Ekstra Chapter-2

2.7K 187 23
                                    

Hari minggu. Hari yang tepat untuk bermalas-malasan di kamar sambil menonton drama korea. Untung saja, Aldi sudah mengurus kepindahan kuliah Namira kemarin pagi, sehingga Namira tidak perlu cape-cape mengurusnya sendiri.

Tapi, hari untuk menonton drama korea itu seketika hancur sudah saat kedua cewek macan tutul datang sambil menarik-narik tangan Namira untuk menyuruhnya mandi.

Dengan amat sangat terpaksa, Namira menyetujui ajakan mereka berdua untuk pergi ke suatu tempat. Katanya sih, kepengen jalan-jalan aja karena mereka masih merindukan Namira.

Namira mendengus kesal. Gini nih, kalo Marcel nggak ikut pulang bareng Namira. Nggak ada yang bisa Namira andalkan untuk mencegah kedua cewek macan tutul ini. Sebenarnya Marcel juga akan pulang, tetapi ia akan tinggal di Paris untuk beberapa waktu karena ada sesuatu yang harus ia kerjakan.

Pada awalnya, Namira tidak menaruh curiga sedikit pun kepada Rena dan Dean. Hingga pada perempatan jalan yang sangat ia kenali, Rena membelokkan setirnya ke arah kiri.

Ke arah SMA Perkasa.

"Turun!" titah Rena sambil membuka seat belt-nya lalu cewek itu keluar mobil terlebih dahulu diikuti Namira juga Dean.

Namira celingukkan sendiri. Sejujurnya ia benar-benar merindukan SMA Perkasa. Tempat dimana sejuta kenangan tersimpan rapi di dalamnya. Ingin sekali Namira menangis saking senangnya, tetapi Namira cukup malu karena ada Dean dan juga Rena di sampingnya.

"Mir, gue haus. Mau ke Warung Bu En dulu ya, beli minum. Mau nitip nggak?" ucap Dean tiba-tiba.

Namira mengangguk. "Air teh panas," sahutnya tanpa mengalihkan pandangannya dari gedung sekolah.

Dean kembali bersuara. "Tapi gue sama Rena ya, Mir? Gue nggak bisa nyebrang sendiri."

Rena berdecak. "Lo itu anak kuliahan, Dean. Bukan anak SD lagi."

"Tapi 'kan tetep aja gue takut!" gerutu Dean.

"Yaudah sana, gue masuk duluan." Namira berlari kecil memasuki gerbang sekolahnya. Ia berjalan santai pada koridor lantai pertama, tempat dimana anak-anak kelas dua belas menimba ilmunya di dalam ruangan yang berjejer ini.

Langkah Namira tiba-tiba terhenti saat kakinya tepat menginjak ubin di depan kelas 12 IPA 4. Bayangan masa lalu tiba-tiba saja terlintas pada benak Namira. Bayangan saat ia pertama kali mengetahui nama cowok itu.

Namira menghela napas panjang, lalu kembali melangkah. Meninggalkan kenangan itu dengan perasaan yang sangat sulit untuk dijelaskan. Yang jelas, menyakitkan.

Kali ini Namira menyusuri koridor kelas 12 IPS. Namira sedikit heran, kenapa di hari minggu yang cerah ini tidak ada sama sekali siswa yang melakukan kegiatan di sekolah? Biasanya, saat zaman Namira dulu, hari minggu itu selalu dimanfaatkan siswa-siswi untuk kerja kelompok, atau pun sekedar bermain-main.

Tapi sekarang? Mungkin zaman sudah berbeda.

Seketika, suara alunan musik kini mulai memasuki indra pendengarannya. Meski pun suara itu kecil, tetapi masih terdengar jelas pada telinga Namira. Masih ingatkah jika Namira mempunyai pendengaran yang sangat tajam bak kelelawar?

Pada akhirnya, penyakit kepo Namira yang sudah stadium akhir itu membuat kakinya melangkah mendekati ruangan musik. Ia sedikit membungkukkan badannya, lalu menempelkan telinganya pada daun pintu.

Sepertinya, Namira mengenali lagu ini.

CEKLEK!

BRUK!!

"Aw!" Namira tersungkur dengan jidat yang mengenai ujung sepatu. Ia mengaduh kesakitan sambil mengusap-usap dahinya yang terasa nyut-nyutan itu.

"Aduh ... Sakit ..." ringisnya pelan. Bukan hanya kakinya saja, tetapi lututnya juga ikut sakit gara-gara mengenai ubin ruangan musik.

Just YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang