Pengakuan

1.9K 230 34
                                    

Pengakuan.

Namira menoleh ke arah Dira yang kini terlihat sedang senyam-senyum sendiri. Padahal, di depan sana sudah ada Pak Edwar yang sedang berpidato terlebih dahulu di dalam kelas, sebelum melakukan praktek materi baru di lapangan.

Namira menyenggol lengan Dira, membuat cewek itu langsung tersentak kaget. "Ih! Ngagetin aja sih," gerutunya.

Namira menyengir. "Kenapa, lo? Abis dikasih uang bulanan? Atau dapet arisan?" tanya Namira pelan sambil menaik turunkan kedua alisnya.

Dira mendengus namun di detik kemudian wajahnya semringah. "Lebih dari itu! Waktu malem Kak Nadhif ke rumah gue tanpa gue minta!"

Seketika mata Namira terbelalak dengan napasnya yang tiba-tiba terasa sesak. "A-apa?"

Dira memutar kedua bola matanya. "Ih budek! Gue bilang, Kak Nadhif waktu malem ke rumah gue tanpa gue minta," ucap Dira mengulang perkataannya dengan sabar.

Namira hanya diam mematung. Bukannya ucapan Dira tidak terdengar oleh telinga Namira, tapi respon yang ia ucapkan tadi refleks keluar begitu saja dari kerongkongannya.

Namira hanya tersenyum kikuk lalu kepalanya kembali menghadap ke arah depan. Tapi, pikiran dan hatinya sedang tidak berada di kelas, namun berada di satu titik dimana pikiran-pikiran negatif mulai bermunculan dengan seenaknya.

Nadhif berkata bahwa Dira yang menyuruh Nadhif untuk datang ke rumahnya, karena orangtua Dira yang ingin bertemu lagi dengan Nadhif.

Tapi, Dira berkata bahwa alasan sedari tadi senyumnya tidak memudar karena teringat kejadian semalam saat Nadhif datang ke rumahnya tanpa diminta.

Namira mendengus. Jadi, sekarang siapa yang harus ia percaya?

Cowok yang ia cintai atau sahabat yang ia cintai?

"Sekarang, ayo ikut Bapak ke lapangan."

•••

Ternyata materi yang akan dipraktekkan di lapangan sekarang adalah teknik-teknik dasar bola basket. Jelas Namira tidak tau, karena di dalam kelas tadi ia sama sekali tidak memperhatikan.

Kini, Namira tengah duduk di tribun lapangan menunggu giliran nomor absennya dipanggil. Tentu saja nama Namira masih lama untuk dipanggil, karena yang sedang praktek sekarang masih nomor absen empat, Alya.

Sedangkan nomor absen Namira yaitu nomor tiga puluh satu.

"Dira sama Marsha kemana, Ren?" tanya Namira pada Rena yang ada di sebelahnya sambil memainkan daun yang entah dari mana Rena dapatkan.

"Ke toilet, si Dira sakit perut."

Namira langsung menoleh dengan gerakkan cepat. "Eh? Serius? Kok nggak ngasih tau gue? Kenapa nggak ke UKS aja?" Terdengar nada bicara Namira yang sangat khawatir.

Rena langsung menoleh ke arah Namira dengan kerutan kening yang ada pada dahinya. "Sakit perut biasa doang kok, Mir. Tadi pagi dia makan yang pedes," ucap Rena memberi tahu.

Namira menggeleng cepat. "Tetep aja kasian, Ren. Gue mau nyusul Dira ke toilet." Namira beranjak berniat untuk melangkahkan kakinya menuju toilet. Tetapi tangan Rena lebih cepat menahannya.

"Kenapa?" tanya Namira bingung.

Rena menepuk-nepuk tribun yang tadi didudukki oleh Namira. "Duduk, Mir. Gue mau ngomong," titahnya.

Just YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang