Tap. Tap. Tap.
Dua pasang langkah kaki memecah keheningan gang kecil yang rata-rata penduduknya sudah terlelap. Seutas senyum terukir di bibir muda-mudi itu. Sesekali sang gadis menatap taburan bintang di langit gelap. Ia merasa damai sekaligus senang hari ini."Makasih, Jun. Lo udah ngajak gue seneng-seneng pake cara lo," lirihnya.
Arjuna tersenyum.
"Gue harusnya yang makasih sama lo. Lo udah mau nemenin gue bolos dan main jauh sampai ke sini. Seenggaknya, hari ini gue lupa tentang Kandhira. Makasih."
Aalea dan Arjuna sampai di depan mobil yang tadi mereka tinggalkan. Aalea hampir saja masuk mobil namun Arjuna menahannya. Pemuda itu mengeluarkan sebuah kantong dari bagasi. Kantong yang motifnya sama dengan belasan kantong tadi.
"Ini buat lo." Arjuna menyodorkan kantong itu pada Aalea.
Aalea membukanya. Sebuah tas biru gelap dengan motif galaksi ada di genggamannya.
"Kemarin Robian lihat tas lo. Jadi lo harus pake tas baru," kata Arjuna.
Aalea tersenyum. Entah sejak kapan ia bisa tersenyum saat melihat Arjuna. Padahal biasanya, saat melihat Arjuna dari jarak jauh saja Aalea langsung mengkerut tidak senang. Hanya saja sekarang berubah. Perubahan yang mungkin akan bertahan sampai hari-hari selanjutnya. Semoga saja.
...
Tak tau apa yang salah pada Aalea hari ini. Yang jelas menurut pandangan Jaslyn, seatmate-nya begitu riang. Setidaknya sudah dua kali Jaslyn mendapati Aalea bertingkah aneh seminggu belakangan. Anehnya seorang Aalea ya begitulah ... riang.
Aalea tak kunjung melepaskan senyumnya sejak tadi pagi. Apalagi saat memandang tas baru warna biru gelapnya. Pasti ia langsung tersenyum walaupun tipis. Tak ayal jika Jaslyn berulang kali mengernyitkan dahi.
"Lo kenapa, sih, Aal?"
"Gue? Kenapa emangnya gue?" Aalea malah balik bertanya.
Jaslyn makin bingung. Ia memutuskan untuk menutup mulutnya dan tak kembali bertanya.
"Terserah," desis Jaslyn frustasi.
...
Keadaan kantin padat merayap saat Jaslyn dan Aalea mengantre di salah satu stan bakso. Setidaknya sudah sepuluh menit mereka berdiri di sini. Menunggu giliran tiba dan akhirnya makan bakso dengan tenangnya.
Jaslyn dan Aalea ada di barisan kedua saat tiba-tiba seorang murid laki-laki menyerobot barisan seenaknya. Tanpa perlu melewati antrean panjang, ia kini hampir mendapatkan semangkok bakso yang membuat darah Aalea naik ke ubun-ubun.
"Woi! Ngantre dong!" protes Aalea.
Laki-laki di depannya memutar badan. Wajahnya arogan. Dan matanya seakan memandang rendah setiap orang.
"Lo lagi," dengusnya.
Aalea berdecih.
"Lo kira gue mau ketemu lo lagi?" sahut Aalea sarkastik.
Laki-laki ber-name tag 'Ferhandito Ilgy Syailendra' itu tersenyum sinis.
"Mending lo antre sana! Punya mata, kan? Udah jelas-jelas di situ ditulis 'Harap Antre!'," semprot Aalea sambil menunjuk-nunjuk poster yang tertempel di dinding kantin.
Jaslyn memegang bahu Aalea yang menegang.
"Udahlah, Aal. Lo nggak tau dia siapa, ya? Mending ngalah aja," bisik Jaslyn.
"Mending dengerin kata temen lo, tuh! Gue anak orang penting. Lo bisa get out gitu aja dengan satu kata-kata dari gue," ujar Ilgy merasa menang.
Aalea mendengus.
"Iya. Gue tau lo. Anak orang kaya yang bisanya mamerin harta orang tua, kan?" ejek Aalea.
Ilgy baru saja direndahkan dan diinjak-injak oleh seorang perempuan. Ini memalukan memang, tapi bagi Ilgy ini cukup menarik.
"Denger, ya, gue nggak takut tuh sama orang tua lo yang orang penting itu." Aalea tersenyum miring.
"Oke, gue ngalah sama banci hari ini. Lagipula selera makan gue udah ilang. Yuk, Jas!" kata Aalea tegas lalu pergi meninggalkan kantin.
Tidak. Ia bukannya mengalah pada Ilgy. Melainkan terlalu muak untuk sekadar menatap wajah Ilgy lebih lama lagi.
Ilgy melipat tangannya di depan dada. Matanya terus mengawasi Aalea yang semakin menjauh dan tak terlihat. Menarik, bisiknya dalam hati.
...
Bulan merajai langit. Menggantikan mentari yang sudah bertahta kurang lebih dua belas jam. Menemani Aalea yang sedang belajar sendirian di balkon rumah.
Gadis itu menutup bukunya. Merasakan embusan angin dengan tangannya sejenak. Menyegarkan.
Aalea lalu masuk ke dalam rumah. Tak ada sosok Arjuna di penjuru manapun. Mungkin udah tidur.
Saat melintasi kamar Arjuna, rasa penasaran Aalea mencuat ke permukaan. Aalea memutuskan untuk memeriksa apakah Arjuna sudah terlelap atau sebaliknyaㅡsibuk melakukan aktivitas.
Tok. Tok. Tok.
Aalea mengetuk pintu perlahan. Nihil. Tak ada jawaban.Tok. Tok. Tok.
Aalea mengetuk pintu untuk kedua kalinya. Tapi tetap saja, nihil.Aalea memutar gagang pintu kamar Arjuna yang ternyata sama sekali tidak dikunci.
Tepat setelah pintu terbuka, Aalea dapat melihat Arjuna yang tidur manis dibalut sebuah selimut bulu. Cahaya lampu di kamarnya masih terang benderang tidak dimatikan. Aalea menggeleng-geleng menyadari hal tersebut.
Untuk sejenak ia menatap wajah Arjuna yang terlihat amat damai. Entahlah, mungkin Arjuna sedang memimpikan Kandhira.
Aalea bergerak menarik selimut Arjuna. Membuat Arjuna merasa lebih hangat.
Selanjutnya, ia memencet saklar lampu hingga berbunyi Klik!
Lampu padam, Aalea tersenyum segaris, dan keluar kamar. Gadis berkaos hitam itu menutup pintu pelan-pelan. Berusaha tak meninmbulkan suara sedikitpun.
Ia turut meras damai dalam hatinya setelah menatap wajah Arjuna. Sepertinya Aalea mulai merasa nyaman berada di dekat Arjuna. Rasa anti-pati Aalea pada Arjuna juga memudar. Setidaknya hubungan pertemanan bisa terjalin dengan baik antara mereka. Aalea yakin itu.
Aalea melangkahkan kakinya.
Satu langkah ....
Dua langkah ....
Tiga lang-
"Argggghhhh!"
Teriakan itu terdengar jelas di telinga Aalea. Teriakan yang berasal dari kamar Arjuna dan terdengar ketakutan.Aalea cepat-cepat berlari masuk ke dalam kamar Arjuna. Sang empunya kamar sedang terduduk meringkuk di balik selimut.
"Arjuna?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Teenfictale #1: Prince Charming Next Room
Teen FictionArjuna adalah pangeran sekolah yang dicap serba sempurna. Tampan, kaya, cerdas, dan bebas. Empat komposisi untuk kehidupan bahagia. Berbanding terbalik dengan Aalea. Gadis sederhana yang hidupnya penuh tekanan gara-gara Arjuna. Karena Arjuna, Aalea...