37. Seribu Jangan-Jangan

10.2K 784 40
                                    

Entah Arjuna tau darimana perihal ulang tahun Aalea. Aalea tak ingin memikirkannya. Yang jelas sekarang di atas meja sudah ada sebuah tiramisu dengan lilin berbentuk '17' di sana.

Arjuna menghidupkan api di kedua sumbu lilin itu. Dengan wajahnya yang memar-memar--tapi masih tampan--itu, ia mulai bersenandung, "Selamat ulang tahun. Selamat ulang tahun. Selamat ulang tahun Aalea. Selamat ulang tahun."

Aalea tersenyum. Entah bagaimana, melihat Arjuna begini berhasil membuat pelupuk Aalea basah. Gadis itu berusaha mengelap matanya. Tidak ingin Arjuna melihatnya. Dan ....

Fuh!
Aalea meniup kedua lilin itu dalam sekali tiup.

"Semangat banget niupnya, Aal. Ilernya ngikut itu," ejek Arjuna.

Aalea tertawa kecil.

"Maaf karena telat banget. Tapi hari ulang tahun lo masih dua jam lagi ini. Ayo ngelakuin semua hal yang lo mau dalam dua jam ini," kata Arjuna.

Bahkan Aalea sendiri lupa bahwa hari ini adalah hari ulang tahunnya. Di tahun-tahun sebelumnya, hanya Jaslyn yang akan mengucapkan selamat ulang tahun untuknya. Orang tua? Mereka ingat, hanya saja memilih untuk diam karena prinsip 'umur makin pendek kok dirayain'. Ia senang tahun ini ada orang lain yang mengingatnya. Arjuna.

"Are you sure?" tanya Aalea memastikan. Arjuna mengangguk.

...

"A-a-ah. Pelan-pelan, Aal," rengek Arjuna.

"Ini juga udah pelan-pelan. Lagian kenapa juga sih mukanya bisa begini?" omel Aalea selagi membalurkan obat merah di atas luka-luka Arjuna.

Bukan minta keliling Jakarta, minta makan di restoran mewah, atau minta dibelikan barang branded. Bukan itu yang Aalea minta ketika Arjuna bilang akan melakukan semua hal yang gadis itu mau selama dua jam kedepan. Yang Aalea minta cukup sederhana, mengobati seluruh luka Arjuna.

Tempelan plester merupakan sentuhan terakhir dalam rangka mengobati Arjuna. Kini Aalea tersenyum puas. Ia sama sekali tidak bertanya mengapa wajah Arjuna jadi sedemikian rupa. Karena ia percaya, Arjuna akan bercerita jika dirasa perlu.

"Thanks, Aal."

Aalea hanya mengangguk, "Ya udah. Istirahat sana. Udah jam setengah dua belas."

...

Hening dan sendiri. Dua hal yang benar-benar Arjuna butuhkan saat ini. Bertemankan suara denting jarum jam, kamar yang remang-remang, dan angin yang menerobos masum dari jendela.

Seluruh kejadian hari ini berputar di kepalanya bagai film kilas balik. Tentang pelajaran di kelas, tentang ia dan bola basketnya, tentang Ilgy yang tiba-tiba memukulnya, serta tentang bagaimana Aalea mengkhawatirkannya.

Arjuna merasa seperti orang paling brengsek di dunia saat mendengar caci maki Ilgy tadi sore. Ya, mungkin memang begitu. Mungkin selama ini Arjuna ialah si brengsek. Bukannya tokoh protagonis yang selalu baik hati. Mungkin selama ini ia tak lebih dari seorang laki-laki jahat yang merenggut kebahagiaan orang lain.

Arjuna kembali mengingat tentang orang-orang yany dekat dengannya. Bunda, Shafeera, Kandhira. Tiga perempuan yang paling disayang Arjuna. Dan tiga-tiganya menderita. Karena Arjuna.

Bunda menderita karena Arjuna tidak bisa menarik perhatian ayahnya. Shafeera menderita karena Arjuna hanya main-main pada perasaannya. Kandhira menderita karena dijadikan pelampiasan balas dendam oleh kejahatan yang dilakukan Arjuna. Semuanya karena Arjuna.

Teenfictale #1: Prince Charming Next RoomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang