Menunggu berjam-jam memang menyebalkan. Apa lagi untuk seorang Park Jimin yang memang tidak sabaran. Tapi kalau tujuannya untuk tahu keadaan sang mantan, Jimin rela.
Sekarang hampir jam dua malam dan Jimin masih setia menunggu di dalam mobilnya dengan kaca jendela yang terbuka setengah, merasakan semiliri angin malam yang menerpa bagian samping wajahnya. Dia mengecek lagi jam yang ada di ponselnya, dan artinya dia sudah menunggu hampir 3 jam tanpa ada kepastian.
Dia ingin sekali turun dan menghampiri mantannya itu, tapi dia tidak ingin ceroboh dan tidak ingin melihat artikel tentang hubungan mereka nanti. Jadi dia duduk dengan kalem di dalam mobilnya, menunggu orang yang dia tunggu dengan bosan. Beberapa kali dia menguap dan mengusap-usap matanya karena mengantuk.
Sekitar 15 menit kemudian, orang yang di tunggu keluar dari gedung latihan di depannya. Dengan jaket tebal membungkus badan kecilnya serta tudung jaket yang menutupi kepalanya. Gadis itu bahkan tidak sadar bahwa Park Jimin sedang berada di dalam mobilnya, memperhatikan gadis itu sejak dia menginjakkan kaki diluar.
"Dimana jemputannya?" Tanya Jimin pelan. Dia mengedarkan pandangannya ke segala arah dan tidak menemukan mobil lain kecuali mobilnya. Itu artinya, gadisnya pulang sendiri tanpa ada yang menjemput.
Jimin segera keluar dari mobilnya dan tak lupa untuk mengunci mobilnya. Berjalan dengan langkah lebar dan cepat untuk menyusul sang mantan yang sudah berada jauh di depan. Jimin terus mengikuti gadis itu yang kini masuk ke dalam mini market 24 jam yang ada di persimpangan jalan.
Dia berjalan dengan langkah yang cukup pelan mengikuti gadisnya yang kini sedang berdiri di depan lemari pendingin.
"What are you doing here?" Seulgi, si gadis yang sedari tadi Jimin ikuti, bertanya dengan ketus tanpa menoleh sedikitpun kepada Jimin. Tanpa menolehpun dia tahu kalau lelaki disampingnya adalah mantannya, si Park Jimin member Bangtan.
"Kau sedang apa disini?" Bukannya menjawab, Jimin balas bertanya.
"Kau tidak lihat?" Seulgi berkata dengan ketus. Dia mengambil beberapa kaleng bir yang sudah menjadi kebiasaannya beberapa minggu terakhir. Dengan kesal, dia menutup pintu lemari pendingin itu dengan keras, dan berjalan ke kasir untuk membayarnya dan meninggalkan tempat ini dan juga Jimin yang masih mengekor di belakangnya.
"Terima kasih." Ucap Seulgi ramah. Dia keluar dari mini market ini dan berjalan dengan cepat begitu merasakan Jimin berjalan di belakangnya. Gadis itu berhenti berjalan, menghirup nafas dengan dalam dan kemudian kembali berjalan lagi. Kali ini dia berusaha dengan keras agar tidak merasa terganggu dengan Jimin yang masih mengekor di belakangnya.
Sambil berjalan, dia mengambil satu kaleng bir di dalam plastik lalu membukanya. Dengan kalem, dia meminumnya sambil berjalan. Suasana malam yang dingin dan sepi seakan tidak mampu untuk membuatnya merasa ketakutan dan berjalan dengan cepat. Malah, dia menyukai suasana malam seperti ini. Dimana dia bisa menjadi dirinya sendiri tanpa khawatir publik akan tahu.
"Seulgi, let's go home." Ucap Jimin pelan. Seulgi menggeleng, lalu menyesap birnya yang masih terasa aneh di mulutnya walaupun sudah beberapa minggu ini dia mengkonsumsinya.
"Kalau kau ingin pulang, silahkan. Aku tidak menyuruhmu untuk mengikutiku dari awal." Jawab Seulgi. Dia berdiri lalu memencet tombol untuk menyebrang. Sekarang, Jimin berdiri disampingnya dan terlihat marah.
"Kau tidak mungkin pulang dengan berjalan kaki. Jaraknya jauh, Seulgi. Biar aku mengantarmu, sekali saja." Jimin meraih tangan Seulgi dengan lembut. Namun Seulgi menolaknya dengan keras dan menyimpan tangannya di belakang tubuhnya.
"Lebih baik kau pulang. Selama malam." Seulgi berlari menyebrangi jalan begitu dilihatnya lampu untuk penyebrang berubah menjadi hijau. Jimin berlari menghampiri Seulgi yang sudah ada di sebrang.
"Aku tidak akan membiarkanmu pulang sendirian tengah malam seperti ini. Apa lagi jalan kaki sambil minum sekaleng bir! Kau kira aku gila?" Jimin menarik tangan Seulgi dengan kasar dan membuat gadis itu berbalik dan menatap Jimin dengan marah.
"Kau pikir aku peduli! Kau pulang saja, lah!" Seulgi menghentakkan tangannya dengan kesal dan berlari meninggalkan Jimin yang terdiam karena bentakannya. Selama hampir satu tahun berpacaran, Seulgi tidak pernah membentaknya seperti tadi. Semarah-marahnya gadis itu, dia akan tetap berbicara dengan lembut dan selalu berhasil membuat Jimin kembali tenang.
"Jangan keras kepala! Ayo pulang." Bentak Jimin. Seulgi membulatkan kedua matanya mendengar Jimin yang membentaknya.
"Kau tidak sopan sekali membentak ku. Aku lebih tua darimu satu tahun, bersikaplah dengan sopan." Ucap Seulgi setelah berusaha untuk menenangkan dirinya.
"Aku tidak peduli. Ayo pulang." Jimin yang merasa Seulgi mulai melantur, menghampas bir yang gadis itu pegang dan membuangnya sembarang. Lalu dengan kasar dia menyeret Seulgi untuk kembali dimana mobilnya terparkir.
"Let me go! We are already over, Park Jimin!" Teriak Seulgi. Jimin berhenti, dengan lambat dia berbalik untuk menghadap Seulgi yang kini menundukkan kepalanya, menatap jalanan yang sepertinya lebih menarik daripada Jimin.
"We are not. Siapa yang bilang, hah?"
"Kau yang mengatakannya, bahkan terdengar seperti mengemis untuk putus denganku. Kau tidak ingat?" Teriak Seulgi. Jimin mengerjapkan matanya, merasa terpukul mendengar ucapan Seulgi beberapa detik yang lalu.
"It's already over, Jim. You know that." Sambung Seulgi. Dia mendongak menatap Jimin dengan kedua matanya yang sudah berkaca-kaca. Jimin semakin tidak enak melihat Seulgi dengan keadaan seperti ini. Seulgi hancur karenanya. Dan kini, dia malah membuat gadis itu semakin hancur ketika kembali muncul di hadapan Seulgi.
"No, it's not. Kita bisa mulai dari awal lagi." Mohon Jimin. Dia mengambil satu langkah mendekat dan nyaris memeluk gadis itu ketika Seulgi mendorong dadanya agar menjauh.
"Sekarang kau memohon untuk bersama lagi. Apa yang kau mau? Aku sudah bahagia putus denganmu, Jimin."
Jimin mendekat, kali ini berhasil untuk memeluk tubuh ringkih Seulgi. "Kau sama sekali tidak bahagia, Seulgi. Kau semakin kurus, lingkaran hitam dibawah matamu terlihat dengan jelas, bahkan kau minum bir dan semacamnya walaupun kau tidak menyukainya. Itu yang kau bilang bahagia?"
"Lepaskan." Seulgi meronta, mendorong lelaki itu agar menjauh dari tubuhnya. Dia tidak ingin jatuh di lubang yang sama, dia tidak ingin merasakan sakit hati yang berulang karena lelaki yang sedang memeluknya ini. Cukup sekali saja di dalam hidupnya dia merasakan sakit hati seperti ini.
"I said let me go!" Bentak Seulgi. Dia kali ini mengumpulkan semua tenaganya untuk membentak dan mendorong Jimin hingga membuat lelaki itu melepaskan pelukannya.
"Kau berubah, Seulgi. You need me." Kata Jimin kelewat kalem.
Seulgi tertawa sinis. "You are the one who changed me, Park Jimin."
---
Btw, aku pengen coba buka request buat book ini. Silahkan yang mau request comment di bawah, mau gimana alurnya trus endingnya gimana. Semoga aku bisa bikinnya wkwkwkwk
Selamat hari sabtu semua!!

KAMU SEDANG MEMBACA
The Journal [p.j.m & k.s.g]
أدب الهواة[SLOW UPDATE] Kumpulan cerita Jimin x Seulgi.