Gadis berkaos ungu dengan gambar kucing anggora itu duduk manis. Kepalanya terkulai lemas di atas meja belajar. Raut wajahnya kacau. Sekacau taburan bintang yang sama sekali tak membentuk pola malam ini. Sesekali ia mengacak rambutnya kesal. Bagaimana ia tidak kesal? Ia yakin dapat nilai A. Kenyataannya? C. Kata Jaslyn, itu karma karena telah menertawakan Arjuna tadi siang.
Lebih dari rasa kesal, ia malu. Malu pada Jaslyn dan yang paling utama ... malu pada diri sendiri. Jaslyn dapat nilai B. Anak dari pemilik Wiradrana Fashion itu bersorak girang. Bukan karena senang melihat Aalea dapat nilai rendah. Namun karena ia bisa mengalahkan nilai Aalea untuk pertama kalinya.
Aalea menyesal. Sungguh menyesal. Seharusnya semalam ia fokus belajar. Bukannya menuruti nafsunya untuk nonton drama korea. Bagaimanapun, Aalea harus menanggung konsekuensinya. Ia telah memilih, maka ia harus menerima apa yang ia pilih.
Gadis itu tak berani menunjukkan nilainya pada sang ibu. Saat Aalea dapat nilai B saja ia sudah dimarahi. Apalagi C? Bisa-bisa tulang rusuk Aalea pindah ke kepala. Aalea tak mau kena omel lagi. Sudah cukup. Telinganya sudah cukup panas. Belun seminggu berlalu sejak ia terakhir diomeli. Jadi Aalea memutuskan untuk menyembunyikan hasil ulangannya.
Aalea mengambil buku paket tebal mata pelajaran matematika. Gadis berkulit kuning langsat itu menyelipkan hasil ulangannya di dalam sana. Berharap sang ibu tak akan pernah menemukannya. Atau mungkin Aalea akan menunjukkannya suatu saat nanti ketika ia sudah siap. Siap. Iya, siap. Siap kena marah.
"Semoga nggak ketahuan!" harapnya.
...
"Hahaha konyol banget, sih!" tawa menggelegar memenuhi ruangan bernuansa hitam putih ini. Dua orang pemuda duduk bersebelahan di sebuah sofa empuk yang terlihat sangat sleepable.
"Jahat banget sih lo, Mas," desis pemuda berkulit putih pucat. Sedangkan pemuda lain yang duduk di sampingnya masih tertawa terbahak-bahak. Mengabaikan televisi 42 inchi yang menyala menampilkan berita malam.
"Sorry, sorry. Tapi emang lucu, Jun! Lagian lo kan udah tau Kandhira itu sifatnya gimana. Pake ditembak segala," katanya.
Ya, sang pemuda berkulit cerah adalah Arjuna. Pemuda yang baru saja ditolak Kandhira kemarin. Baru saja ia memutuskan untuk curhat, namun sepertinya hal itu tak berguna. Bukannya diberi saran, Arjuna malah ditertawakan.
"Ya elah, Mas! Kalau gue gak nembak, kapan jadinya? Seenggaknya Kandhira musti tau kalo gue suka sama dia. Tapi dia malah jauhin gue sekarang," sahut Arjuna.
Pemuda yang dipanggil 'mas' itu menopang dagunya. Ia memang tak melakukan apa-apa, namun mengapa ia terlihat begitu ... karismatik? Garis wajahnya yang tegas, dadanya yang bidang, matanya yang dalam, serta kulitnya yang sawo matang khas Indonesia. Orang mungkin akan percaya jika dibilang bahwa pemuda itu adalah seorang perwira polisi.
"Lo kan tau Kandhira itu agak risih sama cowok yang ngejar dia duluan. Dari dulu Kandhira gak suka dikejar dan lebih milih mengejar. Dia bakal jauhin cowok-cowok yang ngejar dia. Kita itu udah kenal Kandhira dari jaman SMP. Terus, kenapa lo nggak paham juga?" tuturnya.
Arjuna menggelengkan kepalanya. Ia ditolak dan dijauhi. Lengkap sudah.
"Masalahnya dia nggak pernah ngejar gue," lirih Arjuna.
"Lo kurang bangsat, sih!"
Arjuna menaikkan alis kirinya. Seakan tak mengerti dengan ucapan laki-laki yang lima tahun lebih tua darinya itu.
"Kurang bangsat?" tanya Arjuna.
"Ya. Kurang bangsat. Cewek biasanya lebih suka sama cowok yang ngabaiin dia. Makin gak dipeduliin, makin sayang. Lo terlalu baik. Nggak pernah ngomong kasar, lemah lembut, ramah pula. Buat cewek semacam Kandhira, itu nggak menarik," jawabnya.
Arjuna tetap saja tak mengerti. Ia tak tau bagaimana caranya menjadi 'bangsat'. Lagi pula Arjuna lebih suka menjadi dirinya sendiri seperti detik ini. Ia tak ingin mengubahnya sama sekali hanya demi Kandhira. Arjuna yakin, jodoh tak lari kemana.
"Terserah deh. Yang jelas saran lo sama sekali gak berguna, Mas Rob!" desis Arjuna.
Robian Garuda Cakrawala. Kakak satu-satunya bagi Arjuna sekaligus calon pewaris utama Cakrawala Corporation. Baru lulus dari Oxford University beberapa bulan yang lalu. Meski tak mirip dengan adiknya, Robian terbilang ganteng. Belum lagi wibawa dan karismanya yang siap membuat perempuan di luar sana kejang-kejang epilepsi.
"Oh iya, kok lo masih jomblo, Mas? Bule gak ada yang mau sama lo, ya?" tanya Arjuna seakan mengejek.
Robian tertawa singkat wajahnya yang memang sudah manis jadi makin manis. Ejekan dari adiknya mengingatkannya pada status single yang kini ia sandang. Sudah sekitar satu tahun ia mempertahankan gelar itu. Bukan. Bukannya tak ada wanita yang mau pada Robian. Bukan juga karena Robian seorang pemilih. Tapi ... karena sudah ada seseorang yang mengisi relung hatinya. Robian itu tampan, mapan, sopan. Gadis yang mendapatkan hati Robian ... bukankah begitu beruntung?
"Jomblo teriak jomblo," balas Robian.
"Terus ... kenapa lo balik ke SMA Nusantara?" tanya Arjuna. Lagi.
Pemuda itu sedang mengulik-ngulik kehidupan kakak satu-satunya. Arjuna penasaran. Itu saja. Sudah agak lama mereka tak bertemu. Robian memang sering pulang ke Indonesia. Tapi jarang sekali ia bisa bertemu dengan Arjuna. Apalagi berbincang-bincang seperti detik ini. Jadi itu wajar, bukan?
"Kenapa? Lo gak seneng?"
Arjuna menggeleng kemudian berkata, "Enggak. Gue bingung aja. Lo kan sarjana ekonomi lulusan Oxford. Jauh-jauh lo sekolah ke Inggris dan pas balik ke Indonesia lo milih jadi guru? Konyol. Harusnya lo fokus sama perusahaan."
Robian tersenyum tipis. Memamerkan senyumannya yang menandingi manisnya gula. Robian bukannya tak punya alasan. Ia punya. Alasannya adalah hati. Hati Robian tertinggal di sana. Tertinggal pada seorang gadis di SMA Nusantara.
"Gue balik buat seseorang di SMA Nusantara," jawab Robian lirih.
Arjuna menahan tawanya. Kata-kata serius yang dilontarkan kakaknya mirip lelucon garing.
"Bercanda lo? Lo balik buat siapa? Buat gue?" ledek Arjuna.
"Ogah gue balik buat lo. Gue balik buat seorang cewek yang gue sendiri gak tau namanya," tutur Robian.
"Yang gue tau ... dia satu angkatan sama lo," lanjutnya.
Arjuna mengangguk-angguk. Tadinya Arjuna mengira bahwa kakaknya hanya bercanda. Tapi sepertinya ... memang benar sang kakak kembali untuk seseorang. Pertanyaannya ... siapakah itu?
Belum sempat Arjuna berpikir. Robian sudah berdiri saja. Ia menyisir rambut cepaknya ke belakang dengan jemari.
"Gue balik dulu, ya? Lo balik juga dong," pinta Robian.
Arjuna menggeleng tegas.
"Enggak. Lo balik aja. Ini rumah gue dan gue bakal terus tinggal di sini," tolak Arjuna.
Robian merasa sesuatu menghilang dalan hatinya. Antara sedih dan rasa bersalah menghinggapi batinnya.
"Tapi rumah itu juga rumah lo, Jun," bujuk Robian.
"Iya gue tau. Tapi masalahnya ... gue masih benci sama Mama. Nggak tau sampai kapan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Teenfictale #1: Prince Charming Next Room
Teen FictionArjuna adalah pangeran sekolah yang dicap serba sempurna. Tampan, kaya, cerdas, dan bebas. Empat komposisi untuk kehidupan bahagia. Berbanding terbalik dengan Aalea. Gadis sederhana yang hidupnya penuh tekanan gara-gara Arjuna. Karena Arjuna, Aalea...