Mama - 4

970 147 21
                                    

Sudah terhitung tiga minggu lebih-nyaris sebulan malah, sejak kejadian malam Minggu itu. Ketika Jimin mengajak Seulgi kencan yang membuat gadis itu nyaris pingsan karena ajakkan mendadak dari Jimin si tampan.

Lalu sekarang, hubungan mereka ini sudah sangat berkembang. Walaupun dua minggu waktu yang sedikit untuk PDKT, namun banyak hal yang sudah berubah.

Seulgi sadar pergerakan Jimin ini begitu cepat karena Jimin bukan bocah lagi, he's a man now. Tidak ada kata modus dalam kamus hidupnya Jimin.

Lelaki itu tidak mungkin mengencani Seulgi hanya untuk sekedar kepuasan hatinya saja. Dia sudah memikirkan segalanya, yah walaupun itu memang terlalu cepat. Tapi Jimin sudah tidak ada waktu lagi untuk berpacaran seperti anak muda lagi.

Selama nyaris sebulan itu, hampir setiap hari mereka bertemu. Kelas Seulgi yang banyak selesai di sore hari membuat Jimin terus menerus menjemput Seulgi. Menyuruh gadis itu menunggu di kampusnya dan menunggu hingga Jimin datang.

Lalu mereka pergi ke rumah Jimin, bermain dengan Delon. Terkadang Seulgi mengerjakan skripsinya, lalu Jimin memasak makan malam. Atau mereka berdua yang memasak yang setelah itu keadaan dapur menjadi super berantakkan.

Seperti sekarang ini, padahal mereka hanya memasak ayam pedas manis dan telur dadar. Tapi keadaan dapur sangat tragis. Bukannya membersihkan dapur terlebih dahulu, mereka memilih untuk makan baru setelah itu membereskan dapurnya.

"Enak? Bumbunya pas?" Tanya Seulgi ketika Jimin menyuapkan makanannya.

"Enak. Kenapa, sih? Takut banget."

"Ini kedua kali aku masak makanan ini. Pertama kali sama mama aku, makanya agak lupa sama bumbu-bumbunya." Jawab Seulgi. Jimin hanya bergumam kemudian melanjutkan makannya. Sama seperti Seulgi.

"Delon mau ayam lagi, Pa." Delon menggeser piringnya yang masih berisikan ayam dan nasi itu.

"Abisin dulu, baru boleh nambah." Kata Jimin.

"Tapi ayamnya tinggal dikit." Delon mengangkat potongan ayam miliknya yang memang nyaris habis.

Jimin menghela nafas, "Lain kali, makannya dibarengin sama nasi, ya?"

"Oke!" Delon berseru senang ketika Jimin sudah meletakkan satu potong ayam lagi di piring bergambarnya itu.

"Jangan gitu. Lagi pula potongan ayamnya masih sisa banyak, tuh." Kata Seulgi sambil menunjuk piring dengan dagunya.

"It's okay. Nanti kebiasaan kalau makan nasinya dianggurin."

***

Setelah selesai makan dan membereskan kekacauan dapur, Jimin duduk di ruang makan, menunggu Seulgi selesai. Delon duduk anteng di depan televisi dengan buku mewarnainya itu.

"Mau teh? Kopi?" Tanya Seulgi ketika dia telah menyusun piring.

"Kopi. Don't make it too sweet." Kata Jimin. Seulgi mengangguk sambil tangannya membentuk 'ok'.

3 menit setelahnya Seulgi duduk di hadapan Jimin dengan membawa kopi untuk Jimin dan teh untuk dirinya sendiri.

"Jam berapa sekarang?" Tanya Seulgi pelan, kepalanya menoleh ke arah jam dinding yang terpasang di sebelah kirinya. Jam menunjukkan jarum di angka delapan.

"Pulangnya nanti aja, oke? Besok libur, kan?"

Seulgi mengangguk, kemudian dia buru-buru duduk tegak dan menatap Jimin. "Anyway, aku mau nanya sesuatu sama kamu, deh."

"Tanya aja. Jangan susah-susah." Jawab Jimin santai dan setelah itu menyesap pelan kopinya.

"Where is Delon's mother?" Tanya Seulgi to the point. Suaranya pelan dan tingkahnya tenang. Tidak ingin menunjukkan betapa tersiksanya dia selama ini untuk ingin tahu kemana perginya istrinya Jimin.

Jimin tersenyum tipis. "Aku nunggu kamu nanya ini dari lama, loh. Akhirnya kamu nanya juga."

"Aku nunggu kamu kasih tau aku, lah? Aku ngga enak aja kalau tiba-tiba nanya ke kamu di awal kita deket. Eh, udah hampir sebulan kamu malah ngga ngasih tau apapun. I'm dying to know." Jawab Seulgi cukup banyak. Gadis itu menghempaskan badannya di sandaran kursi dengan cukup keras.

"Kamu tau aku orangnya open, kan? Lain kali tanya aja hal yang bikin kamu ngga nyaman, oke?" Jimin lagi-lagi memberikan senyuman tipisnya yang mampu membuat Seulgi meringis tertahan. Demi apapun, Seulgi merasa beruntung sekali bisa sedekat ini dengan lelaki tampan macam Jimin.

"Okay, now answer my question."

"Jadi, gini.." Jimin memulai, dia membenarkan duduknya menjadi lebih tegak dan kedua tangan bertumpu di meja makan.

"Gimana?" Seulgi bertanya tidak sabar.

"Sabar, cantik.." Seulgi memutar bola matanya malas mendengar ucapan Jimin barusan, namun tidak dapat dihindari kalau dia tersipu malu mendengarnya.

"Aku cerai sama dia. Kenapa? Kami bisa dibilang nikah muda, Gi. Di umur pernikahan kita yang udah dua setengah tahun, dia masih belum bisa ninggalin kebiasaan dia pas masih remaja. Dia ngga ngurus pekerjaan rumah dengan becus, terlalu asik sama teman kantornya dan dia ngga ngurus Delon kayak ibu lainnya. Dia lupa kalau dia ini udah berumah tangga, ada anak dan suami yang jadi tanggung jawab dia."

Seulgi diam dan menyimak dengan baik. Ekspresi wajahnya terlihat kesal namun tetap terkontrol.

"Dia sayang sama Delon, tapi lebih banyak mengeluh ini itu kalau udah berurusan dengan keperluan Delon. Aku yang selalu ada buat Delon walaupun aku super sibuk. Aku bisa bagi waktu antara pekerjaan, temen, dan anak aku sendiri. Tapi dia sama sekali ngga bisa, Gi. Aku mikir cukup lama buat nentuin keputusan untuk pisah sama dia. Aku rasa aku bisa jaga dan urus Delon sendirian. I just can't stand her anymore. Sikapnya bikin aku muak dan keputusan aku buat pisah sama dia semakin kiat."

Jimin tertawa pelan setelah menjelaskannya kepada Seulgi. Mengingat mantan istrinya itu membuanya agak emosional. Betapa dia menyesali pilihannya dulu ketika menikahi mantan istrinya itu.

"Mungkin dia belum siap mental untuk punya anak, ya. Tapi aku kesel banget dengernya. Jadi Delon jarang diurus sama ibunya?" Seulgi memberikan opininya begitu Jimin selesai.

"Bisa dibilang begitu, Gi."

Mereka terdiam. Suara hembusan nafas Seulgi terdengar, menandakan gadis itu sedang kesal. Kebiasaan yang selalu dia lakukan.

Suasana di antara mereka menjadi kurang enak. Jimin diam, memainkan jemarinya di cangkir kopinya yang hangat itu.

"Don't be mad. Tapi Delon bisa manggil kamu mama karena perawakan kamu mirip mantan istri aku. Delon emang ngga deket sama Ibunya, tapi dia pasti ada sedikit memori sama Ibunya itu." Jimin berucap setelah satu menit tidak ada perbincangan di antara mereka.

"Santai, aku ngga marah. Menurut aku itu agak wajar? Bisa jadi dia kangen Ibunya."

"Mungkin. Tapi kayaknya kamu udah jadi obat kangen dia."

Seulgi menaikkan kedua bahunya sebagai respon. Kemudian dia menyesap tehnya pelan dan lama. Rasa hangat dari teh itu membuat dia sedikit santai.

"Be a good mother for him and a good wife for me, will you?"

—-

Hai!! Jadi ini chapter ke empatnya dan kayanya cukup buat jawab pertanyaan kalian di chapter sebelumnya yang nanya "emang ibunya delon kemana?"

maaf kalo agak maksa ya WKWKWKKW aku bingung soalnya :(

The Journal [p.j.m & k.s.g]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang