Fakta dan Mata.
Namira terisak, hatinya terasa seperti ditusuk-tusuk oleh belati panas yang baru diangkat dari pembakaran. Matanya juga terasa panas, seperti berribu biji cabai sudah masuk ke dalam matanya.
Intinya, Namira rapuh.
Namira baru sampai ke rumahnya pukul empat sore. Tadi ia sempat diam cukup lama di halte yang berada di tepi jalan. Setibanya di rumah, ia sedikit menghela napas lega karena tidak ada satu orang pun yang berada di dalam rumahnya. Sehingga Namira tidak akan dihujani berribu pertanyaan dari Nada mau pun Marcel.
Di depan pintu kamarnya terdapat secarik kertas yang ditempel oleh Nada untuk memberi tahu kalau ibunya itu sedang pergi ke rumah temannya untuk membicarakan tentang sosialisasi ibu-ibu terhadap panti asuhan.
Sedangkan Marcel? Namira tidak tahu cowok itu pergi ke mana. Yang jelas akhir-akhir ini kakaknya itu sering sekali berpergian ke luar rumah. Entah itu pagi, siang, sore, bahkan sampai malam sekali pun.
Dering ponsel Namira membuat ia langsung mengusap air matanya yang sedari tadi tidak berhenti dan langsung menyambar ponselnya.
Ke limapuluh enam kalinya Nadhif menelpon.
Dan ke limapuluh enam kalinya juga Namira tidak menjawab telpon itu.
Tangisnya kembali pecah, rambutnya sudah awut-awuttan seperti orang gila yang sering ia temui di jalanan. Namira benar-benar bingung, sesak, dan sakit.
Setelah Namira merasa bahagia karena Nadhif benar-benar menjadi miliknya, rupanya hal itu tidak membuat Kezia menjauh dari Nadhif.
Bahkan sekarang Kezia tidur di rumah Nadhif.
Jelas saja Namira sakit. Ia tahu pasti cewek itu tidak hanya menumpang tidur, melainkan juga mengobrol berlarut-larut bersama Nadhif. Dan hal itulah yang membuat Namira menjadi seperti ini.
Ponsel Namira kembali berbunyi, tetapi kali ini bukan telpon, melainkan sebuah pesan yang sudah masuk ke dalam ponselnya. Cewek itu memandang layar ponselnya sedikit lama karena nama Nadhif lagi-lagi tertera di layar sana.
Ingin membaca tapi tidak kuat.
Melihat namanya saja sudah membuat hati Namira kembali merasa sakit.
Pada akhirnya cewek itu tidak bisa menyangkal kalau ia memang merindukan Nadhif dan ingin membaca pesannya. Disambarnya ponsel itu, lalu menarik napas terlebih dahulu sebelum membacanya.
NadhifAsyraf: Namira, kamu udah janji waktu itu nggak akan berubah kalo ada sesuatu yang membuat kamu ragu sama aku. Aku cuma sayang sama kamu, Namira, nggak ada yang lain. Tolong keluar, dan dengerin penjelasan aku. :(
Mata Namira terbelalak. Keluar? Berarti cowok beruang lucunya itu sudah ada di depan rumahnya?
Namira beranjak lalu berjalan bolak-balik, ia menggigit jarinya sendiri karena tidak tahu harus melakukan apa. Ingin menemui Nadhif tapi rasanya malu.
Dan sakit.
Setelah sepuluh menit lamanya berpikir, akhirnya cewek itu berlari ke bawah masih dengan penampilan acak-acakkannya. Jantungnya berdegup cepat kala tangannya sudah siap membuka kenop pintu.
SREG!
Nadhif. Ya, cowok itu sudah berdiri di depan pintu dengan tampang datarnya, tetapi masih jelas terlihat ada raut kesedihan dan rasa bersalah di wajahnya. Ia menatap Namira yang terlihat berantakkan.
Mata sembabnya memberikan sorotan tajam kepada Nadhif. Hidungnya yang merah, seragam sekolah yang acak-acakkan, ditambah rambutnya yang sudah tidak lagi berbentuk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Just You
Teen Fiction[COMPLETED] [BELUM DIREVISI JADI MASIH ACAK-ACAKAN] AKU AKAN BUAT SEKUELNYA KALO READERSNYA UDAH 100K:) DILARANG KERAS MENG-COPAS KARYA ORANG LAIN! TOLONG SALING MENGHARGAI. Pada awalnya hidup seorang gadis bernama Namira Kalila yang baru saja memas...