Kepastian dan Kepindahan

2K 215 41
                                    

Kepastian dan Kepindahan.

RikiRiza: Nara, pulang sekolah nanti bisa ketemu? Aku jemput.

Namira mendengus gusar kala satu pesan dari Riki sudah terbaca jelas oleh kedua bola matanya. Namun pada akhirnya tetap ia balas juga.

NamiraK: Oke.

Sepertinya, ini sebuah kesempatan Namira untuk memberi kepastian kepada Riki. Ia hanya tidak mau membuat Riki lebih merasa sakit hati jika Namira harus terpaksa untuk terus mencintai Riki.

Dan juga, agar tidak membuat Nadhif salah paham.

Entah dari mana pikiran itu seketika muncul, tapi tujuan Namira yang utama memang itu. Agar tidak membuat Nadhif salah paham.

Katakan jika Namira jahat, namun kehendak hati siapa yang bisa mengalahkan?

Omong-omong soal Nadhif, Namira masih merasa kesal dengan kelakuan cowok itu yang semakin hari semakin menyebalkan. Memang, Nadhif berubah menjadi lebih asik jika sedang berbicara, atau pun mulai memperihatkan ekspresinya yang lain selain ekspresi datar dan ketus.

Tapi, semakin hari juga Nadhif semakin berani mengerjai Namira.

Kalau hanya mengerjai Namira dengan menggodanya, atau pun mengatakannya tulalit dalam matematika, tidak apa-apa. Namira masih bisa bersabar.

Tapi, kali ini Nadhif mengatakan hal sakral yang sangat ingin Namira dengar dari mulut Nadhif sendiri.

"Kamu mau jadi pacar aku, nggak?"

Saat kemarin Nadhif mengatakan hal itu, Namira hanya bisa diam melihat tawa Nadhif yang seketika lepas. Jantungnya benar-benar ingin meledak saat itu juga.

"Aku becanda, abisnya kamu ngangguk terus."

Dan saat itu, jantung Namira benar-benar terasa jatuh.

•••

"Gue dijemput sama Riki, Dir. Maaf nggak bisa pulang bareng lagi."

Dira menghela napas bersamaan dengan mobil Riki yang sudah berhenti di depan halte, tepatnya di hadapan Namira, Dira, Rena, dan Marsha.

"Gue duluan," pamit Namira yang dibalas ketiga sahabatnya itu dengan anggukkan.

"Hati-hati!"

Setelah memasukki mobil Riki, jantung Namira tiba-tiba berdetak dengan cepat. Bukan, bukan merasa deg-degan seperti yang Namira rasa saat sedang bersama Nadhif.

Tapi, perasaan takut yang kini mulai menjalar ke sekujur tubuhnya.

Namira menoleh ke arah Riki lalu tersenyum kikuk. Berbeda dengan Riki yang membalasnya dengan senyuman santai.

"Mau kemana?" tanya Riki tanpa menoleh ke arah Namira.

"Ehm... Brown cafe aja?" ucap Namira yang malah terdengar seperti bertanya balik.

Riki mengangguk tanpa membalas ucapan Namira, ia langsung mempercepat kemudinya agar tujuannya cepat-cepat ia sampaikan.

Sepuluh menit kemudian, Namira dan Riki sudah menempati meja brown cafe di sebelah kaca yang besar. Sehingga bisa membuat mereka leluasa melihat rintikan hujan yang mulai membasahi kota Bandung.

"Mau pesen apa? Harus makan, ya," ucap Riki sambil membolak-balikkan menu yang ada di hadapannya.

Namira kembali tersenyum kikuk sambil menggeleng. "Nggak laper, aku mau teh panas aja."

Sungguh, Namira sama sekali tidak merasa lapar. Yang ada perutnya sudah benar-benar terasa mulas karena semua perasaannya yang mulai bercampur menjadi satu.

Just YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang