Ini cerita kalau Jimin tahu Seulgi hamil.
—-
"Gi?" Jimin masuk ke dalam kamar mereka berdua setelah dia selesai menyuci piring sehabis makan malam hari ini. Itu pun setelah berdebat dengan Seulgi, akhirnya Jimin dapat mengambil alih pekerjaan ringan istrinya itu.
"Apa?" Jawab Seulgi. Gadis itu sedang bermain ponsel di kasur mereka.
Jimin mendekat dan ikut merebahkan badannya di samping istrinya. Sejenak memejamkan matanya karena hari ini dia cukup lelah dengan segala pekerjaan di kantornya.
"Kamu udah kepikiran nama untuk si adek?" Tanya Jimin masih dengan mata yang terpejam.
"H-hah?" Seulgi mendadak gugup. Duh, tiba-tiba sekali.
"Kamu maunya cewek atau cowok, Gi?" Tanya Jimin lagi.
"Terserah Tuhan maunya ngasih yang mana. Yang terpenting sehat. Kamu kenapa nanya kayak gini, mas?" Seulgi berusaha untuk melempar jauh perasaan gugupnya. Tangannya yang menganggur dia gunakan untuk mengelus rambut Jimin yang halus itu.
"Nanya aja. Masa depan keluarga kita harus dibicarain baik-baik." Kata Jimin lagi.
"Oh, gitu. Hari ini kerjaan kamu gimana?" Tanya Seulgi untuk mengalihkan pembicaraan. Tangannya masih betah memainkan rambut Jimin.
"Baik-baik aja, kayak biasanya. Tapi lebih capek aja karena ini udah akhir tahun. Banyak yang harus dikerjain."
"Jangan sampe sakit, ya. Ngurusin kamu kalo sakit itu susah banget." Seulgi cengengesan setelahnya karena mendapat tatapan galak dari suaminya itu.
"Ngga, lah. Aku bercanda. Ngurus kamu itu gampang, karena kamu penurut kalo lagi sakit." Seulgi menjawab sok manis.
"Kamu juga jaga kesehatannya. Jangan sampe sakit."
"Loh? Aku kerja dari rumah, kan?" Seulgi tertawa gugup setelahnya. Entah kenapa feelingnya terasa benar. Ah, Seulgi tidak berharap suaminya akan mengetahuinya secepat ini.
***
"Gi? Gunting kuku di mana?" Jimin berteriak dari dalam kamar mereka kepada Seulgi yang sedang sibuk menyiapkan makanan mereka di dapur.
"Di laci meja rias. Yang paling kanan!" Jawab Seulgi dan juga berteriak.
Setelah itu Jimin segera bergerak cepat untuk mengambil gunting kuku milik Seulgi. Kuku jari telunjuknya yang cukup panjang patah dan sangat menganggunya.
"Eh?" Perhatian Jimin teralihkan dengan test pack yang terletak di samping gunting kuku yang dia cari.
Sekujur tubuhnya mendadak kaku. Jimin perlahan mengambil benda tersebut dengan tangan yang bergetar karena jantungnya kini bekerja tidak normal.
"Akhirnya.."
***
"Eh, coba jawab dulu. Kamu kepikiran nama buat anak kita nanti, ga?" Tanya Jimin lagi. Posisinya masih sama seperti yang tadi, rebahan di samping Seulgi.
"Belum. Kamu gimana? Udah ada?"
"Gimana, sih. Harus dipikirin, dong. Kan, udah ada isinya di sini.." Jimin mengelus perut istrinya yang masih rata. Namun senyuman bahagianya itu tidak bisa dia sembunyikan karena sadar kalau di dalam perut Seulgi, terdapat darah dagingnya.
"N-ngomong apa, sih.." Seulgi menepis pelan tangan Jimin.
"Aku seneng, lho. Kamu ga seneng, ya?"
"Kamu seneng kenapa?" Seulgi masih mau pura-pura tidak tahu saja walaupun dia tahu kalau tidak ada gunanya berlagak bodoh seperti ini.
"Seneng karena kamu hamil. Iya, kan?" Jimin bertanya dengan senyuman gembiranya itu. Melihat Jimin yang kelewat bahagia, Seulgi jadi tidak enak hati untuk melanjutkan kedoknya.
"Ah, aku mau bikin kejutan. Tapi kamu udah tau duluan. Ga seru banget." Kata Seulgi bete. Namun setelahnya dia tersenyum bahagia ketika Jimin membawanya ke dalam dekapannya.
"Begini dulu, sebentar aja." Kata Jimin yang menemparkan dagunya di puncak kepala Seulgi.
"Aku bahagia banget, Gi. 3 tahun kita usaha untuk dapetin momongan, akhirnya terkabulkan. Tekanan yang kamu rasain pasti berat banget karena pertanyaan-pertanyaan orang lain, kan? Kenapa sampai sekarang kita belum punya anak dan sebagainya. Tapi akhirnya kita berhasil. I promise to take care both of you." Jimin menangkup kedua pipi Seulgi dan memberikan ciuman yang tulus di kening istrinya.
"Makasih karena kita berdua ngga nyerah. Kamu bisa aja kepikiran untuk ninggalin aku, kan? Karena aku belum sanggup untuk menuhin apa yang kamu mau, seperti keinginan kamu untuk punya anak." Kata Seulgi terharu.
Sekelebat memori selama 3 tahun ini terlintas di otak Seulgi ketika dia melihat hasil dari test packnya siang tadi. Seperti, pertanyaan-pertanyaan menyudutkan dari orang-orang hilang begitu saja. Mungkin ini memang masalah sepele bagi orang yang belum menikah, namun ini sangat berat bagi mereka berdua karena belum juga mempunyai anak ketika umur pernikahan mereka sudah 3 tahun.
"Aku ga mungkin sebodoh itu untuk kepikiran ninggalin kamu. Kamu harus sadar, perjuangan aku untuk dapetin kamu itu susah banget. Bertahun-tahun aku berjuang sendiri, dan jodoh emang ga kemana, Gi. Aku selalu tau rumah aku." Jawaban Jimin terdengar sangat manis dan tulus di telinga Seulgi. Betapa beruntungnya dia bisa mendapatkan lelaki seperti Jimin ini.
"Makasih." Air mata bahagia menetes dari kedua mata Seulgi. Dengan perlahan, Jimin menghapus jejak air mata itu menggunakan ibu jarinya. Halus sekali, seperti memperlakukan Seulgi layaknya barang yang mudah rapuh.
"Mulai besok, kamu jangan kerjain pekerjaan rumah yang berat-berat. Aku bakal bantuin kamu ngerjain yang berat-berat. Kayak nyapu dan ngepel misalnya. Pokoknya, kamu ga boleh kecapekan. Aku ga mau kenapa-kenapa sama kalian berdua." Jimin lagi-lagi mengelus perut Seulgi dan menatapnya penuh kasih sayang.
"Ga perlu gitu, deh.."
"Jangan nolak. I'll take care both of you, remember?"
—-
Halo! Udah dua bulan lebih aku ga update apa2 buat buku ini😂 maaf ya, lagi2 alasannya buntu ide. Trus juga bulan oktober-desember kan emang hecticnya tugas2 sekolah. Apa lagi udah kelas 12 kan...
Ada ide buat part berikutnya?
Anyway, i'll try my best buat update selama liburan ini. Makasih buat yg masih setia baca. See you!!
![](https://img.wattpad.com/cover/94491939-288-k762745.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Journal [p.j.m & k.s.g]
Fanfiction[SLOW UPDATE] Kumpulan cerita Jimin x Seulgi.