Bukan Jimin namanya kalau dia tidak bisa membuat sebuah kejutan yang tidak pernah terbayangkan olehku.
Seperti sekarang, ketika kami berada di depan pintu apartemennya.
Entah 'kejutan' apa yang mau dia berikan, yang pasti di sepanjang perjalanan tadi, dia tidak henti-hentinya tersenyum.
"Kau mengerikan, Jimin. Jangan terus-terusan tersenyum seperti itu."
Dia terkekeh pelan lalu mendekatkan wajahnya ke wajahku sembari mengulum senyum yang lebih lebar. "Sudah siap belum?"
Aku hanya bisa mengernyit lalu mendorong pelan wajahnya agar menjauh.
"Eiy, mencurigakan sekali," cibirku.
Jimin malah tertawa sembari tangannya terangkat di udara untuk menekan passcode apartemennya.
"Kajja," dia menarik lembut tanganku masuk ke dalam. (Ayo)
Bulu leherku sedikit meremang ketika kami memasuki apartemennya karena ruangan ini benar-benar gelap.
"Tunggu di sini ya sebentar," katanya sebelum mencoba untuk melepaskan tautan tangan kami.
Aku meringsut ke arahnya lalu memeluk lengannya supaya tidak pergi. "Shireo. Nan museowo,"
(Tidak mau. Aku takut)Dia 'kan tahu aku benci gelap, tapi dia malah mau meninggalkanku. Apa-apaan dia itu?!
"Kau percaya padaku 'kan? Hanya sebentar," Jimin mengusap pelan rambutku. Dia menatapku lama. Sekali lagi dia berusaha meyakinkanku. Walau dengan pencahayaan yang minim, aku masih bisa melihat kehangatan dari matanya itu.
Akhirnya aku mengangguk pelan, kemudian melepaskan tanganku dari lengannya.
"Jimin-ah," panggilku setelah dia benar-benar pergi.
Serius. Aku benar-benar takut. Dan kenapa dia tidak juga menyalakan lampunya?!
"Iya, aku di sini," jawaban Jimin sedikit membuatku lebih tenang.
Mataku menelusuri setiap sudut ruangan ini. Tidak ada yang mencolok karena Jimin belum juga menyalakan lampunya.
Entah dia kemana yang pasti apartemennya menjadi hening.
"Jimin-ah," panggilku lagi.
"Aku masih di sini, sebentar lagi," kata Jimin, dan sepertinya dia ada di kamarnya. Entahlah.
"Aku takut tau!" semburku dengan cepat.
Tidak ada jawaban.
"Jimin-ah neo eodiya?"
Hening.
"Jimin!!!"
Oke aku mulai kesal karena dia tidak kunjung menjawabku.
Oh astaga! Bagaimana kalau ada hantu di sebelahku?!
Bagaimana kalau sesuatu yang buruk terjadi?!
"Iya sayang, aku di sini." Itu suara Jimin. Aku menghela nafas lega. Setidaknya hal-hal buruk di pikiranku tidak terjadi. "Aku tidak akan pergi meninggalkanmu sendirian," lanjutnya.
Aku tersenyum kecil. Perkataannya itu membuat hatiku tiba-tiba menghangat.
Lagi-lagi hening.
"Kenapa lama sekali?"
Pletak! Bugh!
Entah itu suara apa yang jelas sesuatu baru saja jatuh.
"Jimin-ah, are you ok?" tanyaku khawatir.
KAMU SEDANG MEMBACA
Troublemaker
FanficKehidupan Lee Sungmi yang tenang, berubah kacau sejak Park Jimin mencuri ciuman pertamanya di kantin sekolah. Sejak saat itu, Sungmi bertekad untuk membenci Jimin selama sisa hidupnya. Namun, nyatanya takdir berkata lain karena mereka menjadi dekat...