Kata orang, Ayah adalah orang pertama yang akan mengulurkan tangan ketika kau jatuh. Ayah adalah orang yang tak peduli badai, tak peduli panas, akan datang padamu ketika dunia melumpuhkanmu. Ayah adalah orang yang akan menghapus bulir-bulir air matamu. Tulus. Tanpa pamrih.
Mayoritas orang di dunia ini setuju dengan kata-kata itu. Tapi sepertinya Arjuna tidak.
Beberapa menit yang lalu bel pintu rumahnya berbunyi. Seorang kurir datang padanya membawa secarik undangan dengan design mewah. Itu adalah undangan ulang tahun ayahnya. Undangan yang selalu dikirim tiap tahun tapi tak pernah Arjuna baca.
Sama seperti tahun-tahun sebelumnya, undangan itu mungkin akan berakhir di tempat sampah.
Arjuna menatap tajam undangan bernuansa cokelat itu. Hari ini tepat ulang tahun ayahnya yang ke-45. Dan ... entah sudah berapa tahun Arjuna tak peduli pada hari ulang tahun ayahnya.
"Apaan, tuh, Jun?" Aalea yang entah sejak kapan duduk di sofa bertanya pada Arjuna.
"Undangan ulang tahun," jawab Arjuna.
"Dari?"
"Bokap gue."
Aalea menangkap kejanggalan pada Arjuna. Harusnya pemuda itu bahagia, kan? Tapi sorot matanya malah menunjukkan kehampaan.
Arjuna melemparkan undangan itu ke arah Aalea. Ia kemudian berjalan seraya berkata, "Tolong buang, Aal. Nggak penting.".
Aalea tau. Aalea paham. Arjuna pasti membenci ayahnya karena kematian sang bunda. Namun ... bagaimanapun, ayah tetaplah seorang ayah. Tidak seharusnya Arjuna berbuat sedemikian rupa.
Gadis itu beranjak dari tempat duduknya dan melangkah cepatㅡmengejar Arjuna yang hendak masuk ke kamarnya.
"Jun! Lo nggak bisa ngabaiin ayah lo kayak gitu!" ujar Aalea sembari menggenggam pergelangan tangan Arjuna.
"Lo nggak ngerti, Aal."
"Gue ngerti! Lo benci ayah lo karena bunda lo meninggal, kan? Lo nganggep semuanya salah ayah lo, kan? Tapi gue yakin kalau lo bahkan nggak pernah denger penjelasan dia! Dia berhak didenger, Jun! Seenggaknya lo harus dateng tahun ini. Minta penjelasan!" seru Aalea.
Arjuna melemah. Seluruh tebakan Aalea benar. Ia memang tak pernah minta penjelasan mengapa sang ayah tak bisa mencintai bunda dan malah menikahi wanita lain. Arjuna tak pernah bertanya. Ia menyimpulkan segalanya sendiri.
"Gue nggak bisa. Lihat mukanya aja gue marah," lirih Arjuna.
Aalea menggenggam lembut kedua tangan Arjuna. Memberi kekuatan dengan kedua sorot matanya.
"Lo pasti bisa, Jun. Inget, kalau nggak ada ayah. Lo juga nggak mungkin hidup di dunia ini."
Entah sihir apa yang Aalea gunakan. Tapi dalam setiap kata diucapkan gadis itu, membuat Arjuna yakin bahwa kali ini ia harus datang. Ya, setidaknya tahun ini.
...
Di sinilah Arjuna. Berdiri di depan rumah Keluarga Cakrawala yang berdiri kokoh dengan setelan jas hitam dan kemeja putih yang tadi dipilihkan Aalea.
Entahlah, tapi rasanya hati Arjuna ragu-ragu untuk masuk ke dalam sana. Ia belum siap bertemu Ayah, Mama tiri, dan keluarga-keluarganya yang lain dalam suasana hangat makan malam. Arjuna belum siap.
Pesta ulang tahun Ayah Arjuna memang bukan pesta ulang tahun mewah dengan ratusan hadirin. Melainkan sebuah makan malam hangat yang selalu dihadiri seluruh anggota keluargaㅡkecuali Arjuna.
Arjuna menutup kelopak matanya. Sekelebat bayangan tentang tatapan Aalea menghampiri kepalanya. Memberinya kekuatan yang tak pernah ia dapatkan dari orang lain sebelumnya. Ia menghela napasnya. Lalu menapakkan kakinya di atas lantai marmer berkilau itu. Pelayan segera membukakan pintu untuk Arjuna. Wajah mereka sedikit terkejut melihat kedatangan Arjuna.
KAMU SEDANG MEMBACA
Teenfictale #1: Prince Charming Next Room
أدب المراهقينArjuna adalah pangeran sekolah yang dicap serba sempurna. Tampan, kaya, cerdas, dan bebas. Empat komposisi untuk kehidupan bahagia. Berbanding terbalik dengan Aalea. Gadis sederhana yang hidupnya penuh tekanan gara-gara Arjuna. Karena Arjuna, Aalea...