15. Gara-Gara Arjuna

11.3K 886 15
                                    

"Enggak perlu. Lo bisa tinggal secara cuma-cuma kok di rumah ini. Gue nggak bakal nganggep itu sebagai utang budi. Lagi pula di rumah ini udah ada pembantu yang dateng tiap pagi," kata Arjuna. Sembari berusaha menyamakan langkahnya dengan Aalea yang masuk lebih dulu.

Arjuna tak setuju jika Aalea jadi pembantu di rumahnya. Bukan apa, niat Arjuna itu tulus ingin membantu. Dan lagi ... Arjuna sudah memiliki pembantu. Pembantu itu sebenarnya milik rumah Keluarga Cakrawala alias rumah orang tua Arjuna namun karena pembantu di sana sangat banyak, Ayah Arjuna mengirim salah satu pembantunya itu. Tentu saja yang menggaji si pembantu adalah ayah Arjuna.

"Ya udah, kalau gitu gue nggak jadi aja." Aalea mengangkat kopernya. Hendak keluar dari rumah Arjuna.

"Oke! Oke! Lo jadi pembantu di rumah ini mulai detik ini!" Arjuna mencegah kepergian Aalea. Aalea merasa menang. Akhirnya ia menemukan tempat tinggal tanpa harus merasa berhutang budi. Sejujurnya Aalea tak mau tinggal di sini. Hanya saja, ia sudah dalam posisi buntu dan apa yang ia lakukan sekarang adalah jalan terbaik. Ia sudah memikirkannya berkali-kali.

"Oke. Urusan gaji terserah lo. Yang jelas gue punya peraturan. Yaitu ... kita nggak saling kenal di sekolah," ucap Aalea.

"Kalau gitu gue juga punya peraturan. Pertama, lo nggak boleh jutek sama gue. Kedua, kalau gue nanya lo musti jawab yang bener. Nggak boleh cuma 'bukan urusan lo'. Karena mulai sekarang urusan lo jadi urusan gue juga, paham?"

...

Aalea diam. Menatap dan menerawang langit-langit kamar mewah di rumah Arjuna ini. Ia tersenyum sendiri, membayangkan ekspresi Jaslyn jika diberitahu kalau Aalea kini tinggal di rumah Arjuna. Bahkan kamar Arjuna dan Aalea bersebelahan. Tapi Aalea akan tetap bungkam. Ia tak mau memberitahu sahabatnya dan menimbulkan kehebohan satu sekolah. Aalea tak mau.

Baru saja, Aalea menjatuhkan harga dirinya ke titik terendah yang ada di bumi ini. Menghapus gengsi dalam dada dan meminta bantuan dari Arjuna. Aalea tak ingin ini terjadi, namun mau bagaimana lagi? Inilah jalan terbaik. Lagi pula Aalea juga akan dapat keuntungan lainnya. Aalea bisa melihat cara belajar Arjuna serta mengetahui kelemahan pemuda itu. Dengan begitu, Aalea akan mudah mengalahkan Arjuna dan ia akan segera kembali ke rumah tercinta.

Gue berharap, pilihan ini nggak salah.

...

Celemek, sapu, pel, dan ember. Empat perlengkapan perang yang ada bersama Aalea saat ini. Ini masih pukul 4 dan ia sudah sampai pada tahap mengepel. Sesekali ia menyeka keringat yang ada di dahinya. Menguapkan rasa lelah karena membersihkan rumah Arjuna yang ternyata lebih besar dari perkiraannya.

Aalea memastikan tak ada satu debu pun yang menempel. Ia juga memastikan bahwa kegiatan bersih-bersih yang kini jadi kewajibannya tidak akan membuatnya terlambat sekolah. Itulah sebabnya Aalea bangun pukul 3 pagi dan mulai bersih-bersih.

Aalea akhirnya bisa tidur nyenyak semalam. Walau dinginnya AC sedikit mengganggu dan membuatnya meringkuk, namun tetap saja ia merasa sangat nyaman. Kamar yang ia tinggali sekarang jauh berbeda dari kamar hotel yang ia sewa kemarin. Saking kotornya, Aalea bahkan ingin menghapus ingatannya tentang hotel itu.

Huffttt.
Pekerjaannya selesai. Aalea menghempaskan tubuhnya ke sofa empuk ruang tamu. Melepaskan rasa penatnya di sana. Tugas Aalea belum selesai sepenuhnya. Gadis itu masih harus memasak untuk sarapan.

Aalea berdiri. Menuju kamarnya untuk membersihkan diri dan bersiap menuju sekolah. Ia akan memasak sarapan setelah ia berbenah.

...

Tuk. Tuk. Tuk.
Pisau yang menghentak telanan menimbulkan suara khas. Aalea fokus pada paprika, tomat, dan sayur-sayur lain yang ada di hadapannya. Celemek melapisi tubuhnya yang sudah terbalut rapi dengan seragam putih abu-abu.

Sejujurnya Aalea tak tau benar apa yang akan ia masak. Ia tak punya skill memasak. Di rumah pun tak pernah membantu sang ibu. Bukan karena ia tak mau, tapi karena terlalu sibuk pada tugas-tugas sekolah serta ambisinya untuk mengalahkan Arjuna.

Cess.
Aalea memasukkan telur yang sudah dicampurnya dengan paprika dan sayur-sayuran ke atas wajan teflon dengan sedikit olesan mentega di permukaannya. Aalea hanya mengikuti instingnya. Memasak apa yang ia bisaㅡtelur dadar. Ya, telur dadar memang satu-satunya yang bisa ia masak.

Aalea membolak-balik telur dadarnya menggunakan spatula. Tak sampai lima menit, telur dadar itu jadi. Wanginya mengundang cacing-cacing di perut untuk berdemo minta diberi makan. Telur dadar dengan warna kuning pucat itu diletakkan di atas piring keramik kemudian Aalea membawanya ke atas meja makan.

Aalea tersenyum. Tugas di hari pertamanya sukses ia laksanakan dengan baik. Ia duduk di kursi. Menanti Arjuna yang mungkin sekarang masih mandi. Tentu saja ia tak mungkin makan mendahului Arjuna. Bagaimanapun bencinya Aalea pada Arjuna, pemuda itu tetaplah majikannya.

"Wah ... masak telur dadar, ya, Aal?" tanya Arjuna yang baru saja keluar dari kamarnya.

Aalea baru saja hendak mengangguk. Tapi saraf di lehernya seakan mati. Kaku tak bisa bergerak. Bola mata Aalea seakan mendesak keluar dari rongganya dan darah gadis itu berdesir cepat. Secepat lari pemain bola yang ada di pertandingan tadi malam.

Bagaimana tidak, Arjuna topless! Satu-satunya yang melapisi tubuhnya adalah handuk putih sepinggang. Aalea si kentang introvert tak pernah melihat laki-laki dalam keadaan seperti ini sebelumnya. Aalea mengutuk matanya sendiri yang terus menerus memandang perut sixpack Arjuna. Anjir! Arjuna seksi banget.

Aalea menelan ludahnya susah payah. Aroma Arjuna yang maskulin makin membuat kacau pikiran gadis polos itu. Apalagi saat Arjuna duduk di hadapannya dengan santai seakan tak ada yang aneh.

Arjuna mengambil piring yang telah disediakan. Menempatkan nasi dan telur dadar ke atas sana. Apapun gerakan Arjuna membuat Aalea sulit bernapas. Pikiran Aalea kemana-manaㅡyang pastinya kotor. Entahlah, mungkin Aalea sudah tertular Bambang, ketua kelas XI MIA 2 yang mesumnya tak lagi bisa diselamatkan.

"Wah, telur dadarnya enak. Udah lama nggak makan telur dadar," ucap Arjuna memuji.

Suara Arjuna hanya terdengar bagai dengungan di telinga Aalea. Gadis itu fokus pada rambut basah Arjuna yang meliuk-liuk menggoda. Belum lagi jawline tajam serta jakun menonjol milik Arjuna. Gadis-gadis lain mungkin akan langsung menjerit kala melihat semua ini. Tapi Aalea? Ia berusaha tenang. Walau malah terlihat seperti patung penjaga museum. Aalea bahkan tak bisa menggerakkan tangannya untuk sekedar menyuapkan nasi ke dalam mulutnya. Rasanya terlalu sulit. Arjuna membuat paginya sulit!

"Lho, Aal? Kok nggak makan?" tanya Arjuna.

Ingin rasanya Aalea berteriak 'gara-gara lo, Bego!'. Namun ketahuilah ia tak bisa. Kau juga tak akan bisa jika ada di posisinya. Aalea hanya tertawa canggung. Ia berharap Arjuna tak akan menyadari kegugupan yang menyergap dirinya. Aalea tak kuat. Ia harus segera enyah dari tempat ini. Jika tidak maka mungkin ia akan mati konyol.

Aalea melirik jam dinding. Baru pukul setengah enam. Aalea harus berangkat sekolah. Ia tau itu terlalu awal. Tapi akan lebih baik dari pada mata dan otaknya terkontaminasi pikiran-pikiran aneh.

"G-g-gua b-berangkat d-duluan. A-ada piket!" Aaela menyambar tas ranselnya dan berjalan cepat keluar rumah.

Arjuna menaikkan alisnya tak mengerti, "Rajin banget piket jam segini."

...

Murid-murid kelas XI MIA 2 sudah keluar dari kamar ganti ketika Aalea sibuk mengacak-acak tas serta lokernya. Ia mencari sesuatu. Padahal sekarang sudah pukul 08.50. Yang berarti ia hanya punya waktu sekitar sepuluh menit lagi untuk turun ke lapangan. Jika lewat, maka sudah pasti ia akan dihukum oleh Pak Pancaㅡsang guru olahraga.

Aalea panik. Sepertinya ia benar-benar lupa membawa hal penting untuk hari ini. Ia telah mencari dimanapun dan tak bisa menemukannya. Aalea mendesah kesal.

Sial. Gara-gara Arjuna topless, gue sampai lupa bawa baju olahraga. Mampus.

Teenfictale #1: Prince Charming Next RoomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang