Bertemu Davin, Obrolan, dan Penyesalan.
Waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam, tetapi Nadhif belum juga sampai ke rumahnya. Kali ini, ia sedang duduk sambil memainkan sedotan yang ada pada minumannya dan masih menggunakan celana SMA plus kaos hitam milik Marcel.
Sudah sepuluh menit, waktu Nadhif terbuang sia-sia hanya karena menunggu seseorang yang ada di hadapannya ini untuk berbicara.
Satu kata yang ada di pikiran Nadhif saat ini hanyalah Nadhif rindu Namira.
"Aku nggak nyangka bisa ketemu kamu lagi."
Nadhif terdiam, tidak berniat untuk menjawab atau pun sekedar menoleh kepada si pemilik suara. Ia masih sibuk menyeruput teh hangatnya yang membuat hatinya terasa hangat karena teringat dengan ucapan Nada tadi yang mengatakan bahwa Namira itu sangat menyukai air teh.
Paling tidak, sedikit mengurangi kerinduannya kepada Namira.
"Kamu nggak pernah tau gimana keadaan aku setelah kamu ninggalin aku dengan alasan klise. Nggak pernah bales chat aku, dan lebih parahnya, kamu sampai-sampai ganti nomor. Segitu nggak maunya lagi sama aku?" Orang itu tertawa miris, sedangkan Nadhif masih terdiam. Matanya masih tidak ingin menoleh.
"Waktu kita pacaran, aku nggak pernah tau kamu sekolah dimana, teman-teman kamu siapa, bahkan kamu nggak pernah ngajak aku untuk ketemu orangtua kamu."
"Aku itu kayak apa, ya? Pelampiasan atau apa? Mungkin dulu kamu abis putus sama mantan kamu terus kamu jadiin aku pacar supaya bisa move on tapi ternyata hasilnya sama sekali nggak berhasil."
"Setelah itu, kamu putusin aku dengan alasan yang sangat-sangat basi. Bahkan mungkin terlalu sering cowok-cowok brengsek lainnya yang ngucapin alasan kaya gitu."
Tak terasa air matanya mulai berderai, ia sudah tidak bisa lagi mendeksripsikan bagaimana perasaan hatinya saat ini. Yang jelas ia merasa senang, kaget, dan benci.
"Davin, liat aku!"
Dengan sangat terpaksa, Nadhif menoleh, menatap mata cewek yang ada di hadapannya saat ini dengan tatapan datar. Apa yang ia katakan tidak akan merubah perasaan apa pun dari Nadhif.
"Jawab, Davin!"
"Apa?" Kata itu yang pertama kali keluar dari bibir ketus Nadhif.
"Setelah aku ngomong panjang lebar, kamu cuma bilang apa? Kamu itu tau caranya menghargai cewek nggak, sih?!"
Nadhif menghela napas. Ia tidak tahu harus menanggapinya seperti apa. Dengan Nadhif yang menyetujui ajakkan cewek ini untuk mengobrol saja sudah ia pertimbangkan dengan berat hati. Apa itu bukan menghargai? Lantas, kalau bukan menghargai, untuk apa Nadhif mau? Lebih baik ia pulang ke rumah dan menelpon Namira sampai kuping mereka berdua terasa panas.
"Aku masih cinta sama kamu, Davin..." Cewek itu berkata lirih.
Nadhif mendengus. "Gue udah nggak bisa. Maaf."
Cewek itu terkekeh miris. "Kenapa?! Kenapa kamu nggak bisa? Segampang itu kah kamu ngelupain aku? Segampang itu kah kamu punya pengganti baru?"
Nadhif mengernyitkan dahinya. Pengganti baru? Apa cewek yang ada di hadapannya saat ini mengetahui bahwa Nadhif adalah pacar Namira? Tapi, bagaimana dia bisa tahu? Atau mungkin hanya menebak saja?
"Gue udah nggak bisa, De. Meski pun gue maksain buat suka sama lo lagi gue nggak bisa. Apa lo mau setiap hari ngeliat cowok yang nggak pernah suka sama lo?" ucap Nadhif sarkas.
Cewek itu terdiam, menghapus air matanya lalu menoleh ke arah lain.
"Maafin gue atas apa yang udah gue perbuat dulu. Itu mungkin emang bener alasan klise karena gue nggak tau gimana caranya mutusin cewek. Satu hal yang harus lo tau, lo salah, De. Gue macarin lo bukan karena gue gagal move on atau apa pun. Karena mantan gue itu cuma lo."
KAMU SEDANG MEMBACA
Just You
Teen Fiction[COMPLETED] [BELUM DIREVISI JADI MASIH ACAK-ACAKAN] AKU AKAN BUAT SEKUELNYA KALO READERSNYA UDAH 100K:) DILARANG KERAS MENG-COPAS KARYA ORANG LAIN! TOLONG SALING MENGHARGAI. Pada awalnya hidup seorang gadis bernama Namira Kalila yang baru saja memas...