judul sebelumnya: menunggu yang tak pasti
—-
Jimin menghela nafasnya selagi duduk dengan gelisah di depan ruang tunggu penerbangan. Sekitar 30 menit lagi dia akan masuk ke dalam pesawat dan meninggalkan negeri ginseng ini untuk melanjutkan studinya ke negeri orang lain. Tepatnya Australia.
Berkali-kali dia mengecek jam di pergelangan tangannya. Bertanya dalam hati kemana perginya gadis yang sudah dia tunggu sejak dia sampai di bandara. Hatinya gelisah, dia tidak ingin pergi tanpa mengucapkan perpisahan kepada gadis itu.
"Dia datang?" Jungkook bertanya disampingnya. Jimin mengangkat bahunya dengan kepala menunduk. Sekarang dia yakin kalau gadis itu benar-benar tidak datang.
"Dia datang!" Jungkook mengguncang badan Jimin dengan brutal, membuat Jimin mendongak dan menoleh ke kirinya, melihat gadisnya sedang berlari kearahnya dengan raut wajah yang sangat panik.
"Jimin!" Seulgi berteriak cukup keras sambil menghambur ke pelukan Jimin. Seulgi memeluk lelaki itu dengan erat, menghirup dalam aroma khas Jimin yang akan dia rindukan. Seulgi tidak siap untuk di tinggal oleh Jimin.
"Do you really have to go now?" Tanya Seulgi. Suaranya tertahan karena dia masih berada dalam posisi memeluk Jimin.
"Iya, Seul. Tapi aku janji akan sering menghubungimu, aku tidak akan membiarkan hubungan kita hancur di tengah jalan seperti ini, oke?" Ucap Jimin. Jimin dapat merasakan pelukan Seulgi semakin erat setelah dia berucap seperti itu. Tubuh gadis yang memeluknya kini bergetar dan suara isakan tangisnya terdengar.
"Aku tidak mau kau pergi. Tapi ini mimpimu sejak dulu. Aku tidak boleh egois, kan?" Seulgi melepas pelukannya. Sambil menunduk, dia menghapus air mata yang menetes di kedua pipi tembamnya.
"Iya. Aku senang kau sudah membantu dan mendukungku selama ini." Jawab Jimin. Dia meraih kedua tangan Seulgi, menggenggamnya dengan erat dan sedikit menjajarkan tubuhnya dengan Seulgi.
"Aku tidak ingin melihatmu menangis, Seul." Jimin mengelus rambut Seulgi dengan lembut, membuat gadis itu mendongak dengan matanya yang sudah sembab.
"Maaf." Seulgi tertawa kikuk dan mengusap kasar kedua pipinya. Air matanya tidak berhentinya untuk menetes dari kedua matanya. Selama perjalanan Seulgi sudah berjanji untuk tidak menangis, tapi dia tidak bisa.
"Aku janji akan kembali kesini dan membuat semuanya bangga. Termasuk kau, Seulgi." Kata Jimin dengan lembut namun tegas. Lelaki itu tersenyum sangat manis setelahnya.
"Aku mohon tunggu aku."
Seulgi menunduk begitu mendengarnya. Entah kenapa perasaannya mendadak menjadi tidak yakin. Untuk menutupi perubahannya, Seulgi dengan cepat memeluk Jimin lagi cukup lama tanpa mengucapkan apapun. Jimin hanya membiarkan gadisnya memeluknya dengan erat untuk terakhir kalinya.
"Ekhm," Deheman Jungkook memisahkan adegan pelukan mereka.
"Jim, jaga kesehatanmu. Jangan terlalu banyak belajar, carilah teman agar kau merasa senang disana." Ucap Seulgi. Jimin mengangguk seperti anak bocah.
"Love you, Jim." Seulgi berjinjit, mengecup bibir Jimin dengan cepat.
"I love you too." Jimin tersenyum miris. Rasanya berat sekali untuk meninggalkan orang yang dia sayangi. Tapi dia tidak bisa mundur lagi. Masa depannya yang mendukung sudah menunggunya. Dia tidak akan menyiakannya.
"Jim, ayo." Ucap Jungkook berbarengan dengan panggilan pesawat mereka. Jimin memeluk Seulgi sekali lagi, lalu setelah itu dia pergi meninggalkan gadis itu tanpa mengucapkan apapun. Beberapa kali dia menengok ke belakang dan menemukan Seulgi berdiri di tempat yang sama dengan lemas, menatapnya dengan sendu.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Journal [p.j.m & k.s.g]
Fanfiction[SLOW UPDATE] Kumpulan cerita Jimin x Seulgi.