Mama - 3

807 144 35
                                        

"Di mana, ya?" Seulgi duduk di kasurnya setelah beberapa menit mengelilingi rumah untuk mencari barang belanjaannya. Harusnya dia kembali ke rumah dengan belanjaannya. Tapi sekarang barang itu hilang entah kemana.

"Duit gue.." Seulgi meringis sedih membayangkan duitnya menjadi sia-sia karena barangnya hilang sekarang.

"Apa mungkin ketinggalan di rumah Jimin, ya? Tapi gimana cara ngambilnya.." Seulgi lagi-lagi bermonolog. Kedua matanya kini berair karena menangis. Tapi, buru-buru dia menahannya karena dia belum menghapus maskaranya.

Daripada pusing dengan belanjaannya yang hilang, Seulgi memilih untuk membersihkan make up lalu berlanjut untuk mandi.

***

Setelah membacakan dongeng untuk Delon, Jimin akhirnya bisa bersantai di kamarnya. Dia mengeluarkan ponsel dari kantung celananya kemudian duduk bersandar di kasur empuknya itu.

Beberapa menit fokus dengan ponselnya, pandangannya teralihkan ke belanjaan Seulgi yang dia letakkan di atas meja kerjanya. Ah, dia jadi memikirkan perkataan Ibunya tadi saat dia kembali dari mengantar Seulgi pulang.

Jimin berpikir, mungkin dia memang harus kembali lagi ke rumah Seulgi untuk mengembalikan barang gadis itu. Tapi kalau Seulgi tidak ada di rumah bagaimana?

Jimin bahkan tidak tahu nomor ponsel Seulgi, yang membuatnya menjadi susah untuk mengontak Seulgi.

Sepertinya dia harus ke rumah Seulgi akhir pekan nanti untuk mengembalikan barang-barang yang tertinggal ini.

***

Hari Sabtu. Akhirnya Jimin kembali berjumpa dengan akhir pekan yang sangat dia cintai itu. Segala pekerjaan menyebalkannya dapat dia asingkan sementara dan mendapatkan waktu untuk bermain dengan anak semata wayangnya itu.

Jam sembilan pagi dia sudah bangun dan kini sedang membilas wajah dan menggosok giginya. Setelah itu Jimin langsung melesat ke dapur untuk membuatkan sarapan seadanya untuk Delon.

Scramble egg dan sosis menjadi menu untuk pagi hari ini. 15 menit kemudian, sarapan jadi dan Jimin segera membangunkan Delon untuk sarapan. Perlu usaha yang ekstra untuk membangukan Delon di Sabtu pagi. Karena biasanya, mereka berdua suka begadang di Jumat malam.

"Papa masak scramble egg dan sosis, kamu yakin masih mau tidur?" Jimin membangunkan Delon dengan menyebutkan menu favoritnya.

Perlahan, kedua mata anaknya terbuka. Delon mengerjapkan matanya kemudian merubah posisinya menjadi duduk yang dibantu sedikit oleh Jimin.

"Oke." Delon turun dari tempat tidurnya yang tidak terlalu tinggi itu.

"Eits, cuci muka terus gosok gigi dulu." Kata Jimin mengingatkan. Delon berdecak sebal tapi tetap menuruti apa kata Papanya.

***

"Sore nanti, kamu di rumah nenek, ya? Papa mau pergi sebentar." Kata Jimin. Delon mengalihkan tatapannya dari piring ke Jimin.

"Ikut."

"Maaf, Delon. Papa mau ketemu temen." Tolak Jimin dengan halus. Delon terlihat bete, namun bocah itu akhirnya mengangguk mengiyakan.

Saat sarapan selesai, Jimin bergegas mandi sedangkan Delon menonton kartun di TV. Bocah itu anteng sekali sampai Jimin selesai mandi. Setengah jam kemudian, giliran Delon yang mandi ditemani oleh Jimin.

Bocah itu suka sekali mandi di bath up, bermain dengan mainannya yang bisa mengapung di air. Mereka baru selesai mandi 30 menit kemudian. Itupun Jimin sudah nyaris marah kepada Delon. Dia tidak ingin anaknya masuk angin.

Jam tiga sore, Jimin mengantarkan Delon ke rumah Ibunya. Tidak lupa belanjaan Seulgi sudah masuk di dalam mobilnya.

"Kamu mau kemana?" Tanya Ibunya ketika melihat Jimin cukup rapi hari ini, namun masih terlihat kasual.

"M-mau nganter barang Seulgi, Ma." Jawab Jimin gugup, kemudian kekehan kecilnya terdengar.

"Oh, ya udah. Cepetan berangkat. Da-ah!" Ibunya mengusir dan kemudian segera masuk ke dalam rumah. Jimin berdecak kesal kemudian melanjutkan kembali perjalanannya.

Yang dia harapkan, semoga Seulgi ada di rumah hari ini.

***

Jimin masih hafal dengan jelas semua belokan ke rumah Seulgi. Kini dia sudah parkir di depan rumah Seulgi dan bersiap untuk turun sambil membawa plastik belanjaan gadis itu.

Jimin menarik nafas dalam kemudian menghembuskannya perlahan. Entah kenapa dia gugup sekali walaupun hanya untuk bertemu Seulgi.

Jimin berdiri diam di depan pagar. Tangannya bergerak untuk mengetukkan kunci mobilnya ke pagar rumah Seulgi, menciptakan suara yang cukup berisik. Tidak ada sautan, padahal jendela di lantai atas ada yang terbuka.

Saat dia ingin membunyikan pagar rumah lagi, dia melihat tombol bel di samping kirinya. Dia tertawa seperti orang bodoh kemudian segera memencetnya.

Tidak lama, seseorang keluar dari dalam. Pas sekali, orang itu adalah Seulgi. Dia cukup kaget melihat Jimin berdiri di depan rumahnya pada hari Sabtu, dan sialnya lelaki itu sungguh tampan hari ini.

"Eh?" Seulgi segera membuka pagar rumahnya dan mengisyaratkan Jimin untuk masuk.

"Saya mau ngembaliin ini. Punya kamu ketinggalan di rumah saya." Jimin menyerahkan barang Seulgi dan dilihatnya Seulgi meraihnya dengan cepat. Helaan nafas terdengar dari gadis di hadapannya.

"Ya ampun, saya kira hilang. Saya udah mau nangis karena ngebayangin duit saya jadi sia-sia." Seulgi tersenyum senang menatap Jimin membuat lelaki itu terdiam beberapa detik.

"I-iya. Sama-sama, maaf lama kembaliin ke kamunya."

"Ayo, duduk dulu. Mau teh atau kopi?" Seulgi mengajak Jimin duduk di teras rumah Seulgi.

"Teh aja. Makasih, ya." Jawab Jimin. Kemudian Seulgi segera masuk ke dalam untuk membuatkan teh untuk Jimin. Tak lama, dia telah selesai dan meletakkan cangkir itu di atas meja yang ada di antara mereka berdua.

"Maaf bikin kaget tiba-tiba saya dateng. Saya ga ada nomor kamu, jadinya saya langsung dateng." Kata Jimin setelah meminum tehnya sedikit.

"Makasih banyak, loh. Kemarin saya mau ke rumah kamu tapi sibuk, makanya ga jadi."

Jimin melirik Seulgi sekilas. Gadis itu berpakaian cukup rapi dan wajahnya sudah diberi make up seperti saat mereka bertemu kemarin.

"Kamu mau pergi, ya? Ya udah, saya pamit." Jimin meneguk habis tehnya yang untungnya tidak panas itu.

"Oh, saya ga jadi pergi. Temen saya tiba-tiba batalin, tapi saya belom ganti baju." Kata Seulgi sambil melihat outfitnya hari ini.

"Gitu, ya." Gumam Jimin pelan. Mereka terdiam cukup lama. Sialnya, teh Jimin sudah habis jadi dia tidak ada kegiatan lain untuk pura-pura sibuk.

"Saya-"

"Gi."

Mereka bersuara bersamaan. Keduanya tertawa canggung.

"Duluan," kata Seulgi.

"I think it's too early for this," kata Jimin gugup. Seulgi menunggu lanjutannya dengan heran. Namun, kalimat setelahnya membuat Seulgi nyaris pingsan.

"Let's go on a date tonight, shall we?"

—-

UDAH YA GENKKK. SAMPE SINI AJA HAHAHAHA. Tapi gatau sih mungkin bisa lanjut sampe part 4?🤔 who knows hehe

Makasih komen-komennya. Aku suka bacanya, terhibur dan jd semangat buat nulis. I love yooouuuuu!!!!💜

The Journal [p.j.m & k.s.g]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang