17. Baper

11.7K 864 22
                                    

Jaslyn menatap teman sebangkunya dengan tatapan tak mengerti. Ia memang tak mengerti. Teman sebangkunyaㅡAaleaㅡbegitu aneh hari ini. Ya, walau memang sudah aneh sedari lahir. Aalea tadi dihukum. Bukannya kesal dan menggerutu ria, tapi gadis itu malah pembawaannya ceria.

Aalea yang jarang tersenyum jadi lebih sering tersenyum. Aalea yang biasanya sensi jika diminta untuk menjelaskan pelajaran oleh Jaslyn kini jadi murah hati dan penyabar. Aneh, kan?

Pembawaan ceria Aalea justru membuat Jaslyn merinding ngeri. Ia bahkan sempat berpikir untuk membawa Aalea ke kyai sepulang sekolah ini.

"Lo kenapa, sih, Aal? Kok bawaannya ceria mulu?" tanya Jaslyn.

Aalea hanya menggeleng. Seolah tak ada apa-apa yang terjadi padanya. Padahal ada. Apa lagi kalau bukan karena Robian? Gadis itu masih terus mengingat kata-kata Robian tadi, Saya baik karena yang dihukum itu kamu. Coba yang lain, sih, saya nggak peduli.

Aalea belum sampai pada tahap jatuh cinta. Baperㅡbegitu bahasa kerennya. Aalea baru sampai pada tahap baper. Dimana dirinya senang karena ia mendengar ucapan yang tak pernah ia dengar sebelumnya dari seorang laki-laki.

Wajah Aalea yang ceria berubah ketika sadar bahwa Arjuna yang lewat di depan kelas melambaikan tangan ke arahnya. Aalea mengerutkan dahinya, Sialan. Bukannya kita udah sepakat buat nggak saling kenal di sekolah!

Tentu siswi-siswi heboh. Menganggap Arjuna melambaikan tangan pada mereka. Termasuk Jaslyn.

"Anjir. Tadi Arjuna ngelambaiin tangan ke gue? Astaga!" seru Jaslyn.

Aalea tertawa canggung. Ia bertekad untuk menegur Arjuna nanti sepulangnya ke rumah.

...

Huft.
Aalea berulang kali menghembuskan napasnya. Kakinya sudah cukup pegal. Bolak-balik dari rumah Arjuna ke sekolah melelahkan rasanya. Memang, sih, Aalea naik bus. Tapi, jarak antara halte dan rumah Arjuna terbilang cukup jauh.

Perjalanan Aalea belum berakhir. Setidaknya masih satu kilometer lagi hingga ia sampai di depan komplek Arjuna. Tolong garis bawahi, depan komplek Arjuna. Yang artinya, setelah sampai di sana maka Aalea harus berjalan masuk lagi.

Tin. Tin.
Aalea mengedarkan pandangannya kala suara klakson menyapa telinganya. Aalea tertegun untuk beberapa saat. Kak Robian?

"Lho? Aalea tinggal di daerah sini?" tanya Robian.

"I-iya, Kak," jawab Aalea.

Robian memberi aba-aba agar Aalea masuk ke dalam mobilnya. Namun Aalea nampaknya tak juga mengerti. Gadis itu memang kurang peka dengan kode atau sebagainya.

"Ayo masuk. Saya anterin kamu," kata Robian menjelaskan maksudnya.

Lagi. Dalam hari yang sama, Robian telah membuat Aalea baper dua kali. Aalea ingin menolak. Tapi sungguh kakinya pegal. Lumayan, kan, dapat tumpangan sampai ke depan komplek Arjuna? Apalagi yang memberi tumpangan tampan luar biasa. Istilahnya, bisa sekalian modus.

Aalea mengangguk dan masuk ke dalam mobil Robian. Si pemilik mobil pun langsung memacu kendaraannya.

Senyap. Begitulah keadaan mobil berwarna hitam metalik itu. Sejujurnya Aalea kini salah tingkah. Ia tak tau harus berbuat apa. Sama halnya dengan Robian. Mereka mirip dua monyet bisu yang ditempatkan dalam sebuah kandang.

"Kamu tinggal di daerah sini? Adik saya juga," ucap Robian memecah keheningan.

Aalea mengangguk lembut. Entah karena memang ia yang lembut atau hanya ingin terlihat lembut di depan Robian.

Aalea dapat melihat gapura komplek yang berdiri megah kurang lebih sepuluh meter di depan sana. Ia berkata, "Berhenti di sini aja, Kak."

Robian menurut. Ia menoleh ke kanan kiri. Mencari-cari rumah Aalea.

"Lho? Rumah kamu yang mana?"

Aalea tidak bodoh. Ia tak mungkin membiarkan Robian untuk mengantarnya sampai rumah. Ia tak ingin bahwa fakta tinggal bersama Arjuna merebak di SMA Nusantara.

"Rumah saya masih agak jauh. Saya jalan kaki aja. N-nanti ayah m-marah kalau tau dianterin cowok," bual Aalea.

Robian mengangguk dan tersenyum manis. Aalea turun dari mobil dan melambaikan tangan pada Robian sesaat sebelum ia menutup pintu. Gadis berkuncir kuda itu belum beranjak. Ia menanti Robian sampai benar-benar pergi.

Tangan Robian dengan cekatan memutar setir mobil. Hatinya berbunga hari ini. Sungguh. Sama. Aalea juga. Bedanya, Aalea masih dalam tahap baper sedangkan Robian sudah dalam tahap jatuh cinta.

Mobil Robian makin lama makin tak terlihat. Setelah memastikan lelaki itu sudah pergi, Aalea segera berjalan memasukki komplek. Untung saja rumah Arjuna tidak begitu jauh dari gapura komplek.

Setiap langkah kakinya, ada Robian dalam bayangan. Pipi Aalea memanas. Rasanya ia ingin berteriak dan lompat-lompat gembira. Wajar saja, Robian begitu baik padanya. Gadis mana yang tidak senang diperlakukan sedemikian rupa?

Aalea tiba di depan kediaman barunyaㅡrumah Arjuna. Sang pemilik rumah duduk santai sambil membaca koran. Tiba-tiba Aalea teringat kegiatan melambaikan tangan yang Arjuna lakukan tadi di sekolah. Seperti tekadnya, Aalea akan memprotes Arjuna kali ini. Ia mempercepat langkahnya dan kini ada di hadapan Arjuna.

Arjuna memberi senyum ramah dalam rangka menyambut kedatangan Aalea. Pemuda itu excited. Mengapa? Karena biasanya ia tinggal sendiri, melakukan apapun sendiri, dan tak ada yang bisa diajak bicara. Tapi sekarang sudah ada Aalea. Setidaknya ia tak lagi seharian membisu di rumah.

"Makan gih, Aal! Gue tadi beli makanan," ucap Arjuna.

"Lo kenapa tadi ngelambaiin tangan ke gue?! Kan gue udah bilang kalau di sekolah kita nggak saling kenal!" protes Aalea.

Arjuna menaikkan alisnya kemudian melipat koran yang tadi ia baca.

"Gue? Ngelambaiin tangan ke lo? Kapan?" tanya Arjuna.

Aalea berdecak sebal. Tangannya diliat di antara dada dan perut. Menunjukkan kekesalan yang luar biasa.

"Yang tadi di depan kelas gue!" ujar Aalea.

Arjuna terdiam. Berpikir beberapa saat sebelum akhirnya menggelengkan kepalanya.

"Enggak. Tadi gue ngelambaiin tangan ke Bambang, ketua kelas lo," kata Arjuna.

Sekarang gantian Aalea yang terdiam. Bambang? Jadi Arjuna ngelambaiin tangannya buat Bambang? Bukan gue? Aalea bermonolog ria dalam hatinya. Satu hal yang Aalea sadari ....

Mampus. Gue ke-PD-an.

Telinga Aalea memerah. Gadis mana yang tak malu bertingkah seperti tadi? Dengan gamblangnya ia menunjukkan pada Arjuna bahwa ia 'ke-PD-an'. Aalea sok acuh. Berusaha bersikap bahwa tak ada apa-apa yang terjadi padanya. Ia masuk ke dalam rumah tanpa mengatakan sepatah kata lagi pada Arjuna.

...

Aalea berbaring di ranjang. Menatap taburan bintang yang terlihat jelas lewat jendela kaca samping ranjangnya. Ia merindukan ibu. Sangat.

Ia ingin kembali pulang ke rumah. Bersama-sama dengan ayah dan ibunya. Berbagi tawa serta rasa marah. Jika bisa, ia akan pulang sekarang juga dan memeluk kedua orang tuanya. Tapi seperti yang kita tau, Aalea tak boleh pulang sebelum bisa mengalahkan Arjuna.

Ada satu hal yang Aalea pikir bisa membuatnya mengalahkan Arjuna. Maka dari itu kini ia bangkit dan ... Tok. Tok. Tok. Tangan lentiknya mengetuk pintu kamar sebelahㅡkamar sang Prince Charming, Arjuna.

Arjuna tersenyum menanggapi Aalea yang mengetuk pintu kamarnya lalu bertanya, "Ada apa?"

"Jun, ajarin gue belajar pake cara lo."

Teenfictale #1: Prince Charming Next RoomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang