Perasaan bersalah

2.4K 364 25
                                    

Perasaan bersalah.

"Sekarang kita akan bermain kasti," ucap Pak Edwar guru Olahraga sambil mengibas-ibaskan tangannya menyuruh semua murid untuk berkumpul.

"Saya yakin, kalian sudah tahu bagaimana cara bermainnya. Waktu SMP pernah main kasti, 'kan?"

"Pernah...," jawab murid serempak. Tapi tidak sepenuhnya menjawab 'pernah', ada juga yang berujar 'iya' dan 'sudah'.

"Sekarang dengarkan baik-baik saya akan menyebutkan tim beserta anggotanya." Pak Edwar pun membuka buku absensi dan mulai membacakan anggota timnya.

Saat nama Namira disebut, ia mendengus keras, sambil menatap tajam seseorang yang sedang tersenyum miring ke arahnya. Anggota timnya adalah Marsha, Reno, Rivan, dan Siti.

Omong-omong, hari ini Dira tidak masuk sekolah. Namira juga tidak tahu kenapa, puluhan pesan yang dikirim Namira tidak ada yang Dira balas. Ditelpon pun tidak aktiv. Dan Dira tidak memberikan surat keterangan apa pun kepada sekretaris kelas. Tentu hal itu membuat Namira sedikit uring-uringan. Marsha dan Rena pun tidak tahu alasan Dira tidak masuk sekolah.

"Mira, ayo duduk." Namira sedikit terlonjak kaget saat Marsha menyentuh tangannya, lalu menariknya, mengajak ia duduk di tepi lapangan.

Permainan kasti pun akan dimulai, dua tim sudah berada di tengah lapangan sambil membentuk lingkaran, melingkari Pak Edwar yang sepertinya sedang memberikan arahan.

Namira sedikit bersyukur karena timnya tidak kebagian untuk bermain sekarang, namun minggu depan, melawan timnya Rifqi. Begitu kata Marsha tadi.

Peluit sudah dibunyikan tanda permainan kasti sudah dimulai. Tim Rena yang terlebih dahulu sebagai pemukul sedangkan tim Rakhil sebagai penjaga.

"Semangat Rena!!!" Namira reflek menutup kupingnya saat mendengar Marsha berteriak dan berseru sambil bertepuk tangan.

"Yaampun Marsha! Gue kaget tahu," gerutu Namira sambil menyelipkan helaian rambut yang berjatuhan ke belakang telinganya.

Marsha menyengir. "Maaf," ujarnya.

Namira kembali menghela napas, sepertinya hari ini ia sedang tidak terlalu bersemangat, pikirannya terus saja memutar, Namira memikirkan Dira yang tidak memberi kabar dan tentunya ucapan Fani kemarin.

Seketika, Namira merasa ada yang menghantam dahinya disertai suara jeritan seseorang. Setelah itu, semuanya gelap dan tidak ada lagi suara.

•••

Cahaya matahari seketika masuk ke dalam ruangan serba putih saat tirai jendelanya dibuka. Seseorang yang tengah berbaring, mengerutkan keningnya tidak kuat menerima pancaran sinar matahari yang begitu terik. Matanya sedikit demi sedikit mulai membuka, tangannya mencoba menutupi pantulan sinar matahari. Namira pun meringis.

"Marsha...," Namira kembali meringis saat merasakan sesuatu dingin yang menempel pada dahinya. Ia memanggil nama Marsha karena terakhir Namira ingat ia sedang duduk berdampingan dengan Marsha.

Di samping Namira, seseorang tengah duduk sambil memperhatikan dirinya yang tengah berbaring lemas dengan mata yang sesekali membuka lalu tertutup kembali.

Mata Namira perlahan membuka sempurna, ia menyentuh dahinya yang terkompres handuk kecil dengan air es. Namira bangkit, merubah posisinya menjadi duduk.

Seketika tubuh Namira menegang, napasnya tercekat dan tenggorokannya tiba-tiba terasa kering. Hatinya sedikit mencelos dan pikirannya tiba-tiba mengingat perkataan seseorang kemarin.

Just YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang