39 ● First Snow

6.9K 958 118
                                    

Bau khas rumah sakit menyeruak indra penciuman Sungmi ketika kelopak matanya perlahan mulai terbuka.

Ia mengerjap beberapa kali. Menyesuaikan cahaya matahari pagi yang masuk melalui celah jendela.

"Ommo! Kau sudah sadar sayang?"

Gadis itu menoleh ke sisi kiri. Matanya menyipit saat penglihatannya menangkap seorang wanita paruh baya yang amat ia rindukan duduk di kursi sebelah ranjangnya.

"Eomma?"

Wanita itu tersenyum. Tangan hangatnya mengelus puncak kepala Sungmi. Ia menghela nafas panjang. Perasaanya terasa sangat lega karena putri semata wayangnya akhirnya siuman setelah semalaman tidak sadarkan diri.

"Eomma, kenapa aku bisa di sini?" tanya Sungmi. Pikirannya melayang. Menerka apa yang dilakukan terakhir kali sampai-sampai ia harus terbaring lemah di ranjang rumah sakit dengan selang infus yang menancap pada tangan kanannya.

"Kau hampir saja tertabrak mobil kalau pengemudi mobil itu tidak menginjak rem pada waktu yang tepat," tutur Ibunya. "Tapi kau sudah pingsan lebih dulu, dokter bilang itu karena kau mengalami syok berat. Ditambah lagi kau kehujanan. Eotteokhae dwaengoya?" (Kenapa bisa begini)

Tertabrak?

Syok?

Hujan?

Sungmi mengernyit setelah mendengar penuturan Ibunya. Perlahan ia memejamkan matanya. Membayangkan apa yang terjadi padanya tadi malam.

Kepalanya mulai terasa pening saat satu persatu kepingan memori itu terkumpul. Bagaikan potongan puzzle yang tersusun rapi dengan sendirinya.

Apa yang terbesit dipikirannya pertama kali adalah Jimin. Disusul dengan fakta menyakitkan kalau Jimin akan bertunangan. Pertengkarannya dengan lelaki itu di tengah hujan, hingga ia memutuskan hubungan mereka secara sepihak. Dan akhirnya ia berlari keluar gerbang untuk meninggalkan Jimin lalu tiba-tiba semuanya menjadi gelap.

Sungmi menahan nafasnya. Menggigit bibir bawahnya kuat-kuat. Menahan air mata yang kembali mendesak ingin keluar. Rasa sakit itu kembali. Menjalari setiap sudut hatinya. Membuat dadanya terasa sesak sampai lupa bagaimana cara bernafas.

"Sungmi-ya," panggil Ibunya lembut.

Sungmi kembali membuka kelopak matanya ketika air mata itu tak mampu lagi dibendung. Ia terisak seiring dengan usapan lembut di kepalanya.

Gadis itu bangun dari tidurnya. Meluruskan punggung lalu mendekap erat Ibunya. Perasaannya kacau. Rasa sakit pada batinnya bahkan mengalahkan rasa sakit pada raganya.

"E-eomma.."

"Eomma di sini sayang, tidak apa-apa menangis saja," kata Ibunya seraya mengusap punggung Sungmi.

Setelah lebih tenang Sungmi melepaskan pelukannya. Menghapus jejak air mata pada wajahnya lalu menghela nafas panjang.

"Eomma, siapa yang membawaku ke sini?"

"Temanmu, dia murid laki-laki. Matanya kecil, dagunya lancip dengan pipi yang sedikit chubby, kulitnya sangat putih, senyumnya manis, dan yang pasti dia tampan," ucap Ibu Sungmi disertai senyum jahilnya sambil menyodorkan segelas air putih. "Lalu disusul Jieun, dan beberapa temanmu yang lain,"

Tangan Sungmi terarah untuk menerima gelas itu. Ia tidak langsung meminumnya, melainkan memainkan ibu jarinya pada pinggiran gelas sambil melamun.

Sungmi tersenyum kecut kala hatinya yakin orang yang dimaksud Ibunya adalah Jimin. Mata kecil, kulit putih, senyum manis, dan pipi chubby. Siapa lagi kalau bukan kekasihnya itu? Atau, mantan kekasihnya mungkin? Karena seingatnya hubungan mereka sudah berakhir.

TroublemakerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang