30. Untuk Pertama Kali

10.8K 907 34
                                    

Mentari di sisi senja menemani Aalea yang sedang melangkahkan kakinya malas. Gadis itu berdecak karena merasakan kebas di sekujur kakinya. Berjalan dari rumah Arjuna ke rumah Ilgy ternyata bukanlah sebuah ide yang bagus.

Akhirnya, pilar megah rumah Ilgy terlihat oleh pandangan mata Aalea. Gadis yang peluhnya sudah mengalir jatuh itu segera bergegas. Ia ingin segera duduk di sofa dan mengistirahatkan kakinya.

Ting-Tong.
Aalea memencet bel rumah mewah Keluarga Syailendra ini. Berharap akan ada yang segera membukakan pintu dan membuat Aalea bisa mengistirahatkan kakinya.

Klek.
Pintu megah berbahan kayu jati itu terbuka. Seorang pelayan berseragam rapi mengulum senyumnya.

"Tutornya Den Ilgy, ya?" tanyanya.

Aalea mengangguk. Nada bicaranya yang sopan membuatnya meyakini bahwa mungkin para pembantu di rumah ini melewati tes dan pelatihan ketat.

"Maaf, Non. Den Ilgy nggak di rumah. Dia bilang maunya belajar di kafe langganannya. Ini alamatnya. Non harus kesana," katanya seraya menyodorkan secarik kertas kepada Aalea.

Aalea menganga. Apa baru saja ia tak salah dengar? Tidak. Tentu tidak. Pendengaran Aalea masih baik-baik saja.

Darahnya mendidih. Kakinya sudah pegal dan sekarang Ilgy tak ada di rumah? Konyol. Sangat konyol.

Aalea terpaksa mengangkat kakinya dari rumah berpagar tinggi itu. Kali ini ia tak mungkin berjalan dari rumah Ilgy ke kafe itu, kan?

...

Tak satupun bus di Jakarta ini yang lewat di depan halte tempat Aalea berada. Gadis itu melirik ponselnya. Memastikan bahwa ia masih ada pada zona waktu operasional bus.

Aalea menghentakkan kakinya kesal tepat saat tiba-tiba sebuah mobil berhenti di hadapannya tanpa ia sadari. Pemilik mobil itu keluar dengan sebuah senyuman yang merekah indah.

"Kak Robian?"

"Kamu ngapain di sini, Aal?" tanya Robian yang kini telah ada di depan Aalea.

"Nunggu bus, Kak."

"Mau kemana?"

"Ke alamat ini." Aalea memberikan kertas berisikan alamat yang tadi disodorkan oleh pelayan kediaman Ilgy.

"Saya anterin, yuk!" ajak Robian.

Awalnya Aalea ragu. Namun, gadis itu akhirnya menyetujui ketika menyadari bahwa sedari tadi tak ada satu bus pun yang lewat di hadapannya.

Bagai memperlakukan seorang putri, Robian membukakan pintu mobilnya untuk Aalea. Gadis itu memasukki mobil dan duduk dengan tenang. Tak lama Robian menyusul.

Senyum tak kunjung memudar dari bibir Robian. Senyuman indah itu sukses membuat Aalea sejenak melupakan tentang amarahnya pada Ilgy.

"Kamu ngapain mau ke kafe?" tanya Robian.

"Hah?" Aalea yang gagal fokus meminta Robian mengulangi pertanyaannya.

"Ini, kan, alamat kafe." Robian mengibas-ngibaskan kertas alamat yang diberikan Aalea.

"Ah ... itu ... saya sekarang jadi tutor sebaya gitu. Belum lama, sih. Ini baru pertemuan kedua. Terus orang yang saya tutorin maunya belajar di situ," jawab Aalea.

"Wah ... berarti nanti kalau dapet gaji pertama kamu harus traktir saya, ya," canda Robian.

Aalea tertawa singkat, "Pasti."

Mobil itu melewati jalan yang relatif sepi. Pohon-pohon palem ditanam sepanjang jalan. Terlihat cukup indah. Tapi tak seindah bunga-bunga yang bermekaran di hati Robian.

Pemuda itu senang bisa bertemu dan mengantarkan perempuan yang disukainya dengan tak sengaja sore ini. Bisa disebut sebagai sebuah kebetulan. Tapi Robian bukanlah orang yang memercayai 'kebetulan'. Baginya, 'takdir' terdengar lebih bagus daripada 'kebetulan'.

Ban mobil Robian berhenti tepat di depan sebuah kafe bergaya klasik dengan arsitektur ala Prancis. Aalea memang jarang menonton televisi, tapi ia tau bahwa kafe megah yang berdiri gagah di hadapannya itu pernah masuk acara tur kuliner di salah satu saluran. Dan dari acara itu Aalea tau, tak satupun harga hidangan kafe ini yang sesuai untuk keadaan kantongnya.

Aalea tersenyum tipis dan mengucapkan terima kasih pada Robian sebelum ia turun dari mobil. Kemudian ia memasukki kafe itu dengan rasa percaya diri. Di depan kafe itu berjajar puluhan mobil-mobil mewah yang entah berapa tinggi kalkulasi harganya jika dijual.

Seorang pelayan menyapa Aalea dengan megah dan menanyakan apa Aalea sudah membuat reservasi. Gadis itu menjawab ragu-ragu, "Ilgy?"

Tiba-tiba seluruh pelayan memberi tundukan hormat. Gadis itu diantar ke lantai paling atas kafe ini menggunakan lift transparan berbahan dasar kaca. Mirip kapsul yang biasa Aalea lihat di film-film bergenre Scince Fiction.

"Tuan Ilgy sudah menunggu di dalam," katanya sambil membukakan salah satu pintu.

"Terima kasih."

Aalea masuk ke dalam ruangan itu dan sedetik kemudian matanya nanap karena takjub.

Ruangan ini berbeda dari bagian bawah kafe. Ruangan ini hanya berisi satu set meja dan kursi mewah bergaya Prancis dengan lukisan-lukisan klasik yang Aalea sendiri tak tau siapa pelukisnya. Dalam sekali lihat pun orang bodoh akan tau jika ini adalah ruangan VIP.

Ilgy duduk di salah satu kursi dengan earphone yang bertengger di telinganya. Aalea melepas paksa earphone itu dan membuat Ilgy mendengus kesal.

"Lo apa-apaan, sih? Nggak mau belajar di rumah tapi nggak ngasih tau dulu. Gue kan capek jalan ke rumah lo. Eh ternyata lo nggak ada," protes Aalea.

"Gue mau ngasih tau. Makanya gue manggil lo ke halaman belakang sekolah tadi. Tapi lo malah pergi duluan sebelum gue ngomong. Salah siapa?" Ilgy dengan santai membalikkan seluruh perkataan Aalea.

Ya, apalagi respon Aalea jika bukan bungkam?

"Ini ruangan VIP, ya? Kenapa lo harus nyewa ruangan VIP, sih? Apa semua orang kaya suka mamerin harta," ucap Aalea lama-lama makin mengecil.

Ilgy memutar matanya jengah.

"Denger, ya, kalau nggak di ruang VIP, mana bisa gue belajar fokus? Terus, gue nggak nyewa tempat ini. Kafe ini punya bokap gue," papar Ilgy.

Aalea menelan ludahnya. Tak menyangka bahwa bangunan mewah ini milik Keluarga Syailendra. Aalea yakin di luar sana masih ada ratusan bangunan milik Keluarga Syailendra yang tak ia ketahui.

"Ya udah. Yuk, mulai belajar!" ajak Aalea.

...

"Ini." Ilgy menyodorkan buku tulisnya pada Aalea yang sedang sibuk membaca buku novel pemberian dari Arjuna.

Aalea mengganti fokusnya pada buku milik Ilgy. Di sana telah ada jawaban Ilgy dari dua puluh soal matematika yang diberikan Aalea. Aalea mengambil pena merahnya. Menyoret beberapa nomor dengan pena itu.

"Lo salah empat. Artinya dapet nilai 80. Tuntas. Ternyata lo nggak bego banget, kok," ucap Aalea sekenanya.

Aalea mengemas bukunya dan memasukkannya ke dalam tas.

"Pertemuan kita hari ini cukup. Belajar lagi, ya, Ilgy." Aalea tersenyum seraya mengacak puncak kepala Ilgy seolah memberitahu bahwa Ilgy sudah melakukan yang terbaik sore ini.

Aalea berlalu ditelan pintu kayu berbahan kayu mahoni yang diukir sedemikian rupa. Meninggalkan Ilgy yang kini menyentuh dada bagian kirinya.

Di sana ... dalam rongga itu ... jantung Ilgy berpacu cepat. Pertama kali di hidupnya, seseorang memperlakukannya seperti tadi. Pertama kali di hidupnya, ia merasa pipinya memanas. Pertama kali di hidupnya, ia merasa ingin memiliki seseorang. Dan orang itu adalah Aalea. Ya, Aalea. Si kentang introvert yang tak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan Kandhira.

Teenfictale #1: Prince Charming Next RoomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang