Late Night Talk

2.4K 274 6
                                    

Banyak orang mengatakan kalau kita berada di dekat pohon saat malam hari itu tidak baik karena kita bisa 'rebutan' oksigen. Tapi Seulgi seakan tidak peduli dan malah mengunjungi taman di dekat dormnya saat malam hari. Tepatnya jam 1 lewat 51 menit dini hari.

Dia memasukan kedua tangannya ke dalam saku mantelnya dan duduk disalah satu bangku taman. Seulgi melihat ke sekitar taman yang penerangannya sangat kurang, beberapa serangga berterbangan di sekitar lampu taman. Suara jangkrik terdengar dengan jelas karena suasana disini sangat sepi. Hanya Seulgi disini, duduk sendirian selagi menunggu seseorang yang sudah membuat janji dengannya.

Beberapa menit terdiam tanpa melakukan apapun seperti orang tolol, Seulgi mengambil earphone di dalam tas selempangnya lalu memasangnya. Dia menyetel lagu berirama pelan sambil mengangguk-anggukkan kepalanya. Beberapa kali dia melafalkan lirik dengan tanpa mengeluarkan suaranya.

2 lagu terlewat, Seulgi menghembuskan nafasnya dan membuat gumpalan asap keluar dari mulutnya. Dia mengecek jam di ponselnya. Hampir 15 menit dia menunggu dan orang yang membuat janji dengannya belum nampak juga.

"Noona, maaf membuatmu menunggu lama." Seulgi menghela nafas begitu mendengar suara orang yang dia tunggu telah tiba. Dia menoleh ke samping, menemukan Park Jimin duduk disebelahnya sambil mengatur nafasnya yang tersengal.

"Ya, aku menunggu cukup lama." Kata Seulgi. Jimin memberikan senyuman bersalahnya kepada Seulgi.

"Tumben sekali kau datang terlambat. Ada apa?" Tanya Seulgi.

"Hmm, biasa. Latihan dan semacamnya." Jawab Jimin.

"Latihan?"

"Iya. Kami akan comeback lagi setelah itu tour."

"Ah, tentu saja. Tour, ya?" Seulgi berucap pelan. Suaranya melemah dan Jimin tentu saja menyadarinya. Dia menatap Seulgi sendu, paham kenapa gadis disebelahnya mendadak tidak semangat.

"Maaf," seolah sadar, Jimin meminta maaf.

"Tidak perlu, Jim. Aku tidak kenapa-kenapa kalau kau mau membahas konsermu dan semacamnya." Seulgi memberikan senyuman tipisnya kepada Jimin. Lalu mereka terdiam dan Seulgi memilih untuk menyenderkan kepalanya di bahu kanan Jimin. Tempat sandaran favoritnya beberapa minggu terakhir.

"Aku harap agensimu memberikan apa yang kalian inginkan tahun ini." Kata Jimin. Dia menarik tangan kanannya dan merangkul Seulgi yang sedang sedih. Mengelus bahu perempuan itu dengan sayang untuk menenangkannya.

"Aku harap juga begitu. Ingin sekali aku protes kepada agensi kami untuk banyak hal. Aku tahu, fans kami ingin segera mendapatkan nama fandom mereka."

Jimin mengangguk. "Menjadi idol di big 3 ternyata tidak semenyenangkan yang orang lain pikirkan, ya?"

"Ya."

"Masa promosi kalian juga sebentar." Lanjut Jimin. Seulgi memaksa untuk tertawa untuk menyembunyikan rasa kesalnya.

"Iya. Acara fansign juga tidak banyak. Padahal aku ingin bertemu dengan para fansku."

"Iya, kapan lagi bertemu fans sedekat itu kecuali saat masa promosi?"

"Nah."

"Saat konserku di Seoul nanti, kau harus datang." Suruh Jimin. Seulgi langsung duduk tegap begitu mendengar ucapan Jimin. Dia menghadap Jimin yang kini menatapnya tanpa rasa bersalah sedikitpun.

"Kau gila? Mana mungkin!" Seulgi meninju lengan Jimin, membuat lelaki itu berpura-pura meringis kesakitan.

"Kenapa?" Tanya Jimin polos. Mendengarnya, Seulgi memutar bola matanya dan membenarkan letak duduknya. Menghadap lurus ke depan dan tangan bersedekap.

"Aku tidak ingin media tahu kalau kita dekat. Kau tahu, media bisa membuat berita yang tidak masuk akal dan orang lain akan mempercayainya." Jawab Seulgi pelan. Tanpa sadar Jimin mengangguk setuju dengan ucapan Seulgi.

"Ah, tapi aku ingin kau menontonku, noona." Mohon Jimin. Dia menatap Seulgi dengan tatapan merajuknya. Seulgi sekuat tenaga menahan diri untuk tidak mencubit kedua pipi tembam Jimin.

"Hentikan, Jimin. Tatapanmu tidak mempan." Jawab Seulgi sambil menahan tawanya.

"Ya!" Seulgi mendorong wajah Jimin agar tidak menatapnya seperti tadi. Kali ini, Jimin tertawa karena berhasil membuat Seulgi gemas dengannya.

"Noona, ayolah. Kau tidak ingin melihatku?" Tanya Jimin. Seulgi menggeleng dengan senyuman mengejeknya kepada Jimin.

"Kau tidak asik." Cibir Jimin.

"Aku tidak bisa memastikan, Jim. Kami juga sedang mempersiapkan comeback. Aku takut jadwalku bentrok dengan konsermu." Tolak Seulgi dengan halus. Jujur, dia ingin sekali datang ke konser Bangtan dan mendukung Jimin disana.

"Oh, iya." Jimin mengangguk lesu.

"Kau pernah membayangkan kalau kita akan sedekat ini tidak?" Tanya Seulgi mengganti topik pembicaraan. Cukup dengan obrolan tentang pekerjaan, dia ingin bersantai di malam hari, dengan orang favoritnya tanpa membicarakan pekerjaan mereka.

"Tidak. Kalau kau?"

"Sama, aku juga tidak pernah berpikiran kalau kita bakal dekat seperti ini."

"Kalau tidak ada dance collaboration saat itu, mungkin kita tidak akan dekat seperti ini." Ucap Jimin.

"Ah, tapi bisa aja tanpa adanya dance collaboration itu kita bisa dekat."

"Bagaimana?"

"Aku tahu kau pernah mengatakan kalau kau ingin dekat Red Velvet." Goda Seulgi. Jimin tertawa malu sambil menutup wajahnya. Oh, ternyata Seulgi tahu.

"Kau tahu?" Tanya Jimin. Seulgi mengangguk senang lalu tertawa. Selama beberapa minggu dekat dengan Jimin, Seulgi suka menggoda lelaki ini. Terkadang responnya sangat lucu.

"Kalau tidak ada dance collaboration dan kau masih ingin dekat dengan grupku, apa yang akan kau lakukan?"

"Apa, ya? Mungkin aku akan meminta nomor ponsel kalian semua. Lalu kita bikin grup chat." Jawab Jimin sambil mengadahkan kepalanya ke atas. Menatap langit malam yang saat ini tidak ada bintang satupun. Hanya ada bulan yang sedang tertutupi oleh awan.

"Bayangkan kalau grup kita dekat." Kata Seulgi.

"Kacau."

"Pastinya."

Mereka diam. Tidak mengucapkan apapun lagi setelah itu. Walaupun tidak ada topik pembicaraan lagi, mereka tetap merasa nyaman dengan keheningan ini. Tidak pusing untuk mencari topik pembicaraan selanjutnya. Biarkan saja mereka menikmati keheningan ini selagi bisa.

Seulgi menguap dan lagi-lagi menyenderkan kepalanya di bahu Jimin yang nyaman. Lelaki itu diam, membiarkan Seulgi bersender kepadanya. Jimin menyukainya, Jimin suka ketika Seulgi bermanja-manjaan kepadanya walaupun gadis itu lebih tua satu tahun darinya. Umur bukan masalah baginya.

Jimin mengelus rambut Seulgi dengan pelan. Membuat Seulgi semakin merasa ngantuk ketika seseorang memainkan rambutnya.

"Mengantuk?" Tanya Jimin. Seulgi menggumam dan memejamkan matanya karena rasa kantuknya semakin parah. Jimin tidak bertanya apapun lagi, dia tetap melanjutkan kegiatannya yang mengelus rambut Seulgi.

Gadis ini enteng, kok. Tidak masalah kalau Jimin harus membopong Seulgi menuju mobilnya. Biarkan saja Seulgi tertidur dengan pulas di pundaknya.

Karena dia suka dengan itu.

---

yes i know this is sucks

The Journal [p.j.m & k.s.g]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang