Dijodohkan dan diantarkan pulang.

2.9K 352 56
                                    

Dijodohkan dan diantarkan pulang.

Bel isirahat sudah berbunyi lima menit yang lalu. Namira, Dira, Rena, dan Marsha kini tengah berada di salah satu meja kantin, tepatnya di tengah-tengah karena meja kantin strategisnya; di dekat stand bakso dan minuman, sudah ada yang menempati.

Omong-omong, Dira berkata bahwa kemarin dia tidak sekolah karena ada acara keluarga yang mendadak, dan saat Dira mengatakan acaranya, Namira, Rena, dan Marsha sama-sama tersedak makanannya secara bersamaan kemudian mereka saling tatap, lalu tertawa terbahak-bahak.

Dira berkata bahwa dia akan dijodohkan.

"Gue takut, Ra." Dira kembali bersuara setelah beberapa menit terdiam menikmati makanan masing-masing.

Namira tertawa. "Kok bisa sih lo dijodohin? Ini bukan zaman Siti Nurbaya, 'kan?"

Rena ikut menimpali. "Gimana kalo lo dijodohin sama cowok yang umurnya lebih tua? Selisih sepuluh tahun, gitu?"

"Anjrit! Amit-amit." Dira mengetuk-ngetukan punggung jari tengah tangannya ke kepala dan meja. Namira tertawa, Rena dan Marsha juga.

"Nama cowoknya siapa?" tanya Marsha.

Dira menyeruput es jeruknya terlebih dahulu. "Davin, kalo nggak salah," jeda. "Katanya sih, masih SMA," lanjut Dira.

Namira, Rena, dan Marsha saling tatap dengan raut muka menggoda satu sama lain. Dira mengerenyit bingung. "Ih kenapa, sih?" tanyanya.

"Tebakan gue berarti salah, lo bukan dijodohin sama cowok yang umurnya selisih sepuluh tahun." Rena kembali tertawa, disusul Namira dan juga Marsha.

Dira berdecak. "Mama gue ngapain deh pake acara ngejodohin segala," ucapnya kesal sambil mengerucutkan bibirnya.

"Tapi lo udah tahu Davin yang mana? Emang sekolahnya dimana?" tanya Namira, lalu menyuapkan siomaynya.

"Nggak. Gue sama sekali nggak tahu dan mungkin nggak mau tahu. Untungnya, kemarin si Davin nggak ada di rumah, dia kabur malah pergi sekolah, padahal orangtuanya udah minta izin ke sekolah biar Davin bisa ikut acara perjodohan itu," ucap Dira sedikit lega.

"Tapi kan tetep aja bisa ada lain waktu!" Dira mengacak-acak rambutnya kesal. Sebagian murid ada yang diam-diam memperhatikan.

Melihat Dira seperti itu, Namira menjadi merasa bersalah dan turut merasakan apa yang Dira rasakan. Sepertinya, topik pembicaraan perjodohan ini bukan untuk dijadikan bahan lelucon, bahan candaan, ataupun bahan godaan.

Sepertinya, kali ini Dira memang sedang merasa tertekan.

Dira kini menopang dagunya dengan satu tangan, satu tangannya lagi memainkan sedotan yang ada pada es jeruknya. Pandangannya turut memperhatikan sedotan yang ia putar di dalam gelas, namun Namira tahu jika pikiran Dira tengah kosong.

Namira melirik Rena dan Marsha secara bergantian, sepertinya, mereka juga merasakan apa yang kini Namira rasakan.

"Yaudah jangan dipikirin, Dir," Rena berucap.

Namira menghela napas lega, 'kan benar dugaannya jika Rena dan Marsha mengerti arti tatapannya. Sepertinya, kedekatan mereka berempat sudah tidak lagi diragukan. Mereka bukan hanya sebatas teman biasa ataupun teman sekelas. Mereka adalah sahabat.

Teman, jika berbicara harus diucapkan terlebih dahulu, baru kita tahu apa yang mau dibicarakannya. Sedangkan sahabat? Hanya tatap matanya saja, kita sudah tahu apa yang mau dia bicarakan.

"Oh ya Dir, lo belum tahu 'kan ada tetangga baru di sebelah rumah gue?" ucap Namira, mencoba mengganti topik pembicaraan.

Dira menghentikan aktivitas memainkan sedotannya, lalu melirik Namira, merasa tertarik dengan topik pembicaraan kali ini.

Just YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang