Prolog

22K 1.3K 696
                                    

Langkah demi langkah, detik demi detik, gadis itu masih berjalan membelah keramaian dengan sepatu boot nya. Syal hitam nya ia eratkan sambil menunggu lampu berwarna hijau untuk nya menyebrang.

Gadis itu menarik nafas dan mulai menyebrang saat lampu sudah berwarna hijau. Ia merogoh saku baju hangat nya berniat mengambil benda persegi panjang milik nya yang sudah bergetar berkali-kali.

Dan langkah nya sempat terhenti, bersamaan dengan nafas nya yang tercekat. Hati nya mendadak mencelos saat sebuah pemberitahuan terpampang jelas di depan layar ponsel nya.

Sebuah angka 9 muncul dengan tulisan "happy monthsarry" dengan emoji dua berbentuk hati berwarna merah.

Sepertinya, ia telah melupakan seseorang.

Gadis itu menghela nafas dan memasukan ponsel nya kembali pada saku baju hangat nya. Berusaha tidak peduli dengan apa yang sudah terjadi. Memang, bisa saja ia memberhentikan pemberitahuan yang selalu muncul setiap tanggal 9. Tapi, entah, ia juga tidak tahu. Ia tidak berniat untuk me-non-aktifkan pemberintahuan tersebut.

Gadis itu kembali berjalan, masih dengan perasaan nya yang tidak karuan. Ia melangkahkan kaki nya memasuki apartemen yang sudah sangat ia kenali. Ia menaiki lift dan memencet tombol lift nya menuju lantai 10.

Pintu lift terbuka dan langsung saja ia berjalan menuju pintu ber-nomor 215. Ia memencet bel nya dua kali sebelum seseorang membukakan pintu dengan wajah sumringah.

"Kali!"

Yang di panggil kali menyengir, ia langsung berhambur memeluk seseorang yang ada di hadapan nya. Memeluk dengan sejuta pikiran nya yang terus berputar seperti kaset rusak, memeluk lalu menangis, entah menangis rindu atau apa, yang jelas, ia hanya ingin menangis, melampiaskan segala beban pada pelukan dan tangisan nya kini.

"Hei kali, lo nangis?," ucap Fera, gadis cantik dengan mata bulat yang indah nan hidung yang mancung. Dan jika kalian mengira ia gadis keturunan Arab, maka kalian sangat-sangat benar.

Yang di tanya hanya diam, tangis nya malah semakin menjadi-jadi dan tidak mau melepas pelukan nya saat Fera berusaha melepas nya untuk melihat keadaan kali.

Fera menghela nafas nya "ok-ok. Lo boleh nangis sekenceng-kenceng nya tapi jangan disini..." pekik nya. "Nanti orang nyangka nya gue apa-apain lo, lagi," lanjut nya dengan nada ngeri sambil mengedarkan pandangan nya.

Kali mengerecutkan bibir nya. ia melepas pelukan nya dan menatap Fera kesal. Tapi sejurus kemudian ia tertawa kecil saat Fera mencubit pipi nya gemas. Ia mengikuti langkah Fera untuk memasuki apartemen nya.

"Minum dulu nih, biar enakan"

Kali mendongkak dan tersenyum saat Fera membawakan nya secangkir kopi dan sepiring biskuit. Fera menduduki bokong nya di hadapan Kali, ia menatap Kali hangat.

"setelah dua tahun kita kenal dan kita sahabatan, apa yakin lo mau cerita sekarang?" tanya Fera dengan raut wajah seolah-olah berkata kalo-gak-siap-gak-usah-maksain.

Kali menatap Fera datar, tanpa ekspresi. Kedua tangan nya masih menggenggam secangkir kopi sambil meniup-niup kopi nya. Berharap agar kopi nya sedikit hangat agar tidak membuat tenggorokan nya terbakar dan semakin tidak bisa berbicara.

Fera menggigit bibir bawah nya pelan, ia menarik nafas dan menyenderkan punggung nya pada senderan sofa. Fera tidak berniat kembali berbicara, ia masih menunggu jawaban Kali yang mempunyai kemungkinan 50 persen di jawab dan 50 persen tidak. Jadi, ya, sama-sama memungkin kan bukan? Tapi Fera lebih yakin jika Kali akan menjawab nya.

"Lo udah dua tahun jadi sahabat gue dan menurut gue, lo berhak tau tentang apa yang bikin lo penasaran selama dua tahun ini," ucap Kali terkekeh di akhir kalimat. Terkekeh yang terlihat sangat di paksakan.

Just YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang