Selama berada di dalam pesawat, perasaan bahagia yang membuncah itu tidak pernah hilang dari Park Jimin. Setelah mendapat tugas di Jepang selama 8 bulan tanpa diperbolehkan pulang sama sekali, akhirnya kini dia dapat menginjakkan kaki di negara asalnya, Korea Selatan.
Perjalan yang tidak terlalu memakan waktu itu tetap membuatnya lelah, namun rasa lelahnya hilang begitu melihat tunangannya, Kang Seulgi, telah menunggu dengan raut wajah khawatirnya. Bukan bermaksud jahat, tapi Jimin sengaja tidak memberitahu Seulgi kalau dia sudah mendarat. Apa lagi pesawatnya sempat delay selama satu jam.
Jimin yakin, Seulgi pasti sudah menunggu lebih awal dari jam seharusnya. Tapi entah kenapa dia tidak ingin memberi tahu kepada Seulgi kalau pesawatnya delay. Gadis itu pasti akan memakinya sambil memukul lengannya dengan sadis.
Tanpa memperdulikan keadaan sekitar, Seulgi berlari untuk berhambur ke dalam pelukan Jimin yang sudah lama tidak dia rasakan. Pekerjaannya sebagai perancang gaun pengantin menuntutnya untuk terus bekerja tanpa peduli dengan hari libur, maka dari itu Seulgi juga tidak bisa menyisakan waktunya untuk mengunjungi Jimin di Jepang.
Jimin mengangkat tangannya dan semakin menekan kepala Seulgi yang terbenam di dadanya. Selama semenit mereka berpelukan, Jimin terus menghirup aroma khas rambut Seulgi. Aroma yang dia rindukan sejak 8 bulan yang lalu. Sejak dia baru mendudukan dirinya di dalam pesawat saat akan pergi ke Jepang.
"I miss you so damn much." Ucap Seulgi, masih di dalam pelukan Jimin.
"Sebaiknya kita pulang sekarang, ya? Tidak enak dilihat orang lain." Ajak Jimin. Seulgi dengan enggan melepaskan pelukannya dan memperlihatkan wajahnya yang cemberut.
"Kenapa cemberut? Aku sudah pulang, aku sudah berada di hadapanmu sekarang. Tidak ada layar ponsel yang menghalangi kita lagi." Tanya Jimin. Tangannya kembali terangkat untuk menarik perlahan bibir tipis Seulgi untuk membuat segaris senyuman.
"I waited too long. Aku lelah." Jawab Seulgi.
"I'm sorry. Pesawatku delay selama satu jam. Maaf, ya?" Mohon Jimin.
"Sial! Kenapa tidak bilang?"
"Maaf." Jimin seperti biasa memberikan senyuman bocahnya kepada Seulgi, yang biasanya selalu membuat gadis di hadapannya ini luluh.
"Terserah. Kau yang menyetir atau aku?" Tanya Seulgi. Mereka kini sudah berjalan keluar untuk ke parkiran.
"You look so tired. Biar aku saja."
Seulgi mengangguk dan memberikan kunci mobilnya kepada Jimin. Mereka kembali berjalan dengan tangan kanan Seulgi menarik koper dan tangan kirinya menggenggam tangan Jimin dengan erat.
***
Jimin mengusap kening Seulgi dengan lembut. Gadisnya kini berbaring dengan lemah diatas tempat tidur mereka. Baru beberapa menit tiba di apartment mereka, Seulgi jatuh pingsan. Jimin hendak mengambil minum di dalam kulkas ketika mendengar suara hentaman dari belakangnya dan menemukan Seulgi pingsan di belakangnya.
"You work too hard, don't you?" Jimin kembali berbicara sendiri. Seulgi sempat terbangun dan setelah Jimin memberikan minuman hangat, Seulgi kembali tertidur. Biarkan saja dia harus kembali menahan rasa rindunya, yang terpenting saat ini adalah kondisi Seulgi.
Selama beberapa menit Jimin tetap dalam posisinya sambil mengusap kening Seulgi dengan pelan. Bibir tipis Seulgi terlihat sangat pucat dan rasa khawatirnya belum juga hilang.
Jimin beranjak dan meninggalkan kamar Seulgi. Dia mengambil bubur yang sudah dia pesan beberapa menit yang lalu dan kembali ke kamar mereka. Jimin mengharapkan selama kepergiannya yang kurang lebih lima menit itu membuahkan hasil seperti sadarnya Seulgi, tapi hasilnya nihil.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Journal [p.j.m & k.s.g]
Fiksi Penggemar[SLOW UPDATE] Kumpulan cerita Jimin x Seulgi.