27. Demam

10.7K 846 17
                                    

Pemuda yang sedang mendekap terus membolak-balikkan halaman demi halaman novel bersampul biru gelap itu. Sementara gadis yang sedang didekap itu makin kehilangan fungsi biologis tubuhnya. Bacaan yang ada di hadapannya pun terasa kabur. Tak ada satu katapun yang bisa ia baca sedari tadi.

Jantungnya berdenyut keras. Ia merasakan dua hal dalam waktu bersamaan. Gugup sekaligus nyaman. Bahkan rasa nyaman itu makin menjadi-jadi. Matanya mulai berat dan ia pun menutup sepasang bola matanya. Memblokir cahaya yang mendesak masuk. Hingga tanpa sadar ... ia sudah jauh ... masuk ke dalam alam mimpi.

...

Aalea terbangun karena secercah cahaya mentari yang menerpa bagian kelopak matanya. Ia melirik jam dinding. Sialnya, sudah pukul delapan. Memang, sih, ini hari libur. Namun harusnya pukul enam tadi ia pergi ke pasar untuk berbelanja seperti minggu-minggu lalu.

Aalea melihat ke samping kanannya. Ada Arjuna di sana. Pemuda itu masih terlelap dengan posisi semalamㅡkepala Aalea berada di lengannya.

Aalea menatap wajah Arjuna lekat-lekat. Hembusan napas Arjuna yang tenang dan beraturan membuat poni Aalea berterbangan kecil.

Gadis berambut hitam itu merasa sangat segar pagi ini. Setelah ia ingat lagi, ia tidur dengan sangat nyenyak semalam. Bahkan bisa dikatakan Aalea tak pernah tidur senyenyak itu sebelumnya.

Sekarang Aalea malah bingung. Haruskah ia berterimakasih pada Arjuna karena membuat tidurnya nyenyak atau malah mendecak sebal karena Arjuna membuatnya terlambat bangun dan tak bisa pergi ke pasar?

Aalea yakin, sekujur tubuh Arjuna pasti sakit karena harus tertidur dengan posisi demikian semalaman. Entah apa sebabnya, Aalea mengulum senyum di bibirnya. Ia kemudian beranjak dari ranjang dengan hati-hati. Berusaha tak sedikitpun menimbulkan suara dan akhirnya membangunkan Arjuna dari tidur lelapnya.

Tangan Aalea menarik selimut dan membalutkannya di tubuh Arjuna. Perlu diakui, wajah Arjuna terlihat sangat tampan walau dalam posisi tidur. Dan ... itu membuat desiran-desiran tak biasa dalam benak Aalea kembali muncul.

Aalea menggeleng-gelengkan kepalanya. Seolah sedang menyadarkan pikirannya yang sedari tadi fokus pada Arjuna. Ia kemudian keluar kamar dan mengambil sapu.

...

Huft. Aalea menghembuskan napasnya berat. Ia lelah. Rasanya sapu dan pengepel telah menyerap seluruh tenaga yang ia miliki.

Ia baru saja membersihkan kediaman pribadi Arjuna ini. Rasa lelahnya sudah jelas berbeda jika dibandingkan saat Aalea membersihkan rumahnya sendiri yang terbilang sangat sederhana itu.

Aalea mencium bau tak sedap yang muncul dari tubuhnya. Ya, sudah saatnya ia mandi.

Gadis itu memutuskan untuk naik ke kamarnya. Ia terkejut ketika mendapati Arjuna masih tertidur nyenyak di ranjangnya. Namun Aalea menyadari suatu kejanggalan pada Arjuna. Wajah pemuda itu pucat.

Aalea mendekatkan punggung tangannya dan mengecek suhu badan Arjuna. Benar saja, pemuda itu demam tinggi.

Tubuh Arjuna beberapa kali bergetar seperti sedang kedinginan. Tangannya juga reflek menarik selimut sampai menutupi empat perlima bagian tubuhnya.

Aalea panik. Ini pertama kalinya ia berhadapan dengan orang sakit. Selama ia hidup, ia belum pernah melihat orang tuanya sakit. Pernah, sih, tapi hanya sekadar batuk dan pilek. Tidak lebih.

Gadis itu segera mengambil handuk kecil dari dalam lemarinya. Kemudian turun ke bawah dengan tergesa-gesa dan kembali seraya membawa satu baskom air hangat.

Aalea segera memasukkan handuk kecil ke dalam air. Tak lama, Aalea memerasnya dan kini handuk kecil itu resmi bertengger di dahi Arjuna. Kompres adalah pertolongan pertama terbaik yang terpikirkan oleh Aalea.

"Bunda ...." Arjuna meracau kecil. Efek dari demam tinggi yang ia derita.

Aalea menatap Arjuna iba. Arjuna pasti kangen bundanya, deh.

Entah dapat ilham dari mana, Aalea tiba-tiba saja menyentuh tangan Arjuna. Seolah memberikan kekuatan pada Prince Charming SMA Nusantara itu.

"Lo mesti cepet sembuh, Jun. Biar bisa ketemu bunda," ucap Aalea.

Aalea tersenyum tipis. Ia kemudian berinisiatif untuk kembali meluruskan niatnya yang tadi mau mandi. Saat Aalea hendak pergi, Arjuna menggenggam tangannya erat. Padahal pemuda itu masih tenggelam dalam tidur lelapnya.

"Bunda ... jangan tinggalin Juna," desisnya.

Aalea makin iba melihat Arjuna. Gadis itu pun duduk di samping ranjang. Berkeputusan untuk terus menemani Arjuna sampai pemuda itu bangun.

...

Lampu-lampu kediaman Arjuna Dirga Cakrawala satu persatu menyala. Menerangi setiap sisi tanpa celah. Menemani seorang gadis yang sedang memasak sesuatu di dapur sendirian.

Aroma masakannya mulai tercium. Bahkan menutupi aroma keringatnya yang sama sekali belum disucikan sejak tadi pagi.

Ia melirik ke arah jendela. Melihat sejenak perpaduan awan abu-abu di langit malam. "Bentar lagi ujan," bisiknya pada angin.

Tangannya dengan lincah menuangkan bubur buatannya ke atas mangkok. Ia mengambil obat di kotak P3K dan segelas air putih. Gadis itu meletakkan ketiganya pada nampan berbahan dasar kayu.

Tanpa berlama-lama lagi, ia menapakki tanggaㅡmenuju kamarnya sendiri. Dalam kamarnya masih terbaring seorang pemuda dengan handuk kecil di dahinya yang baru saja diganti sepuluh menit lalu.

Gadis ituㅡAaleaㅡmeletakkan nampan yang ia bawa di atas nakas. Ia kemudian duduk di samping ranjang dan menyentuhkan punggung tangannya di dahi Arjuna.

"Panasnya udah turun," desisnya.

Aalea menopang dagunya. Jam sudah menunjukkan pukul delapan.

"Kok lo tidur terus, sih, Jun? Lo kan bukan putri tidur," gumamnya.

Hoamm. Suasana yang tenang ditambah dinginnya pendingin ruangan membuat Aalea mengantuk.

Ia membaringkan kepalanya di lengan. Posisinya memang kurang nyaman. Tapi ... posisi apapun akan terasa nyaman untuk orang yang mengantuk, kan?

...

Napas gadis itu mengalir beraturan. Ia menengadahkan kepala sesaat setelah tersadar dari tidurnya.
Otot-otot kakunya diregangkan. Kotoran di tepi mata pun dibersihkan. Lalu ia menatap langit di luar jendela yang masih gelap. Ini baru pukul empat dan jelas saja matahari Kota Jakarta belum timbul. Senin lagi, batinnya.

Senin. Hari dimana pekan baru dimulai. Hari yang biasanya paling dibenci oleh murid maupun karyawan kantoran. Sama seperti Aalea. Gadis itu juga cukup mmbenci hari senin. Rasanya liburan yang ditawarkan hari minggu belum bisa memuaskan kelelahan Aalea.

"Males banget sekolah hari ini. Kemarin juga nggak bisa istirahat full. Apalagi Arjuna sakit," gumamnya.

Aalea kemudian membelalakkan matanya secara tiba-tiba. Ia teringat akan sesuatu setelah mengucapkan gumamannya tadi. Matanya langsung melihat ke arah ranjang. Ranjang itu kosong. Pemuda yang kemarin berbaring di sana telah tiada.

"Arjuna kemana?"

Teenfictale #1: Prince Charming Next RoomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang