28. Sisi yang Lainnya

10.5K 903 17
                                    

Aalea melangkahkan kakinya tergesa-gesa. Mulai dari dapur, kamar, sampai halaman belakang sudah ia telusuri. Sepasang bola matanya juga tak berhenti mengawasi. Namun tetap saja ... Arjuna tak bisa ditemukan.

Tuh anak kemana, sih? Dia kan sakit. Aalea mulai menggigiti kukunyaㅡcemas.

Klek. Pintu depan terbuka. Seorang pemuda lengkap dengan pakaian dan sepatu olahraga baru saja memasukki rumah. Jangan lupakan cucuran keringat yang menimbulkan kesan seksi itu.

"Arjuna! Lo dari mana aja?" cicit Aalea.

"Olahraga," jawab Arjuna santai.

"Lo kan sakit!" ujar Aalea. Oh, lihatlah. Ia sudah mirip seorang ibu yang mencemaskan anaknya saat ini.

"Gue udah sembuh, kok. Gue balik karena mau mastiin lo udah bangun apa belum," kata Arjuna.

"Mastiin? Buat apa?"

Arjuna tersenyum. Wajahnya yang kemarin pucat seperti mayat hidup sudah kembali mendapatkan auranya.

"Gue mau ngajakin lo olahraga. Yuk!" seru Arjuna bersemangat.

"Nggak. Gue nggak minat. Mending gue belajar. Karena semalem gue nggak belajar," tolak Aalea.

Arjuna berkacak pinggang. Ia menggelengkan kepalanya.

"Yang lo tau itu cuma nilai, ya? Pantesan aja perut lo buncit," ejek Arjuna.

"Enak aja! Perut gue nggak buncit, kok! Gue males aja," protes Aalea.

"Gue nggak peduli lo males atau gimana. Gue tadi itu bukannya ngajak. Tapi maksa. Lo harus ikut gue olahraga hari ini. Udah cepetan, gue tunggu di luar!"

Arjuna keluar bahkan sebelum Aalea sempat menyerna kata-kata yang baru saja didengarnya. Aalea menghentakkan kakinya kesal lalu bergegas mengambil sepatu olahraganya atas nama 'paksaan'.

...

Piyama selutut berwarna biru itu sungguh mengganggu indra pengelihatan Arjuna. Ia tak mengerti mengapa gadis di depannya memakai baju yang tidak sesuai dengan agenda pagi ini. Bahkan matahari yang belum timbul pun tau bahwa piyama Aalea itu sama sekali tak cocok dengan sepatu olahraga yang dipakainya.

"Mau olahraga kok pakai piyama," gumam Arjuna.

Aalea hanya bisa mendengus. Arjuna kemudian mengambil ponsel dari saku celananya. Ia menekan-nekan layar ponsel pintar itu. Dan tak lama ... ia terhubung dengan seseorang yang jauh di sana.

"Halo?"

"...."

"Kirimin dua puluh setel baju olahraga buat cewek ke rumah. Siang ini udah harus ada."

"...."

Arjuna menekan tombol merah di ponselnya.

"Gue pesenin baju olahraga buat lo. Biar lain kali gak salah kostum gini," kata Arjuna.

"Lo mau pamer harta atau gimana, sih?!" semprot Aalea.

Arjuna hanya menggidikkan bahu sebagai jawaban. Ia kemudian mulai berlari menapaki aspal jalan komplek yang sepi.

Aalea masih tak habis pikir dengan tindakan Arjuna. Membeli baju olahraga sebanyak itu hanya menghambur-hamburkan uang, kan?

"Juna! Tunggu!" seru Aalea ketika ia menyadari pemuda itu sudah berlari mendahuluinya.

Aalea yang pada dasarnya malas untuk berolahraga itu menggerakkan kaki-kakinya dengan malas. Bisa dibilang ia berlari secara tidak ikhlas. Hingga akhirnya ... rasa ketidakikhlasannya membawa malapetaka ....

Bruk!
Aalea terjatuh karena tersandung batu. Wajahnya serta tubuhnya menyium aspal.

Arjuna yang sudah cukup jauh di sana menolehkan kepalanya untuk memastikan apa yang terjadi.

Pemuda itu berlari ketika menyadari Aalea terjatuh. Ia berlutut di samping sang gadis yang memakai piyama dan bertanya cemas, "Lo nggak apa-apa?"

Pertanyaan itu tak dijawab. Arjuna membantu Aalea untuk bangkit. Gadis itu meringis karena merasakan perih di kedua alat geraknya. Lutut serta sikunya mengeluarkan darah segar yang mungkin akan mengundang datangnya ikan hiu jika ia sekarang sedang berada di lautan.

Arjuna menggelengkan kepalanya.

"Nggak ikhlas, sih, olahraganya. Makanya jatuh," ledek Arjuna. Memancing seringaian kesal dari Aalea.

"Ya udah. Yuk lari lagi!" ajak Arjuna lalu berjalan kembali seolah tak ada sesuatu yang terjadi.

Dasar. Ganteng-ganteng gak punya perasaan, gerutu Aalea dalam hatinya.

Aalea berusaha menyusul Arjuna. Namun ... belum juga satu langkah ia tempuh, bibirnya kembali mengeluarkan rintihan kesakitan. Luka di kedua tempurung lututnya memang cukup menyiksa.

Arjuna menghela napas saat ia mendengar rintihan Aalea. Ia kemudian berjongkok di hadapan Aalea.

"Naik!" perintahnya.

Aalea tak bereaksi. Otaknya terlalu kental untuk mencerna kata-kata perintah dari Arjuna.

Melihat Aalea yang tak kunjung melakukan perintahnya, Arjuna kembali mengulang perkataannya, "Naik!". Bahkan kali ini matanya ikut memincing.

Aalea perlahan menuruti Arjuna. Ia naik ke punggung pemuda itu seraya menahan sakit di lututnya.

Tangan Aalea mengalung di leher Arjuna. Membuat jarak mereka terkikis menjadi begitu dekat.

Arjuna mulai berjalan. Beda dengan Aalea yang nyawa serta otaknya seakan tertinggal di sana. Yang tersisa hanya perasaan dalam dadanya yang bergemuruh saat melihat Arjuna dalam jarak sedekat ini. Aroma maskulin tubuh Arjuna menyapa hidung Aalea. Merasukki tenggorokan lalu mengalir ke paru-paru. Menimbulkan sensasi berbeda dalam tubuhnya. Sensasi yang sudah berulang kali ia rasa saat berada di dekat Arjuna.

Melihat Arjuna segar bugar seperti ini membuat Aalea teringat akan sosok Arjuna yang sedang sakit kemarin. Bibir pucat, suhu tubuh panas, dan tenaga yang lemah. Aalea masih mengingat semua hal itu dengan jelas. Ia tiba-tiba juga mengingat igauan Arjuna saat itu.

"Oh, iya, Jun. Lo ngelindur kemarin. Lo nyebutin kata 'bunda'. Pasti lo kangen bunda lo, ya?" ucap Aalea.

Arjuna tersenyum. "Yeah, i really miss her."

"So, just tell her, right?" sahut Aalea.

Arjuna tersenyum getir. Seandainya Aalea tau kalau ....

"Bunda udah meninggal, Aal," tutur Arjuna.

Aalea merasa bersalah.

"Mmh ... maaf. Gue nggak maksud."

"Iya tau. Gue punya satu cerita konyol. Mau denger?" tawar Arjuna.

Aalea menyetujui.

"Lo tau kan gue takut gelap? Ketakutan itu disebabkan oleh Bunda gue sendiri. Konyol, kan? Dulu Bunda itu nikah sama Ayah karena dijodohin. Bunda jatuh cinta sama Ayah. Tapi Ayah cinta sama perempuan lain. Bunda cari perhatian Ayah dengan gue sebagai perantara. Gue dituntut jadi sempurna. Di umur 7 tahun gue udah fasih tiga bahasa, fasih manah, menang olimpiade sains SD. Keren kan? Nilai gue harus selalu tinggi di sekolah. Kalau gue dapet nilai di bawah 9, gue dihukum. Gue bakal dimasukkin ke dalam kamar gelap terus dipukulin pakai ikat pinggang. Sakit dan lukanya masih ngebekas di bagian punggung. Gue masih inget sakitnya. Dan tiap gue masuk di ruangan gelap, rasa sakit itu rasanya keulang lagi. Bahkan lebih sakit. Tamat. Sekian cerita konyol gue," akhir Arjuna sambil tertawa getir.

Deg.
Jantung Aalea seperti diremas barusan. Cerita Arjuna ... menyakitkan.

Arjuna si tampan yang dieluh-eluhkan penjuru sekolah rupanya menyimpan luka parah. Arjuna si cerdas yang jadi kebanggaan guru-guru rupanya pernah dituntut jadi sempurna.

Aalea malu. Ia merasa bahwa tuntutan ibunya sudah membebaninya, tapi bagaimana dengan Arjuna? Beban yang Arjuna tanggung saat itu terlalu berat. Dan selama ini Aalea hanya menilai luarnya Arjuna. Tanpa tau cerita pemuda itu. Aalea malu.

Teenfictale #1: Prince Charming Next RoomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang