Si Pintar, Jimin

1.5K 212 16
                                    

Seulgi meringis namun tatapannya menuju ke televisi. Sekarang sudah pukul 8 malam dan orangtua dan kakaknya belum pulang kerja jadi Seulgi hanya sendirian di rumah. Apa lagi hujan terdengar cukup deras di luar sana.

"Pada kemana, sih? Ngga nyadar punya anak, ya?" Seulgi bertanya pada dirinya sendiri dengan kesal. Wajahnya tertekuk dan tanpa sadar kedua matanya sudah bergelinang air mata.

Bilang saja dia berlebihan, tapi Seulgi tidak suka ditinggal sendiri seperti ini. Mama dan Papanya selalu sampai jam setengah tujuh malam, jarang sekali pulang semalam ini. Bukannya dia takut, dia kesal karena tidak ada orang di rumah yang bisa dia ajak mengobrol dan menjaganya. Pokoknya dia tidak suka sendirian semalam ini.

Dengan kasar dia menghapus air matanya dan memainkan ponselnya, membalas pesan teman-temannya di grup chat. Seharusnya moodnya membaik, tapi moodnya memburuk. Terlihat dari ketikannya yang terkesan sangat jutek. Teman-temannya bahkan menyadarinya.

"Pulang, dong." Seulgi merengek sebal, dipeluknya bantalan sofa dengan erat.

"Keselll," Air mata jatuh lagi dari kedua mata Seulgi. Ingin sekali dia marah-marah ke orangtuanya ketika mereka sampai rumah, tapi pasti dia yang akan dibentak-bentak dan berakhir menangis sesenggukkan.

Tak lama terdengar suara mobil dari luar. Tanpa melihatpun Seulgi tahu kalau itu mobil Papanya. Dengan cepat dia berdiri untuk menyambut kedua orangtuanya.

"Kemana aja, sih? Lama banget pulangnya." Maksud Seulgi bukan berucap dengan galak dan kesal seperti ini, tapi Mamanya mendengarnya seperti itu.

"Macet, dek. Tadi juga mampir dulu ke toko bahan." Jawab Mamanya dengan tenang. Mamanya masuk ke dalam dan meletakkan tentengannya di sofa tempat Seulgi duduk.

Malas mengobrol, Seulgi masuk ke kamarnya dan setelah itu memainkan ponselnya sambil tiduran di atas kasur. Moodnya semakin memburuk ketika orangtuanya sudah sampai di rumah. Padahal seharusnya dia senang karena orangtuanya sudah pulang.

"Kamu udah makan, dek?" Tanya Mamanya dari luar.

"Udah," Jawab Seulgi agak keras.

"Udah mandi?"

"Udah,"

"Udah belajar? Besok ulangannya apa aja?"

"Udah! Nanya-nanya mulu, sih!" Seulgi yang sudah kesal menjawabnya dengan berteriak. Kedua alisnya mengkerut kesal.

"Heh! Kamu kenapa, ya? Teriak-teriak sama Mama! Mama dateng juga udah jutek, emangnya bagus kayak gitu?" Mamanya masuk ke kamar Seulgi dengan marah. Mamanya yang lelah sehabis kerja dan mendapat perlakuan tidak enak dari Seulgi semakin mudah untuk membuat Mamanya marah.

"Apa, sih. Aku udah bilang kalau ngga suka ditanya-tanya terus, ini malah nanya mulu." Seulgi menjawab dengan ketus namun tenang. Dia menangkis tangan Mamanya yang hendak menjewer telinganya.

"Kenapa kamu kayak gini? Pasti ngga bisa ngerjain ulangan, kan? Makanya belajar, jangan main handphone terus!" Mamanya mengakhiri debat mereka dengan ucapan yang menurut Seulgi meremehkannya.

Tanpa sadar air mata Seulgi yang sudah ditahan langsung menetes. Dia menarik nafas dengan kesal.

"Pantes aja anaknya ngga pinter, orangtuanya aja selalu ngeremehin. Sakit, sumpah."

***

Seulgi datang ke sekolah dengan tampang juteknya, moodnya masih hancur sejak kejadian semalam dengan Mamanya. Dia bahkan menahan tangisnya semalaman agar tidak bangun dengan keadaan mata yang sembab.

Dia menghempaskan badannya di bangku kayu tempatnya, tanpa melepas sweaternya, dia meletakkan kepalanya di atas meja dan bersiap memejamkan matanya. Namun terhentikan ketika mendengar suara seseorang yang memanggil namanya.

"Seul, udah belajar?" Jimin datang-datang membawa pertanyaan menyebalkan untuk Seulgi. Gadis itu menengadahkan kepalanya menatap Jimin.

"Udah, dikit." Jawab Seulgi cuek. Hari ini adalah hari ketiga ulangan tengah semesternya dan jam pertama adalah matematika. Sejak kemarin siang, Seulgi sudah belajar dengan mencari soal di internet tapi masih kurang mengerti. Jadi dia menyerah dan memilih untuk tidur.

"Ayok belajar, nanti lo mau ngisi apa kalau ngga ngerti apapun?" Jimin dengan baik hati mengajaknya belajar dan duduk di sebelah Seulgi. Cowok itu mengeluarkan buku matematikanya bersiap untuk mengajarkan Seulgi.

"Ayok, Seul. 45 menit lagi masuk, lumayan buat belajar. Lo masih ngga ngerti di materi apa?" Tanya Jimin dengan sabar. Seulgi menegakkan badannya dengan malas, kemudian ikut mengambil buku catetannya yang ada contoh soal dari internet.

"Gue masih ngga ngerti tentang fungsi invers, tolong ajarin." Seulgi menunjuk soal yang telah dia catat. Jimin membacanya dan menganggukkan kepalanya sebagai tanda dia paham soal ini.

"Tapi tentang suku banyak udah ngerti, kan?" Tanya Jimin lagi.

"Ngerti, itu gampang, lah." Jawab Seulgi dan memamerkan senyumannya.

"Mulai, ya. Ini harus lo komposisi-in dulu baru lo jadiin invers. Caranya gini," Jimin mulai menjelaskan caranya ke Seulgi sambil tangannya mencoret-coret. Dia juga tidak lupa terus membiarkan Seulgi menjawab dan bertanya cara selanjutnya yang harus dikerjakan.

"Oh, gue ngerti." Kata Seulgi semangat.

"Bagus. Coba kerjain yang satunya lagi." Suruh Jimin. Seulgi mengangguk dan mengerjakan soal yang satunya lagi, namun dia memerlukan waktu yang cukup lama.

"Ini.. bener, ngga?" Tanya Seulgi dan memberikan bukunya ke Jimin. Cowok itu memeriksa jawaban dari Seulgi.

"Aduh, Seulgi sayang." Jimin berucap dengan nada pasrah. Dia menatap Seulgi dengan tatapan yang tidak terbaca.

"Salah, ya?" Seulgi bertanya dengan takut-takut. Jimin mengangguk dengan tidak enak hati.

"Ini kepala harus dielus-elus dulu biar berjalan, ya." Jimin mengusap rambut Seulgi dengan sayang, membuat Seulgi mendadak salah tingkah.

Lalu Jimin kembali menjelaskan lagi caranya kepada Seulgi. Membuat cewek itu manggut-manggut mengerti ketika tahu letak kesalahannya. Dengan sabar Jimin menjelaskan kepada Seulgi ketika cewek itu bertanya berulang tentang hal yang sama.

"Gue kenapa bego, ya." Seulgi berucap dengan sedih. Dia bertumpu pada tangan kanannya.

"Percaya, Seul. Ngga ada yang namanya orang bego. Mereka cuman malas dan kurang motivasi buat belajar." Kata Jimin. Jimin menatap Seulgi dalam, lagi-lagi membuat Seulgi salah tingkah dan mengalihkan tatapannya.

"Iya, gue emang ngga ada motivasi belajar. Sekarang udah kelas sebelas dan gue ngga tau mau ngambil kuliah apa, padahal seharusnya udah ditentuin, kan?" Seulgi tersenyum miris.

"Kalau gitu, jadiin gue sebagai motivasi lo buat belajar. Jangan cuman banggain keluarga lo, banggain gue juga." Ucap Jimin. Seulgi menoleh cepat kearah Jimin, ditatapnya Jimin dengan tidak percaya.

"Maksud lo?"

"Ngga ada, kok. Ya udah, belajar lagi. Gue ngga mau punya anak yang sifatnya nurun dari nyokapnya yang kayak gini." Jimin berdiri dan mengacak rambut Seulgi. Tanpa memperdulikan Seulgi lagi, Jimin berjalan ke tempat duduknya.

"Mampus jantung gue." Seulgi memegang dadanya yang berdetak tidak karuan.

Jimin, tidak hanya pintar di bagian akademis, tapi juga pintar mengacak-acak keadaan hati Seulgi.

---

haduu lucu amat si jimin

The Journal [p.j.m & k.s.g]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang