25 ● Hard to Say

11.5K 1.2K 146
                                    

"Kau masih marah padaku, Jimin?"

Sungmi mendekati Jimin yang berdiri membelakanginya. Namja bersurai hitam itu tengah sibuk mengambil gelas dari rak di dapur. Setelah mendapatkannya ia beralih ke pintu kulkas lalu membukanya, menuang air dingin sampai setengah gelas kemudian meneguknya santai tanpa menghiraukan pertanyan Sungmi.

Di ruangan itu hanya ada mereka berdua karena Taehyung masih terlelap di kamar Jimin.

Tadi saat Jimin membukakan pintu apartemennya, ia berlalu begitu saja begitu tau Sungmi yang datang tanpa menyuruh gadis itu masuk. Akhirnya tanpa permisi lagi Sungmi mengikuti Jimin masuk ke dalam apartemennya.

Dengan mendapat sedikit paksaan dari Jieun, akhirnya Sungmi memutuskan untuk menemui Jimin setelah perdebatan semalam. Gadis itu yakin kalau Jimin kecewa padanya, padahal itu semua ia lakukan hanya karena tidak ingin melihat temannya terluka karena dirinya. Apakah itu salah di mata Jimin? Lagi pula apa haknya marah kepada Sungmi?

"Park Jimin!" pekik Sungmi yang merasa diabaikan oleh namja itu. Ia masih berdiri di belakang Jimin. Kakinya di hentakkan karena kesal, sedangkan kedua tangannya ia kepal di samping tubuhnya.

Jimin berbalik, memandang gadis di depannya dengan alis terangkat.

"Apa pedulimu kalau aku marah?" suaranya terdengar begitu datar seakan ia tak peduli dengan apa yang ia katakan barusan. Padahal, hatinya sedang bergemuruh saat ini karena terus memikirkan Sungmi semalaman. Ia masih tidak habis pikir dengan gadis itu, bisa-bisanya dia melakukan hal yang bisa membahayakan dirinya sendiri.

"Aku minta maaf karena tidak menceritakan soal peneror itu. Lagi pula aku tidak menceritakannya kepada siapapun, tapi kenapa hanya kau yang marah padaku?" ucap Sungmi. Matanya memandang lurus ke namja di depannya.

Jimin meletakkan gelas yang tadi di pegangnya ke meja makan di sampingnya. "Kau membuatku khawatir lagi, Sungmi-ya," kata Jimin pelan.

Kening Sungmi berkerut dalam. "Mwo?" (Apa?)

"Kau membuatku khawatir lagi," Jimin mengulangi kata-katanya, ia maju selangkah untuk mendekati Sungmi.

Belum sempat Sungmi membalas perkataan Jimin, namja itu sudah lebih dulu mengeluarkan suaranya lagi. "Kau tau seberapa takutnya aku kalau sesuatu yang buruk terjadi padamu?" ia kembali memajukan langkahnya, sedangkan Sungmi masih tidak beranjak dari tempatnya-dua langkah di depan Jimin.

"Mianhe," kata Sungmi. Hatinya begitu menecelos saat mendegar perkataan Jimin barusan.

"Apa kau tau seberapa takutnya aku kehilangan dirimu?" ingin rasanya ia memeluk gadis di depannya, tapi rasanya tidak bisa. Ia masih sedikit kesal dengan Sungmi.

Sungmi mendongakkan kepalanya, menatap Jimin yang sudah berada tepat di hadapannya. Dari jarak yang sedekat ini, ia bisa melihat ada kilatan kekecewaan di mata Jimin.

"Cheongmal mianhe, aku hanya tidak ingin kalian semua terluka karena aku, Jimin," ucap Sungmi. Pelupuk matanya kini sudah berkumpul air mata yang siap turun kapan saja.

Alasan itulah yang membuatnya berani menemui si peneror itu. Ia benar-benar tidak ingin teman-temannya berada dalam masalah karenanya. Jujur dalam hatinya, ia juga merasa takut setengah mati, tapi akhirnya dia mengabaikan fakta itu.

Jimin menghela nafas panjang, ia selalu tak tega melihat orang yang ia sayangi menangis di hadapannya.

Tangan kekarnya terarah untuk mengangkat tubuh mungil Sungmi, lalu mendudukan gadis itu di meja pantry. Kedua tangannya ia tumpu di sisi kanan dan kiri Sungmi, mengurung gadis itu supaya tidak pergi kemana-mana.

TroublemakerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang