Dia?

3.6K 625 175
                                    

Dia?

Namira terengah-engah seraya memegang dadanya dan mengatur napasnya dikarenakan angkutan umum yang ia naiki kembali mogok untuk yang kedua kalinya, dengan supir dan angkot yang sama. Sehingga membuat Namira harus kembali berlari mengejar waktu agar tidak terlambat.

Namira merutuki angkutan yang ia tumpangi tadi. Besok-besok, Namira tidak akan menaiki angkutan umum yang sama jikalau berakhirnya akan seperti ini. Berdiri di depan Pak Genta sambil memegang pagar sekolah dengan wajah memelas.

"Pak, saya mau masuk Pak, tolong bukain...." pinta Namira dengan nada merajuk. Sedangkan Pak Genta menatap Namira sambil mengelus-elus kumis Lelenya.

Namira bergedik ngeri "Pak niat saya mau belajar, nanti kalo saya ketinggalan pelajaran gimana?" ucap Namira kembali sambil melirik arloji hitam yang kini sudah menunjukan pukul 07.30

"Kamu tahu? Kamu sudah terlambat setengah jam."

Namira kembali memelas "Tadi angkot yang saya naikin mogok, Pak. Jadi saya harus lari ke sekolah," adu Namira kembali merajuk.

Pak Genta menggeleng keras "Nggak bisa. Kamu tunggu disini, saya mau manggil Bu Beti kalo kamu mau masuk." perintahnya yang langsung melenggang pergi, menyisakan Namira yang tengah menganga kaget.

Namira menepuk-nepuk jidatnya seraya berkata "Mampus gue". Namira bertolak pinggang sambil mengetuk-ngetuk dagunya dan berjalan bolak-balik. Memikirkan bagaimana Namira bisa masuk ke dalam sekolah tanpa sepengetahuan Pak Genta. Namira tidak mau mendapat hukuman dari Bu Beti yang setahunya suka membawa tongkat sapu dan memberi hukuman yang membuat para murid tidak ingin lagi untuk terlambat.

Namira berjinjit kaget saat mendengar suara terengah-engah dari arah belakangnya. Iapun menoleh cepat dan matanya langsung terbelalak kaget sambil memundurkan badannya pelan.

Itu.... Kak Nadhif

Nadhif menegakan tubuhnya yang semulanya membungkuk karena kewalahan berlari mengejar waktu. Ia menatap Namira bingung, melihat raut wajah Namira yang terlihat takut kepadanya.

"Lo telat?" tanya Nadhif sarkastik.

Namira menggaruk pipinya salah tingkah "Eng... I-iya Kak," jawab Namira. Matanya berkeliaran kemana-mana. Ia merutuki dirinya sendiri yang terlihat gugup di depan Nadhif. Sedangkan Nadhif mengerenyit bingung melihat nada bicara Namira yang gemeteran, seperti sudah tertangkap basah sedang mencuri.

Nadhif menoleh ke arah tangannya yang sedang memegang gitar dengan erat. Nadhif merasakan pegal pada jari-jarinya. Iapun kembali mendongkak menatap Namira yang kini sedang memalingkan wajahnya ke mana-mana dengan cemas. Nadhif menatap Namira intens, wajahnya terlihat lucu juga jika sedang cemas.

Merasa risih, Namira kembali menoleh ke arah Nadhif. Namira menaikan satu alisnya saat mendapat Nadhif yang sedang menatapnya terang-terangan, membuat Namira tersentak kaget.

"Apa jangan-jangan dia inget waktu kejadian di angkot, lagi?"  Namira membatin dan menggigit bibir bawahnya, cemas. Namira berdehem, berharap Nadhif mengatakan sesuatu daripada terus memandanginya tanpa berkedip.

Nadhif sedikit mengerjap lalu memalingkan wajahnya ke arah lain. Nadhif menggaruk tengkuknya "Pegangin dulu sebentar, bisa?"

Kini giliran Namira yang mengerjap, ia menggaruk pipinya sebentar sebelum mengambil gitar Nadhif yang sudah Nadhif sodorkan. Setelah gitarnya berpindah tangan, Nadhif meregangkan otot-otot tangannya yang sudah pegal karena memegang gitarnya dengan erat saat berlari. Ini dikarenakan angkutan umum yang Nadhif naiki juga mogok.

"Aduh Pak Genta... Jangan cepet-cepet dong, saya kan pake hak tinggi,"

Namira dan Nadhif menoleh ke arah sumber suara yang berada tepat di belakang Namira. Bu Beti dan Pak Genta tengah berjalan menuju ke arah gerbang.

Just YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang