Guru Les

2.4K 291 54
                                    

Guru Les.

Hari ini, entah mengapa hati Namira merasa lega. Senyumnya terus saja terbit, membuat siapa pun yang melihatnya terpesona. Rambut panjangnya ia ikat seperti kuciran kuda.

"Ih, lo kenapa sih senyum-senyum mulu? Serem, gue." Baik, ralat, sepertinya tidak semua orang terpesona dengan senyum Namira hari ini. Salahsatunya adalah Dira yang kini tengah menatap Namira dengan tatapan aneh. Dia tidak habis pikir dengan sikap Namira hari ini. Selalu tersenyum dan terlihat lebih ceria.

Namira berdecak. "Lo mah, gue sedih, lo marah-marah. Gue seneng, lo bilang aneh," ucapnya menggerutu.

Dira menghela napasnya. "Ya aneh aja, kenapa sih lo?"

Namira kembali tersenyum, membuat Dira kembali mengernyit aneh. Nadhif. Semua itu karena Nadhif. Senyumannya itu karena Nadhif. Entah kenapa Namira merasa senang tahu dirinya sudah tidak lagi mempunyai masalah dengan Nadhif. Semuanya terasa lega. Karena Namira tidak pernah tenang jika dirinya terlibat masalah.

Hanya itu. Hanya itu yang membuat hari ini senyumnya selalu terlihat. Hanya karena Namira tidak lagi mempunyai masalah.

"Mau tahu aja," ucap Namira sambil menjulurkan lidah, membuat Dira mendecih.

Namira tertawa lalu menghadap ke arah depan yang langsung menampilkan Bu Tia, guru matematika yang sedang menjelaskan tentang rumus-rumus matematika.

Namira langsung menelungkupkan kepalanya. Melihat rumus-rumus matematika yang ada di papan tulis, membuatnya menjadi pusing bahkan ingin muntah. Sejak SMP, Namira tidak menyukai matematika. Berbeda dengan Dira yang sangat mahir dengan pelajaran matematika. Namira juga tidak tahu mengapa Dira bisa gampang mengerti dengan rumus-rumus matematika yang memusingkan.

"Namira!"

Namira terlonjak kaget dan langsung terbangun. Bu Tia, kini tengah menatap tajam ke arahnya. Tubuh Namira menegang, Namira yakin, sebentar lagi ia akan mendapatkan masalah baru.

"Pulang sekolah nanti, kamu ke ruangan saya."

Gotcha!

Diam-diam Namira menghela napas. Satu masalah terselasaikan, masalah baru sudah menanti.

Namira mengangguk pelan, dan Bu Tia pun mulai kembali menerangkan. Kini Namira merasakan tangannya yang diusap pelan oleh Dira.

•••

Namira kini tengah berada di kantin, jam istirahat sudah berbunyi lima menit yang lalu. Kantin sudah mulai ramai, para siswa saling berdesakkan, semua stand dagangan sudah terlihat penuh.

"Bu, Namira siomaynya empat!" Namira sedikit berteriak karena ia tengah berdiri mengantri di barisan kelima untuk memesan siomaynya Bu Marni. Sedangkan Dira, Rena, dan Marsha kini tengah duduk manis di meja kantin sambil menunggu pesanannya masing-masing.

Nasib orang cerewet dan mempunyai suara nyaring, ya begini, menjadi orang yang memesankan makanan teman-temannya.

Namira mendengus kesal saat pertanyaannya tidak dijawab Bu Marni. Sepertinya Bu Marni sedang kerepotan melayani para pelangganannya, dan teriakan Namira pun beradu dengan teriakan siswa lain, jadi, samar terdengar.

"Awas-awas, aya cai panas awas!" Suara seseorang yang Namira kenali kini terdengar, yang artinya; awas-awas, ada air panas awas. Sebagian murid yang mengantri pun langsung membelah dua seperti laut merah yang dibelah Nabi Musa.

Jamil beserta teman-temannya. Mereka membelah kerumunan antrian dengan saling memegang pundak temannya yang ada di depan. Seperti sedang bermain kereta-keretaan.

Just YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang