31. Terapi

10.8K 813 17
                                    

"Jadi ... entalpi itu tidak dapat diukur. Yang bisa diukur perubahannya," kata Arjuna mengakhiri pemaparannya sementara Aalea terus menyatat beberapa poin yang menurutnya amat penting.

Arjuna tersenyum senang melihat kegiatan Aalea dalam belajar. Ulangan umum semakin dekat dan gadis itu mengerahkan seluruh kemampuan terbaiknya. Tujuannya hanya satu. Tentu saja mengalahkan Arjuna.

"Ada yang masih belum dimengerti?" tanya Arjuna bak seorang guru besar.

Aalea menggeleng. Jujur saja, awalnya ia bingung dengan materi tentang termokimia, entalpi dan tetek bengeknya ini. Tapi setelah Arjuna menjelaskannya, ia paham. Perlu diakui bahwa Arjuna punya potensi untuk menjadi tenaga pengajar yang hebat suatu hari nanti.

Aalea mengemasi buku-bukunya dan memasukkan ke dalam tas. Gadis itu hendak naik ke atas namun pertanyaan Arjuna membuatnya terhenti, "Apa menurut lo gue bisa naklukin rasa takut gelap gue?"

Setau Aalea, di dunia ini tak ada yang mustahil. Selagi ada usaha, maka ada harapan.

"Gue yakin lo bisa. Kenapa? Lo mau ngatasi rasa takut lo itu?"

Arjuna mengangguk.

"Tadi sore gue bayangin kalau orang-orang tau gue takut gelap. Bisa-bisa gue diketawain. Apalagi kalau mendiang bunda tau. Dia mungkin bakal merasa bersalah di alam sana." Arjuna tertawa hambar.

Sekali lagi, Aalea merasa iba pada Arjuna. Walau ia tau pemuda itu tak perlu yang namanya rasa kasihan. Pemuda itu terlalu sempurna untuk dikasihani. Bukan begitu?

Tiba-tiba seberkas ide cemerlang muncul di kepala Aalea. Ada tekad yang besar dari Aalea untuk membantu Arjuna mengatasi ketakutannya.

"Ayo naik! Gue bakal bantuin lo biar nggak takut gelap!"

...

Klek!
Arjuna berjingkat dan menggenggam erat pinggiran ranjang saat lampu kamarnya dimatikan. Entah apa yang ada di pikiran Aalea sampai nekad melakukan hal sedemikian rupa.

"Aal! Nyalain lampunya!" seru Arjuna.

Bunyi pukulan di punggungnya beberapa tahun lalu kembali terngiang-ngiang. Rasa sakit itu kembali merasuk. Dibarengi suara tangisan masa kecil yang terus berputar-putar memenuhi kepala Arjuna.

Ia tak kuasa. Ingatan buruknya kembali terpicu saat gelap. Air muka pemuda tampan itu memancarkan ketakutan.

"Sekarang lo tidur aja di kasur," ucap Aalea.

"Gimana bisa? Gue takut! Nyalain lampunya! Cepet!" ujar Arjuna panik.

"Nurut aja! Katanya mau sembuh dari takut gelap!" pekik Aalea geram melihat Arjuna yang seperti anak kecil takut hantu.

Tak punya pilihan, Arjuna menurut. Ia membaringkan tubuhnya di kasur. Meringkuk karena takut.

Aalea berbaring di sebelahnya. Menggenggam tangannya. Memberi kekuatan agar Arjuna tak merasa sendirian.

"Tenang. Coba tenang," tutur Aalea lembut.

Ada kehangatan yang menjalar di tubuh Arjuna. Rasanya seperti ada sinar matahari di sampingnya.

Aalea menunjuk ke arah luar jendela kamar Arjuna yang bertepatan ada di samping ranjang.

"Coba lihat keluar. Kalau gelap gini, cahaya bulan terang banget. Bintang juga kelihatan banyak."

Sesuai telunjuk Aalea, Arjuna melihat ke arah luar jendela. Sebuah bulan purnama dan ribuan bintang memenuhi langit malam. Cahaya bulan ditambah genggaman sehangat cahaya matahari di tangannya membuat hati Arjuna perlahan tenang.

Teenfictale #1: Prince Charming Next RoomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang