Perasaan Yang Terjawab

2K 229 11
                                    

Perasaan Yang Terjawab.

"Maksud gue jadi pacar boongan gue."

Namira menghembuskan napas panjangnya. Hampir saja jantung Namira akan jatuh saat Nadhif mengatakan kalimat sakral itu. Tapi, setelah Nadhif meralat ucapannya, hati Namira sedikit berdenyut sakit.

Benar-benar menyebalkan! Namira merasa bahwa tadi ia seperti sedang diterbangkan lalu tiba-tiba dijatuhkan begitu saja bak kotoran burung. Sangat menyakitkan.

"Maksud Kakak?" tanya Namira akhirnya. Jujur saja Namira juga sedikit bingung dengan permintaan Nadhif.

"Nasib temen lo, sama kaya nasib gue."

Namira membelalakkan matanya. "Dijodohin?!"

Nadhif sedikit meringis mendengar suara melengking Namira. Ia mendengus kesal. Apa cewek yang ada di hadapannya saat ini tidak punya urat malu? Apa Namira tidak bisa jaim sedikit jika berhadapan dengan cowok?

"Iya," balas Nadhif sedikit kesal.

Namira menghela napas. Kenapa masih ada aja sih orangtua yang menjodohkan anaknya? Namira benar-benar tidak mengerti. Apa mereka tidak tahu kalo cinta itu tidak bisa dipaksakan? Kalo keduanya saling cinta sih, bagus. Kalo nggak? Bisa-bisa hal-hal yang tidak diinginkan akan terjadi.

"Yaampun, kirain cuma temen saya aja yang nasibnya nggak beruntung. Ternyata Kakak juga?" ucap Namira masih terheran-heran.

"Ya gue mau nyoba aja cara temen lo itu. Lumayan masuk akal," kata Nadhif.

Namira mendecih dalam hati. Ternyata selain menyebalkan, Nadhif juga cowok yang labil. Tadi bilangnya nggak mau, tapi sekarang malah mau ikut-ikutan caranya Dira.

Namira menggumam. "Tapi kenapa harus saya? Kenapa nggak Dira aja? 'Kan bagus, kalian sama-sama membantu."

Nadhif mengangkat satu alisnya. "Bukannya lo yang bilang mau ngelakuin apa aja 'kan? Bukan temen lo?"

Namira mendesis. Rupanya Namira lebih pintar mengerti topik pembicaraan daripada Nadhif. "Maksud saya 'kan lebih bagus kalian berdua. Kakak jadi pacar boongannya Dira, begitu pun sebaliknya. Jadi jangan bawa-bawa saya."

Nadhif berdecak. "Nggak, lo yang bilang mau ngelakuin apa aja jadi lo juga terlibat," ucapnya penuh penekanan.

Namira cemberut. "Haduh, susah ya ngomong sama beruang kutub."

"Apa?"

Namira gelagapan, ia mengaduh dalam hati. Kenapa mulutnya benar-benar tidak bisa dikontrol sih? Menyebalkan.

"Nggak," balas Namira lalu menyengir polos. Membuat Nadhif hanya menggeleng samar.

"Jadi, kapan gue harus ketemu temen lo?"

Namira mendongkak. "Dira maksudnya?"

Nadhif menghela napas. "Iya, Dira."

Namira menggumam. "Nanti deh saya kasih tahu lagi kalo Dira udah nentuin harinya," ucapnya.

Nadhif mengangguk. "Dan lo, hari minggu nanti lo harus ikut ke rumah gue," ucap Nadhif sedikit ketus.

Jantung Namira tiba-tiba berdetak. "Hari minggu? Apa nggak terlalu cepet? Saya belum siap Kak, apalagi harus boongin orangtua Kakak," balas Namira dengan nada takut.

Nadhif berdecak. "Nah lo tahu, lo juga harus ngerasain apa yang gue rasain. Ngebohongin orangtua," tukas Nadhif.

Namira mengaduh. Jika dipikir-pikir sulit juga untuk melakukan hal itu. Namira menghela napas, Namira sudah salah merutuki Nadhif karena cowok itu kebanyakan berpikir. Ia tidak memikirkan apa yang dirasakan Nadhif saat pertama kali meminta Nadhif untuk menjadi pacar pura-puranya Dira. Nyatanya memang sulit untuk mengiyakan permintaan itu.

Just YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang