6. Sahabat Terbodoh Ku

3.9K 325 51
                                    

" Hey, tetaplah menjadi sahabat ku. Tetaplah menjadi bodoh, tetaplah menjadi konyol seperti yang biasa kau lakukan. Apapun yang terjadi kita harus bersama-sama sampai nanti ya."- Tmblr

-Please, stay
Part 6th

Tiara P.O.V

Hari ini SMA Grilya Kencana memulangkan siswa-siswinya sedikit lebih siang, tepatnya jam 2 siang. Ya, pelajaran di sekolah memang sudah di mulai setelah pembagian buku pelajaran tadi. Walaupun belum sepenuhnya efektif, tapi para siswa

tetap di pulangkan sesuai dengan aturan jam pulang sekolah biasa.

Erin memarkirkan sepeda motornya di garasi rumah, ketika kami sampai di perkarangan rumahku. Aku langsung masuk ke dalam rumah menuju kamarku.

Setelah ganti seragam dan cuci muka, aku merebahkan tubuhku di ranjangku, tiba-tiba saja terlintas sekilas wajah Tama, si anak baru itu. Ah, ada apa denganku? Kenapa aku terus saja memikirkan anak baru itu.

Apa jangan-jangan...

Aku jatuh cinta sama dia? Aku memejamkan mataku dan menggeleng-gelengkan kepalaku untuk mengusir jauh pikiran itu.

"Kenapa sih lo? Ayan ya?" ujar Erin yang tiba-tiba sudah ada di kamarku.

"Apa sih lo?! Gua masih baper sama lo, gak usah ajak gua ngomong!" seruku ketus sembari membalikkan badanku membelakangi Erin.

"Hemm--- okey kalau lo masih ngambek gua gak akan ngajak lo ngomong seharian ini." Ujarnya yang kemudian di barengi dengan suara pintu kamar mandi yang tertutup.

Dasar gak punya perasaan! Dia gak tau apa kalau aku malu banget tadi, bukannya minta maaf, malah bikin tambah kesel.

Aku menoleh sekilas. Tiba-tiba muncul niat jahilku untuk mengerjai Erin, aku masih kesal dengan kelakuannya di sekolah tadi. Ini saatnya balas dendam. Diam-diam aku mendekat ke kamar mandi yang kuncinya tergantung di pintu depan, dengan sangat pelan aku memutar kunci itu sehingga pintunya terkunci dari luar.

TEK!!

Aku mematikan lampu di kamar mandi, aku tau dia phobia gelap. Segera saja sesaat kemudian aku dengar teriakan Erin dari dalam saat lampunya ku matikan, dia berusaha membuka pintu tapi gak bisa karena pintunya sudah terkunci dari depan.
Aku merogoh kantong celana ku dan mengambil ponsel ku, aku ingat masih menyimpan rekaman audio suara 'kunti' yang aku dapat dari teman SMP ku saat ingin Nge prank aku malam-malam pakai rekaman itu. Jadi ilfeel mengingat kejadian itu.

Setelah menemukan file nya di ponselku langsung saja aku putar rekaman audio itu dan mendekatkannya ke pintu kamar mandi.

"Hihihihihi... tolong saayaaa... hihihihi" suara khas kuntilanak kemudian terdengar begitu menyeramkan, aku menahan tawaku agak merinding juga sih dengernya.

"Huaaa Tiaraaaa...... Bukain pintunyaaaaaa!!" Erin menggedor-gedor pintu dan berteriak histeris. Aku cekikikan.

"Tiaraa plisss bukainnn!!!" serunya lagi sambil memohon-mohon ketika aku tak kunjung membukakan pintu.

"Gaaakk!!! Gak akan gua bukain sebelum lu minta maaf sama gua hahaha." kataku sambil tertawa jahat.

"Oke oke fine! Gua minta maaffff, maafin gua Tiaraaaa!!! Buka pintunyaa hiks hiks!!" ujarnya kemudian, terdengar suara tangis dari dalam.

Karena tidak tega mendengar dia terus meraung, akhirnya aku putar kunci kamar mandi dan membuka pintunya. Lalu langsung naik ke ranjangku sambil tertawa puas.

Kemudian Erin keluar dengan wajah yang dibanjiri dengan air mata lalu dia mengambil guling dari ranjang dan memukuliku bertubi-tubi menggunakan guling. Aku hanya teriak-teriak memohon ampun dan pura-pura kesakitan, padahal gak sakit sama sekali.

"Ampun... Kanjeng mami!" mohonku mengiba. Akhirnya dia menghentikan aksi bejatnya itu. Dan kemudian menempeleng kepalaku.

"Parah banget bales dendam lu Ra! Udah tau gue phobia gelap udah gitu ada suara kunti lagi!" omelnya, aku hanya menyeringai.

"Hahaha lagian salah sendiri udah bikin malu gua di depan anak baru, dua kali lagi! Lo gak tau apa tadi gara-gara ngejar lo gue jadi tabrakan sama anak baru itu?! Emang rese ya lo, temen macem apa itu!" aku balik mengomelinya.

"Ya udah maaf tapi balesnya gak kayak gini juga kali, kalo gue kena serangan jantung terus mati di tempat gimana?" katanya.

"Ya udah bagus gak ada lagi biang rusuh dalam hidup gue." ujarku, emang keterlaluan banget sih jawabannya.

"Oh jadi lo mau gua mati? Hah?! Oke, gua mati detik ini juga!" katanya dengan nada serius. Aku langsung menoleh dan menamparnya, gak kenceng sih.

"Ngomong apa sih lo?! Gue bercanda kali, gua gak mau lah sahabat gua yang paling gua sayang ini mati." ujarku sembari berusaha meyakinkannya dengan tatapan seserius mungkin.

"Gue juga bercanda lah gua masih pengen idup kali!"katanya lalu kami berdua tertawa.

Tok.. Tok.. Kami berdua menoleh ketika ada yang mengetok pintu. Aku segera bangkit dan membukakan pintu, ternyata Bi Ijah.

"Iya kenapa Bi?" kataku

"Non, bibi mau izin pulang kampung dulu ya. Keponakan Bibi sakit, kasihan gak ada yang ngurus orang tuanya kan kerja di ladang." kata Bi Ijah.

"Astaga kasihan banget Bi, ya udah gak apa-apa Bibi pulang aja kalau gitu Bi." ucapku prihatin.

"Iya Bibi juga udah sms Ibu tapi belum dibalas sampai sekarang. Ini non uang belanja dari Ibu minggu kemarin."Bi Ijah menyerahkan beberapa lembar uang seratus ribu kepadaku.

"Udah gak apa-apa Bi, Bibi pegang aja buat ongkos pulang ke Bandung." Kataku.

"Eh jangan atuh, ntar Non Tiara makan apa? Bibi agak lama di sana soalnya, udah ini pegang uangnya, Bibi ada uang ko untuk ongkos." ujar Bi Ijah menyerahkan uangnya padaku, aku akhirnya menerimanya.

"Ya udah Bibi hati-hati ya Bi di jalan." Aku langsung memeluknya. Kemudian aku memesankan taksi untuk mengantar Bi Ijah sampai ke terminal bus.

"Non Tiara masih bisa masak kan?"

Ya, aku dari dulu memang sering penasaran kalau Bi Ijah sedang masak, makanya aku memintanya mengajariku memasak.

"Hehe bisa dong Bi. Kan bibi yang ngajarin." ujarku.

"Ya sudah Bibi pamit ya Non, Non Erin bibi pamit ya?" kata Bi Ijah, Erin tersenyum sembari mengangguk.

Aku membantu Bi Ijah membawa tas nya yang mungkin berisi baju-bajunya, dan mengantarnya sampai depan rumah, walaupun dia menolak aku tetap memaksa melakukannya. Bi Ijah pun pergi setelah taksi yang ku pesan sampai. Setelah itu, aku kembali ke kamarku.

"Bi Ijah mau ke mana Ra?" tanya Erin.

"Mau pulang kampung, keponakannya sakit katanya, ntar sore kita ke supermarket ya beli bahan makanan." kataku.

"Ya udah deh, tapi gua gak bisa masak." kata Erin.

"Tenang, babang yang masak!" Ujarku sambil memasang senyuman penuh arti.

"Perasaan gue jadi gak enak." Erin memasang wajah penuh curiganya.

Please, stayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang