Affection

1.4K 157 7
                                    

Masalah hati memang terkadang sulit untuk dimengerti. Seulgi sendiri tidak paham dengan apa yang hatinya inginkan saat ini. Pikirannya kalut dan dia tidak mempunyai tujuan detik ini. Biarlah kedua kakinya membawanya entah kemana. Seulgi sedang tidak dapat berpikir jernih.

Reka ulang kejadian satu jam yang lalu kembali diingatnya. Bagaimana kekasihnya berteriak kepadanya, mencaci makinya, sampai akhirnya kalimat yang sudah Seulgi tunggu itu akhirnya terucap juga.

"Kita selesai di sini." Jaebum menatap Seulgi tajam dengan keadaan yang kacau. Rambutnya berantakan karena berteriak kepada Seulgi.

"If that's what you want, okay." Begitu balasan Seulgi dan setelah itu mengambil barangnya dan beranjak keluar dari tempat tinggal mantan kekasihnya itu.

Rasa sakit dan sesak itu tentu ada di dalam hatinya. Namun dia tidak dapat berbohong kalau dia juga cukup senang karena akhirnya dia terbebas dari seorang Jaebum si pengekang.

Belakangan ini hatinya sudah tidak sepenuhnya milik Jaebum. Seulgi merasa seperti wanita murahan yang dengan mudahnya memberikan hatinya kepada lelaki lain saat statusnya saat itu adalah milik orang lain.

Namun siapa yang bisa menolak pesona lelaki tampan, berkharisma, dan kaya raya? Seulgi tidak munafik, dia sangat tergoda dengan lelaki macam itu. Tepatnya atasannya sendiri, Park Jimin. Lelaki itu juga terang-terangan menunjukkan rasa tertariknya kepada Seulgi walaupun Jimin tahu kalau Seulgi milik orang lain.

Satu tahun bekerja dengan Park Jimin membuat Seulgi sering bertanya kepada dirinya sendiri. Siapa yang akan dia pilih? Bertanya seperti Jimin akan serius dengannya saja. Namun sebesar apapun keinginan Seulgi menepisnya, semakin yakin dirinya kalau Jimin memang tertarik dengannya. Lelaki itu terus menerus memberikan kasih sayang kepadanya.

Langkahnya memasuki mini market 24 jam yang sepi. Penjaga kasir sedang menghitung uang dan tidak sadar dengan kehadiran Seulgi. Dia berjalan menuju lemari pendingin lalu mengambil dua kaleng beer dingin kesukaannya. Tanpa saling berbicara dengan penjaga kasir, Seulgi keluar setelah membayarnya.

Dengan setengah melamun, Seulgi mengambil satu beer miliknya dan membukanya. Angin malam menerpa kulit tubuhnya yang hanya dilapisi dengan baju yang jauh dari kata tebal. Seharusnya Seulgi kedinginan, namun sepertiya banyaknya pikiran di kepalanya itu membuatnya tahan dengan angin malam ini.

Seulgi terus berjalan, dan langkahnya kini menapak di jalan yang cukup familiar untuknya. Dengan menegak beer kaleng keduanya, Seulgi lanjut berjalan dan akhirnya kakinya berhenti di depan pagar kayu cokelat di hadapannya. Tempat yang belakangan ini sering dia kunjungi. Tempat yang di dalamnya merekam moment manis di antara keduanya.

Seulgi menekan bel, dan tak lama pemilik rumah keluar dengan piyama berbahan satinnya itu. Seulgi merasakan hatinya menghangat ketika melihat lelaki di hadapannya ini menatapnya penuh khawatir namun tatapan menggodanya itu juga masih berada di sana.

"Seulgi? Apa yang kau lakukan malam-malam seperti ini?" Park Jimin bertanya khawatir. Menarik tangan Seulgi yang lemas dan membawa gadis itu masuk ke dalam rumahnya setelah menutup kembali pagar.

"Jim.." Seulgi merengek begitu dia sadar. Dia meringkuk mendekat ke Jimin dan menyandarkan kepalanya di dada bidang lelaki itu, mendengarkan detak jantung Jimin yang terdengar sangat teratur dan itu cukup menenangkan Seulgi.

"Kenapa, sayang? Ceritakan padaku."

Seulgi semakin nyaman ketika Jimin menyebutnya dengan sayang. Memang sepertinya dari awal dia tidak bisa menolak Jimin. Namun egonya terus membuatnya menjadi gadis yang susah didapatkan untuk Jimin.

"Aku putus." Jawab Seulgi.

Jimin mengeratkan pelukannya kepada Seulgi, tersenyum puas karena saat yang sudah dia tunggu tiba. "Akhirnya."

"Kau yakin dengan perasaanmu padaku?" Seulgi menjauhkan dirinya dan menatap Jimin tepat di kedua mata lelaki itu.

"Tentu."

"Kenapa? Aku tidak jauh dari gadis gampangan karena dengan mudahnya aku jatuh cinta dengan lelaki lain saat aku sendiri berpacaran dengan kekasihku."

"Ah, tentu saja. Aku sudah yakin kau memang jatuh cinta padaku sejak dulu. Kenapa kau tidak memutuskan Jaebum? Kenapa baru sekarang, baby bear?" Suara Jimin terdengar sangat seduktif di telinga Seulgi saat dia mengucapkan baby bear, dan Seulgi amat sangat menyukainitu.

"Jimin, aku takut." Ucap Seulgi jujur.

"Kenapa kau takut? Kau tahu, aku tidak akan bermain-main dengan apa yang aku ucapkan. Kau tidak perlu khawatir, mark my words." Jimin menangkup kedua pipi tembam Seulgi dan mengecup keningnya, lalu turun ke hidung dan berakhir di bibir tipis Seulgi. Hanya kecupan ringan yang cukup membuat detak jantung Seulgi berontak. Padahal, mereka sudah sering melakukan ini sebelumnya.

"Lelaki sepertimu terlalu mudah mengucapkan kata manis, Jim. Aku tidak yakin." Seulgi membenarkan letak duduknya. Dia menatap sekilas Jimin yang masih setia menatapnya lembut.

"Kalau aku bermain-main denganmu, aku tidak akan bertahan selama ini, Seul. Aku pasti menyerah sejak pertama kali karena kau begitu dingin padaku. Tapi akhirnya kita bisa sampai di sini. Aku terus berjuang, walaupun kau tidak menyadarinya karena kau terlalu sibuk dengan pacarmu itu. Pacarmu yang sebenarnya sudah tidak kau cintai lagi." Jimin menggenggam tangan kanan Seulgi dengan lembut. Berusaha sebisa mungkin agar membuat Seulgi yakin dengan dirinya.

Seulgi mendekat lagi dan memeluk Jimin cukup erat. Menyandarkan dagunya di bahu Jimin. "Seandainya Jaebum tahu yang sebenarnya.."

"I'm ready to fight him just for you." Jimin dapat mendengar kekehan pelan dari Seulgi. Jimin akhirnya dapat bernafas dengan lega karena Seulgi sudah menjadi miliknya. Perjuangannya beberapa bulan ini akhirnya tidak sia-sia, walaupun dia harus menjadi orang jahat untuk menghancurkan hubungan Seulgi dan Jaebum.

"How can something like this happened to me?"

Jimin memegang kedua bahu Seulgi dan pelukan mereka terlepas.

"Aku beruntung karena akhirnya kau memilihku. Kita sepertinya memang sudah ditakdirkan untuk bersama, ya?" Keduanya terkekeh namun Seulgi mengangguk menyetujuinya.

Langkah kakinya yang tanpa kesadaran penuh itu membawanya kemari. Ke rumah Park Jimin yang menandakan bahwa Seulgi memilih Jimin. Hatinya memang sudah terisi oleh Park Jimin entah sejak kapan. Seulgi hanya berharap pilihannya tidak salah.

"I love you."

Jimin mendekat untuk kembali mencium bibir Seulgi yang sangat dia sukai itu. Melumatnya dengan lembut dan penuh kasih sayang. Seakan perasaannya yang tertahan selama ini disalurkan melalui ciuman ini.

"Thank you." Seulgi berucap di sela kegiatan mereka ini. Senyumannya mengembang dan Jimin merasakan hatinya menghangat karena Seulgi benar-benar yakin untuk memilihnya.

Maaf kalo ada typo, aku bikin sekali jadi trus males baca ulang ahahah

Semoga kangen kalian ke seulmin tersembuhkan!

The Journal [p.j.m & k.s.g]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang