8. Love In The First Sight?

12.5K 956 3
                                    

Duduk sebangku dengan Arjuna. Sepertinya satu kalimat dengan empat kata barusan adalah impian dari seluruh siswi SMA Nusantara. Dan kini kesempatan untuk mewujudkan impian itu ada pada Aalea. Sayangnya, gadis itu tak punya impian seperti itu. Aalea hanya duduk tenang di bangkunya. Jujur, ia merasa kesal karena harus duduk dengan Arjuna. Alasan utama adalah karena Aalea memang benci pada Arjuna. Alasan lainnya, Aalea benci jadi pusat perhatian karena duduk di samping Arjuna.

Gadis-gadis melirik Aalea dengan tatapan iri. Aalea masih terus bertanya-tanya dalam hati, Kenapa sih cewek-cewek pada tergila-gila sama Arjuna? Pertanyaan yang muncul sejak kelas sepuluh itu tak pernah Aalea temukan jawabannya. Padahal jawaban dari pertanyaan itu sudah jelas. Sangat jelas.

Kata orang, anugerah yang dimiliki seorang laki-laki itu ada tiga. Ketampanan, kekayaan, dan kecerdasan. Rata-rata seorang laki-laki hanya akan memiliki dua dari ketiga hal yang telah disebutkan itu. Biasanya yang pintar dan kaya, wajahnya tidak tampan. Yang pintar dan tampan, biasanya miskin. Dan seterusnya. Tapi Arjuna berbeda. Arjuna punya ketiganya. Arjuna tampan, cerdas, mapan. Komposisi sempurna bukan?

Arjuna layaknya tokoh Gary Stu dalam novel-novel gagal. Aalea tau bahwa Arjuna pasti punya kekurangan dalam dirinya. Tapi apa itu? Entahlah. Aalea tak tau pasti dan memang tak mau tau.

Tet!!!
Bel tanda istirahat berbunyi. Aalea bergegas membereskan alat tulis dan buku-bukunya. Diiringi dengan Robian yang memberi salam penutup di depan sana, "Baiklah. Hari ini cukup sampai di sini. Selamat pagi."

Terakhir, Aalea menutup resleting tas ranselnya. Ia ingin segera keluar dari kelas ini. Tatapan-tatapan iri dari para penggemar Arjuna sudah membuatnya risih dan tentunya muak. Mereka bertingkah seolah-olah Aalea akan merebut sang Prince Charming dari mereka. Memangnya siapa juga yang akan melakukan hal sehina itu? Aalea bahkan tak tertarik satu persen pun pada Arjuna.

Aalea hampir saja melangkahkan kakinya keluar kelas. Kalau suara serak-serak Arjuna tak menghalanginya.

"Aalea, boleh minjem buku ekonomi nggak? Gue kan baru gabung ke kelas lintas minat ini. Gue belum punya buku. Jadi boleh nggak minjem punya lo buat contoh?" tanya Arjuna.

"Nggak. Pinjem aja sama yang lain," singkat Aalea.

Arjuna tersenyum. Kemudian berkata, "Oh, iya. Nggak papa kok. Besok jangan telat ya ke tempat olimpiade."

Aalea tak menggubris perkataan itu. Gadis itu lebih memilih berjalan keluar kelas.

Aalea tak sudi meminjamkan bukunya pada Arjuna. Sialan. Kenapa dia harus masuk kelas ekonomi, sih? Padahal gue seneng karena dia anak geografi dan gue nggak dibanding-bandingin sama dia di kelas ekonomi. Eh dia malah pindah ke kelas ekonomi! Sial banget gue! Aalea berulang kali merutuki nasibnya di dalam hati. Keputusan pindah yang dipilih Arjuna dari geografi ke ekonomi kini membuat Aalea frustasi. Melihat wajah Arjuna sekilas saja sudah membuatnya muak. Apalagi jika setiap dua jam dalam seminggu Aalea harus sekelas dengan Arjuna? Bukankah akan lebih memuakkan?

Bruk!
Aalea yang sibuk dengan pikirannya tak sengaja menabrak seseorang. Ia tidak sampai terjatuh. Begitu pula orang yang ia tabrak. Ralat, Aalea bukannya menabrak seseorang. Namun seseorang itu sengaja berhenti di depan Aalea dan membuat gadis itu menabrak dada bidangnya.

"Pak Robian?" lirih Aalea.

Robian tersenyum. Gadis kuncir kuda di hadapannya meminta maaf, "Maaf, Pak. Saya nggak sengaja."

"Aalea, kan?" tanya Robian.

Aalea mengangguk. Robian tak kunjung melepaskan senyumnya. Entahlah, melihat Aalea membuatnya ingin terus-terusan menebar senyum. Bunga-bunga dalam hatinya bersemi dan membuatnya ingat pada kejadian satu tahun yang lalu. Tepat saat ia reuni kecil-kecilan bersama teman-temannya di sekolah ini.

Kemeja putih, celana jeans biru denim, sepatu kulit warna cokelat. Sebuah paduan sempurna untuk seorang pemuda berkulit sawo matang bernama Robian Garuda Cakrawala. Wibawanya sukses membuatnya menjadi pusat perhatian. Tentu saja, siapa juga yang bisa menolak aura kuat dari pemuda segagah Robian?

Banyak gadis yang meliriknya. Banyak pula yang memberi sapaan manja serta senyuman-senyuman menggoda. Semuanya cantik. Namun tak ada satu pun yang menarik hati Robian. Sang pangeran sekolahㅡdi masanyaㅡ itu sudah terbiasa dengan keadaan seperti ini. Menjadi pusat perhatian bukan hal baru baginya.

Robian terus berjalan dengan perasaan biasa. Hingga seorang gadis berkuncir kuda lewat di sampingnya. Tidak. Gadis itu sama sekali tidak memberikan sapaan manja maupun senyuman menggoda. Wajahnya datar dan langkahnya lurus ke depan. Seketika darah Robian berdesir cepat. Sesuatu dalam rongga dadanya meronta-ronta tidak normal. Robian bahkan menghentikan langkahnya dan mengamati setiap langkah yang ditempuh gadis itu lekat-lekat.

Robian bukanlah seorang penggemar roman picisan yang percaya dengan namanya 'cinta pada pandangan pertama'. Namun detik ini pula Robian tau ... bahwa cinta pandangan pertama itu ada.

"Pak? Pak?"

Suara Aalea menggiring Robian kembali dari alam bawah sadarnya. Pertemuan pertamanya dengan Aalea satu tahun yang lalu terus membekas di kepala Robian. Itulah sebabnya, ia kembali ke SMA Nusantara. Hanya untuk menemukan si gadis berkuncir kuda yang telah membawa lari hatinya. Dan sekarang ... gadis itu tepat di hadapannya.

"Kalau tidak ada yang mau dibicarakan lagi, saya permisi," tutur Aalea.

Satu langkah.

Dua langkah.

Greb!
Robian menggenggam pergelangan tangan Aalea. Membuat gadis itu kembali mengalihkan pandangannya pada Robian.

"Ada apa, Pak?"

Robian mendadak canggung. Ia tak tau harus bicara apa. Robian merutuki perilakunya sendiri. Harusnya ia tidak menggenggam pergelangan Aalea seperti sekarang ini. Bagaimana jika Aalea mendadak takut padanya dan menjauhinya karena hal ini?

"E-eng-enggak papa. Saya tadi mau nanya sesuatu tapi lupa," bualnya.

Aalea mengangguk dan Robian perlahan melepaskan genggamannya. Aalea permisi. Berjalan meninggalkan si guru baru yang masih mematung di sanaㅡmenatap punggung Aalea yang kian lama kian menjauh.

...

Brak!
Aalea membaringkan kepalanya di meja belajar hingga menimbulkan efek suara terhentak. Seragamnya belum diganti dengan baju rumahan. Wajahnya juga masih lusuh tak bersemangat.

Drrt ... drrt ... drrt.
Aalea menatap ponsel pintarnya yang berada tak lebih dari dua puluh sentimeter di hadapannya. Panggilan dari Jaslyn Wiradrana. Dengan malas gadis itu mengeser tombol hijau di ponselnya.

"Halo?"

"...."

"Sorry. Gue pulang duluan. Lagi badmood soalnya."

"...."

"Bayangin aja, Arjuna pindah ke kelas lintas minat ekonomi. Enek banget gue."

"...."

"Terserah lo, Jas. Gue males denger argumentasi lo yang muji-muji Arjuna mulu. Gue mau belajar, besok olimpiade."

Tanpa persetujuan dari sang lawan bicara, Aalea memutuskan sambungan telepon mereka. Diambilnya buku fisika yang berada di atas meja. Ia mulai menegakkan posisi duduknya.

"Pokoknya gue musti menang di olimpiade ini. Biar nggak dibanding-bandingin mulu sama Arjuna!" serunya pada diri sendiri.

Teenfictale #1: Prince Charming Next RoomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang