]
Novela JuvenilSebagian cerita di PRIVATE jadi di saran kan untuk memfollow dulu agar tidak ter skip, enjoy reading😊 [awalnta berjudul "adira" pernah saya ganti menjadi "why me?! " dan sekarang kembali lg menjadi "adira"] Aku pernah merasakan indahnya jatuh cinta...