27. Shocked 2

2.2K 175 14
                                        

"Kenyataan hidup itu bisa jadi pahit seperti kopi, tapi ingatlah seberapapun pahit hidup mu masih ada harapan yang bisa menggantikan gula untuk membuat hidup menjadi lebih manis dan bermakna." 

Please, stay
Part 27th

Author P.O.V

    Remaja berusia 18 tahun itu menarik kasar ransel yang ada di belakang pintu kamarnya, lalu membawa ransel itu ke depan lemari pakaiannya dan memasukkan beberapa pakaian miliknya ke dalam ransel. Dia tidak memperdulikan lagi bagaimana kedepannya nanti, yang dia inginkan sekarang adalah untuk bisa keluar dari rumah ini.

Dia turun dari kamarnya begitu selesai mengemas beberapa pakaiannya dan perlengkapan yang dia butuhkan seperlunya.

"Mau ke mana kamu?" Ujar Danang begitu melihat anak lelakinya itu turun sembari membawa sebuah ransel di punggungnya.

"Bukan urusan anda." Tukas Tama seraya tetap berjalan tanpa sedikitpun menoleh ke arah sumber suara itu.

"Oh, jadi kamu mau minggat? Demi gadis itu?" Danang mendengus meledek, "payah sekali selera kamu, gadis seperti itu saja kamu kejar." Cibir Danang, Tama menghentikan langkahnya.

"Dia itu gadis baik-baik." tukas Tama dengan suara lantang. "Masa anda yang katanya orang berpendidikan tinggi tidak bisa berlaku baik terhadap orang lain. Di mana wibawa anda yang katanya seorang pemimpin utama perusahaan?" Cibir Tama.

"Tama, Papa hanya tidak mau kamu dekat dengan gadis itu!" Tukas Danang.

"Kenapa? Kenapa anda tidak mau saya dekat dengan Tiara?" Tukas Tama sembari menoleh sekilas ke arah Danang, yang kini menatapnya dengan tatapan yang mengiba. Danang terdiam sejenak.

"Karena Papa takut, jika kamu dekat dengan gadis itu lalu mencintainya, kamu akan lebih sulit untuk meninggalkan gadis itu saat ikut Papah ke Australia." Jujur Danang. Tama mendengus.

"Ck, Saya memang sudah mencintainya dan saya tidak akan mau ikut dengan anda pindah ke sana sampai kapanpun. Anda benar-benar ayah yang egois." Terang Tama kemudian berlalu.

Danang menggelengkan kepalanya melihat anak semata wayangnya itu berlalu dari hadapannya. Sebenarnya dia hanya inginkan yang terbaik untuk Tama, dia mau Tama meneruskan perusahaannya yang ada di negeri Kangguru itu kelak. Dia tidak bisa terus menerus mempercayakan perusahaan besar miliknya di Aussie itu kepada sahabatnya yang masih muda di sana, dia takut suatu saat bila dia tak berumur panjang perusahaan itu malah jatuh ke tangan sahabatnya itu dan Tama, darah dagingnya itu tidak mendapatkan apa-apa dari usaha yang selama ini dia jalani. Kalau saja ibunya Tama tidak memilih untuk meninggalkannya dan juga Tama mungkin dia masih bisa menghanddle perusahaan itu selagi masih bisa.

Perusahaan milik Danang yang ada di Jakarta pun kini sudah mulai memburuk, bahkan hampir bangkrut beberapa karyawan memilih untuk mengundurkan diri. Jadi jalan pintas satu-satunya adalah dengan pindah ke Australia guna menjamin kehidupan mereka yang lebih baik disana.

****

    Tama memarkirkan sepeda motornya di halaman luas sebuah rumah bercat biru. Tok--tok--tok, Tama mengetuk pintu rumah tersebut. Beberapa menit kemudian sang pemilik rumah membukakan pintu rumahnya. Radit menatap bingung ke arah orang di depannya itu yang datang dengan rambut acak-acakan, ah itu sudah biasa. Tapi saat ini bukan cuma rambutnya saja yang acak-acakan tapi juga wajah dan seragam putih abu-abu yang di kenankannya juga.

Please, stayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang